Anggota Komisi III DPRD Bali Beda Pendapat soal Bandara Ngurah Rai
Ide bagi hasil yang digaungkan Ketua Komisi III DPRD Bali I Nengah Tamba terkait dengan perluasan Bandara Ngurah Rai di Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, tidak sejalan dengan rekan-rekannya.
DENPASAR, NusaBali
Anggota Komisi III DPRD Bali justru setuju perluasan Bandara Ngurah Rai Bali tanpa embel- embel apapun, dengan alasan masalah pengelolaan bandara adalah otoritas PT Angkasa Pura sebagai BUMN di bawah pemerintah pusat.
Anggota Komisi III DPRD Bali dari Fraksi Golkar Dapil Badung Ida Bagus Pada Kusuma, mengatakan pihaknya sepakat dengan ide perluasan Bandara Ngurah Rai. Namun hendaknya tidak ada tuntutan apapun terkait dengan dana bagi hasil sebagai upaya merebut sumber pendapatan.
“Bandara itu pengelolaannya otoritas dari Angkasa Pura di bawah BUMN. Jadi kita sebaiknya membuka ruang untuk program pengembangan saja, tidak ada buntut meminta hasil,” ujar politisi asal Desa Mambal, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, ini ketika dikonfirmasi, Rabu (4/4).
Gus Pada Kusuma juga menegaskan perluasan Bandara Ngurah Rai tidak ada masalah-masalah lagi. “Jangan nanti malah menghambat proses pembangunan untuk perluasan. Saya khawatir kita akan jadi pro dan kontra lagi,” tutur Gus Pada Kusuma.
Sementara Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali yang juga anggota Komisi III DPRD Bali I Kadek Diana menyayangkan pernyataan Nengah Tamba yang tidak pernah koordinasi dengan anggota Komisi III soal agenda perluasan Bandara Ngurah Rai. “Itu wacana dan sekadar wacana. Malah membodohi rakyat pendapat minta dana bagi hasil pengelolaan Bandara Ngurah Rai,” tegas Kadek Diana.
Kadek Diana membeber secara hirarki sudah ada tatanan pemerintahan dari pusat ke daerah. Semuanya diatur dengan peraturan dan perundang-undangan. Untuk penyelenggaraan pemerintahan pusat sampai ke bawah di daerah ada pendanaan. “Kita di Bali mendapatkan yang namanya dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) untuk penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Itu datangnya dari pusat. Seluruh potensi pendapatan negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dikucurkan pusat ke daerah dengan pengaturan–pengaturan yang jelas,” ujar politisi asal Desa Kebalian, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, ini.
Kadek Diana lebih menyentuh soal NKRI dalam hal mendapatkan hak-hak dana pusat. Tidak hanya bisa menuntut dana bagi hasil Bandara Ngurah Rai dengan mengedepankan ego daerah. Karena Bali adalah bagian dari NKRI. “Bandara Ngurah Rai itu sudah ada otoritasnya. Sangat membodohi rakyat kalau kita bicara seperti Pak Tamba. Janganlah hanya pencitraan untuk kelompok saja, itu hanya wacana-wacana saja. Tidak ada penyelesaiannya,” tegasnya.
Kadek Diana mencontohkan Kabupaten Badung yang meminta dana parkir, mental di tengah jalan. “Kabupaten Badung, contohnya, dulu pernah meminta dana parkir di bandara nggak bisa. Karena memang tidak memungkinkan dilaksanakan seperti itu. Ada otoritas dan perundang-undangan yang mengatur. Jadi kita harus cerdas di daerah untuk sebuah program atau wacana. Saya setuju perluasan Bandara Ngurah Rai dan Pak Gubernur Bali sudah keluarkan rekomendasi untuk perluasan itu,” kata mantan Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Gianyar, ini.Sementara Nengah Tamba belum bisa dimintai komentar. Saat dihubungi melalui ponselnya diarahkan mailbox.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPRD Bali (membidangi pembangunan, infrastruktur, lingkungan) I Nengah Tamba, mengatakan perluasan Bandara Ngurah Rai adalah pintu masuk untuk melakukan negosiasi dengan pusat dan PT Angkasa Pura. Pasalnya, Angkasa Pura pasti sudah menghitung rencana perluasan tersebut sebagai peningkatan income (pendapatan). “Nah, Bali ini dapat apa? Kita bicara keadilan dalam hal pendapatan ini,” kata Nengah Tamba di Denpasar, Selasa (3/4).
Menurut Nengah Tamba, Angkasa Pura memang punya otoritas untuk mengatur teritorial sendiri, berdasarkan Undang-undang. Tapi, Gubernur bisa bicarakan dengan pusat soal posisi Bali. “Ya, sharing sedikit-lah dengan pemerintah daerah. Dari perluasan bandara hingga 50 hektare itu, Bali harus bisa dapat dana bagi hasilnya. Bagaimana caranya? Ya, duduk bersama antara pusat, Pemprov Bali, dan Angkasa Pura. Kami di DPRD Bali juga siap,” tegas politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana, ini. *nat
Anggota Komisi III DPRD Bali dari Fraksi Golkar Dapil Badung Ida Bagus Pada Kusuma, mengatakan pihaknya sepakat dengan ide perluasan Bandara Ngurah Rai. Namun hendaknya tidak ada tuntutan apapun terkait dengan dana bagi hasil sebagai upaya merebut sumber pendapatan.
“Bandara itu pengelolaannya otoritas dari Angkasa Pura di bawah BUMN. Jadi kita sebaiknya membuka ruang untuk program pengembangan saja, tidak ada buntut meminta hasil,” ujar politisi asal Desa Mambal, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, ini ketika dikonfirmasi, Rabu (4/4).
Gus Pada Kusuma juga menegaskan perluasan Bandara Ngurah Rai tidak ada masalah-masalah lagi. “Jangan nanti malah menghambat proses pembangunan untuk perluasan. Saya khawatir kita akan jadi pro dan kontra lagi,” tutur Gus Pada Kusuma.
Sementara Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali yang juga anggota Komisi III DPRD Bali I Kadek Diana menyayangkan pernyataan Nengah Tamba yang tidak pernah koordinasi dengan anggota Komisi III soal agenda perluasan Bandara Ngurah Rai. “Itu wacana dan sekadar wacana. Malah membodohi rakyat pendapat minta dana bagi hasil pengelolaan Bandara Ngurah Rai,” tegas Kadek Diana.
Kadek Diana membeber secara hirarki sudah ada tatanan pemerintahan dari pusat ke daerah. Semuanya diatur dengan peraturan dan perundang-undangan. Untuk penyelenggaraan pemerintahan pusat sampai ke bawah di daerah ada pendanaan. “Kita di Bali mendapatkan yang namanya dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) untuk penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Itu datangnya dari pusat. Seluruh potensi pendapatan negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dikucurkan pusat ke daerah dengan pengaturan–pengaturan yang jelas,” ujar politisi asal Desa Kebalian, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, ini.
Kadek Diana lebih menyentuh soal NKRI dalam hal mendapatkan hak-hak dana pusat. Tidak hanya bisa menuntut dana bagi hasil Bandara Ngurah Rai dengan mengedepankan ego daerah. Karena Bali adalah bagian dari NKRI. “Bandara Ngurah Rai itu sudah ada otoritasnya. Sangat membodohi rakyat kalau kita bicara seperti Pak Tamba. Janganlah hanya pencitraan untuk kelompok saja, itu hanya wacana-wacana saja. Tidak ada penyelesaiannya,” tegasnya.
Kadek Diana mencontohkan Kabupaten Badung yang meminta dana parkir, mental di tengah jalan. “Kabupaten Badung, contohnya, dulu pernah meminta dana parkir di bandara nggak bisa. Karena memang tidak memungkinkan dilaksanakan seperti itu. Ada otoritas dan perundang-undangan yang mengatur. Jadi kita harus cerdas di daerah untuk sebuah program atau wacana. Saya setuju perluasan Bandara Ngurah Rai dan Pak Gubernur Bali sudah keluarkan rekomendasi untuk perluasan itu,” kata mantan Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Gianyar, ini.Sementara Nengah Tamba belum bisa dimintai komentar. Saat dihubungi melalui ponselnya diarahkan mailbox.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPRD Bali (membidangi pembangunan, infrastruktur, lingkungan) I Nengah Tamba, mengatakan perluasan Bandara Ngurah Rai adalah pintu masuk untuk melakukan negosiasi dengan pusat dan PT Angkasa Pura. Pasalnya, Angkasa Pura pasti sudah menghitung rencana perluasan tersebut sebagai peningkatan income (pendapatan). “Nah, Bali ini dapat apa? Kita bicara keadilan dalam hal pendapatan ini,” kata Nengah Tamba di Denpasar, Selasa (3/4).
Menurut Nengah Tamba, Angkasa Pura memang punya otoritas untuk mengatur teritorial sendiri, berdasarkan Undang-undang. Tapi, Gubernur bisa bicarakan dengan pusat soal posisi Bali. “Ya, sharing sedikit-lah dengan pemerintah daerah. Dari perluasan bandara hingga 50 hektare itu, Bali harus bisa dapat dana bagi hasilnya. Bagaimana caranya? Ya, duduk bersama antara pusat, Pemprov Bali, dan Angkasa Pura. Kami di DPRD Bali juga siap,” tegas politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana, ini. *nat
Komentar