Nyambi Menjadi Petani Pepaya sebagai Persiapan Jelang Pensiun
Dalam kurun 2,5 tahun terakhir, Aiptu Pande Ketut Suteja menuai keuntungan Rp 80 juta dari hasil bertani pepaya seluas 29 are miliknya di Desa Bakbakan, Kecamatan Gianyar
Kisah Aiptu Pande Ketut Suteja, Polisi yang Kini Menjabat sebagai Paur Kesehatan Polres Gianyar
GIANYAR, NusaBali
Di kalangan anggota Polres Gianyar, nama Aiptu Pande Ketut Suteja, 56, sangat familiar. Paur Kesehatan Polres Gianyar ini dikenal sebagai salah satu polisi yang sukses nyambi jadi petani pepaya. Usut punya usut, polisi asal Banjar Kanginan, Desa Bakbakan, Kecamatan Gianyar ini getol nyambi bertani pepaya sebagai persiapan menjelang pensiun.
Saat ini, Aiptu Pande Ketut Suteja membudidayakan tanaman pepaya di atas lahan seluas 29 are miliknya di Banjar Kanginan, Desa Bakbakan. Sehari-harinya, sebelum jam kantor dan sepulang dari tugas di Bagian Kesehatan Polrs Gianyar, Aiptu Pande Suteja selalu ke kebun pepayanya itu. Dan, kegiatan bertani itu hanya dilakukan di luar jam kantor, sehingga tidak sampai menggangi tugasnya di dinas kepolisian.
"Saya jarang di rumah. Sepulan dari kantor, saya pasti di kebun. Apalagi pas hari libur, bisa seharian saya di kebun," ungap Aiptu Pande Suteja saat ditemui NusaBali di kebun pepayanya, Kamis (5/4).Menurut Pande Suteja, dirinya pilih bertani untuk mengisi waktu luang. Jebolan SPN Kupang, NTT (1983-1984) ini ingin memberikan contoh kepada masyarakat sekitar bahwa meski sudah jadi polisi, tidak ada istilah gengsi mengambil pekerjaan yang bersentuhan dengan tanah, air, dan terik matahari.
"Saya ingin menggugah antusiasme masyarakat agar mau berkreativitas di usia tua, seperti saya yang sebentar lagi akan pensiun. Ini juga persiapan bagi saya menjelang pensiun," ujar polisi berusia 56 tahun kelahiran Gianyar, 27 November 1962 ini.
Pande Suteja pilih bertani pepaya jenis Pepaya Kalina, karena terbukti lebih menjanjikan secara ekonomi ketimbang tanam padi. "Ada risiko untung rugi jika tanam padi. Kalau pepaya, hambatannya paling cuma cuaca dan hama. Perawatannya juga cukup mudah," katanya.
Menurut Pande Suteja, di atas lahan kebun seluas 29 are ini, dia menanam sekitar 250 pohon Pepaya Kalina, dengan jarak tanam 2,5 meter. Penghasilannya pun lumayan. Dalam kurun 2,5 tahun terakhir, dia mendapat untung sekitar Rp 80 juta dari kebun pepaya seluas 29 are.
Sekadar dicatat, satu pohon pepaya bisa berbuah hingga 35 buah. Itu sebabnya, Pande Suteja biasa panen 3 hari sekali. Dalam sekali panen, bisa jualan Rp 1 juta, di mana pepaya dihargai Rp 6.000 per kilogram. Pande Suteja juga tidak perlu repot memasarkan hasil pepayanya. Sebab, setiap 3-4 hari, ada saja pembeli yang datang langsung ke kebunnya.
Pande Suteja memaparkan, proses bertani pepaya diawali dari biji. Untuk menjadi bibit dari biji, diperlukan waktu sekitar 42 hari. Setiap bibit ditempatkan dalam kantong polibag hitam berukuran kecil. Tujuannya, agar mudah saat memindahkan ke kebun. "Bibit pepaya sangat rentan, sedikit saja akarnya tercabut, bisa gagal tanam. Makanya, perlu dikantongi, biar pas tanam lebih mudah," jelas Pande Suteja yang mengaku kerap mendapat pembinaan dari Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar.
Dari tahap bibit dan tanam, kata dia, pepaya di kebunnya perlu waktu sekitar 2,5 bulan untuk berbunga. "Panen perdana biasa dilakukan saat usia pohon 6-7 bulan. Pohon pepaya bisa awet bertahan 3-3,5 tahun,” beber suami dari Ni Putu Warningsih Sag, Guru Agama di SMPN 2 Gianyar ini.
Seperti layaknya petani, Pande Suteja pun biasa memupuk tanaman pepaya, juga menyemprotkan fungisida untuk mengusir hama. "Pupuknya saya pakai kotoran sapi yang ditimbun dan difermentasi selama 12 hari," katanya.
Pande Suteja sendiri mengaku mendapatkan teknik bertani pepaya melalui internet. Sejak awal mau tanam pepaya, dia selalu buka internet. Sampai sekarang pun dia cari-cari informasi di internet soal teknologi bertanam pepaya. Ke depan, Pande Suteja berencana mengembangkan usaha budidaya pepaya ini.
“Lahan 29 are ini warisan leluhur. Ke depan, saya mau kontrak lahan untuk mengembangkan pepaya." Artinya, jika nanti sudah pensiun dari dinas kepolisian, Pande Suteja akan total sebagai petani pepaya yang profesional.Terkait jabatannya sebagai Paur Kesehatan Polres Gianyar, Aipto Pande Suteja bertanggung jawab mengelola klinik dan melayani anggota beserta keluarga polisi yang sakit. Termasuk memberikan pelayanan kesehatan jika ada tahanan Polres Gianyar yang kondisinya tidak sehat.
Sebelum bertugas di Polres Gianyar, Pande Suteja sempat berdinas di Unit Sabhara Polres Badung. Lalu, dia mengikuti pendidikan kesehatan di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Polri di Makassar, Sulawesi Selatan hingga lulus tahun 1989. "Setelah lulus di SPK, saya balik ke Polres Badung dan ditugaskan di Bagian Kesehatan. Lalu, saya pindah ke Polres Gianyar tahun 1991 sebagai anggota Urusan Kesehatan. Barulah di tahun 2013 saya diangkat menjadi Paur Kesehatan Polres Gianyar," terang Pande Suteja. *nvi
GIANYAR, NusaBali
Di kalangan anggota Polres Gianyar, nama Aiptu Pande Ketut Suteja, 56, sangat familiar. Paur Kesehatan Polres Gianyar ini dikenal sebagai salah satu polisi yang sukses nyambi jadi petani pepaya. Usut punya usut, polisi asal Banjar Kanginan, Desa Bakbakan, Kecamatan Gianyar ini getol nyambi bertani pepaya sebagai persiapan menjelang pensiun.
Saat ini, Aiptu Pande Ketut Suteja membudidayakan tanaman pepaya di atas lahan seluas 29 are miliknya di Banjar Kanginan, Desa Bakbakan. Sehari-harinya, sebelum jam kantor dan sepulang dari tugas di Bagian Kesehatan Polrs Gianyar, Aiptu Pande Suteja selalu ke kebun pepayanya itu. Dan, kegiatan bertani itu hanya dilakukan di luar jam kantor, sehingga tidak sampai menggangi tugasnya di dinas kepolisian.
"Saya jarang di rumah. Sepulan dari kantor, saya pasti di kebun. Apalagi pas hari libur, bisa seharian saya di kebun," ungap Aiptu Pande Suteja saat ditemui NusaBali di kebun pepayanya, Kamis (5/4).Menurut Pande Suteja, dirinya pilih bertani untuk mengisi waktu luang. Jebolan SPN Kupang, NTT (1983-1984) ini ingin memberikan contoh kepada masyarakat sekitar bahwa meski sudah jadi polisi, tidak ada istilah gengsi mengambil pekerjaan yang bersentuhan dengan tanah, air, dan terik matahari.
"Saya ingin menggugah antusiasme masyarakat agar mau berkreativitas di usia tua, seperti saya yang sebentar lagi akan pensiun. Ini juga persiapan bagi saya menjelang pensiun," ujar polisi berusia 56 tahun kelahiran Gianyar, 27 November 1962 ini.
Pande Suteja pilih bertani pepaya jenis Pepaya Kalina, karena terbukti lebih menjanjikan secara ekonomi ketimbang tanam padi. "Ada risiko untung rugi jika tanam padi. Kalau pepaya, hambatannya paling cuma cuaca dan hama. Perawatannya juga cukup mudah," katanya.
Menurut Pande Suteja, di atas lahan kebun seluas 29 are ini, dia menanam sekitar 250 pohon Pepaya Kalina, dengan jarak tanam 2,5 meter. Penghasilannya pun lumayan. Dalam kurun 2,5 tahun terakhir, dia mendapat untung sekitar Rp 80 juta dari kebun pepaya seluas 29 are.
Sekadar dicatat, satu pohon pepaya bisa berbuah hingga 35 buah. Itu sebabnya, Pande Suteja biasa panen 3 hari sekali. Dalam sekali panen, bisa jualan Rp 1 juta, di mana pepaya dihargai Rp 6.000 per kilogram. Pande Suteja juga tidak perlu repot memasarkan hasil pepayanya. Sebab, setiap 3-4 hari, ada saja pembeli yang datang langsung ke kebunnya.
Pande Suteja memaparkan, proses bertani pepaya diawali dari biji. Untuk menjadi bibit dari biji, diperlukan waktu sekitar 42 hari. Setiap bibit ditempatkan dalam kantong polibag hitam berukuran kecil. Tujuannya, agar mudah saat memindahkan ke kebun. "Bibit pepaya sangat rentan, sedikit saja akarnya tercabut, bisa gagal tanam. Makanya, perlu dikantongi, biar pas tanam lebih mudah," jelas Pande Suteja yang mengaku kerap mendapat pembinaan dari Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar.
Dari tahap bibit dan tanam, kata dia, pepaya di kebunnya perlu waktu sekitar 2,5 bulan untuk berbunga. "Panen perdana biasa dilakukan saat usia pohon 6-7 bulan. Pohon pepaya bisa awet bertahan 3-3,5 tahun,” beber suami dari Ni Putu Warningsih Sag, Guru Agama di SMPN 2 Gianyar ini.
Seperti layaknya petani, Pande Suteja pun biasa memupuk tanaman pepaya, juga menyemprotkan fungisida untuk mengusir hama. "Pupuknya saya pakai kotoran sapi yang ditimbun dan difermentasi selama 12 hari," katanya.
Pande Suteja sendiri mengaku mendapatkan teknik bertani pepaya melalui internet. Sejak awal mau tanam pepaya, dia selalu buka internet. Sampai sekarang pun dia cari-cari informasi di internet soal teknologi bertanam pepaya. Ke depan, Pande Suteja berencana mengembangkan usaha budidaya pepaya ini.
“Lahan 29 are ini warisan leluhur. Ke depan, saya mau kontrak lahan untuk mengembangkan pepaya." Artinya, jika nanti sudah pensiun dari dinas kepolisian, Pande Suteja akan total sebagai petani pepaya yang profesional.Terkait jabatannya sebagai Paur Kesehatan Polres Gianyar, Aipto Pande Suteja bertanggung jawab mengelola klinik dan melayani anggota beserta keluarga polisi yang sakit. Termasuk memberikan pelayanan kesehatan jika ada tahanan Polres Gianyar yang kondisinya tidak sehat.
Sebelum bertugas di Polres Gianyar, Pande Suteja sempat berdinas di Unit Sabhara Polres Badung. Lalu, dia mengikuti pendidikan kesehatan di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Polri di Makassar, Sulawesi Selatan hingga lulus tahun 1989. "Setelah lulus di SPK, saya balik ke Polres Badung dan ditugaskan di Bagian Kesehatan. Lalu, saya pindah ke Polres Gianyar tahun 1991 sebagai anggota Urusan Kesehatan. Barulah di tahun 2013 saya diangkat menjadi Paur Kesehatan Polres Gianyar," terang Pande Suteja. *nvi
1
Komentar