Pastika: Bali Perlu Pemimpin Visioner Hadapi Perubahan
Gubernur Made Mangku Pastika mengatakan Bali memerlukan sosok pemimpin yang memiliki program visioner dalam menghadapi perubahan yang terjadi begitu cepat.
DENPASAR, NusaBali
“Apa yang dihadapi oleh Gubernur Bali lima tahun ke depan, tentu akan sangat berbeda dengan yang saya hadapi selama hampir sepuluh tahun memimpin Bali,” kata Pastika dalam simakrama bertema, ‘Mencari Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2018-2023’ di Gedung Wiswasabha Utama Kantor Gubernur di Niti Mandala, Denpasar, Sabtu (7/4) pagi.
Pastika menyampaikan bahwa tema simakrama sangat relevan, apalagi saat ini proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali periode 2018 – 2023 tengah berlangsung. Secara khusus, dia kembali menyinggung dinamika yang terjadi di tingkat lokal, nasional hingga internasional yang berubah begitu cepat. Menurutnya, hal itu akan sangat berpengaruh pada kepemimpinan dalam periode lima tahun ke depan.
Pastika berpendapat bahwa sosok pemimpin Bali ke depan harus punya program yang visioner dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat. “Saya bersama Pak Sekda sudah siapkan masa transisi nanti. Begitu 27 Juni 2018, pukul 2 sore(pukul 14.00 Wita) sudah tahu kita Gubernur Bali (yang baru),” ujar Pastika yang kemarin didampingi Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra.
Selain itu, dalam simakrama juga mengemuka usulan, Gubernur Bali terpilih nanti hendaknya bersedia melanjutkan program Gubernur Made Mangku Pastika dengan program Bali Mandara. Hal itu dikemukakan I Made Arjaya, politikus asal Sanur, Denpasar Selatan. Menurutnya, Gubernur Bali terpilih nanti harus mau lanjutkan program gubernur sebelumnya.
“Jangan seperti di Jakarta. Program Gubernur Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) yang bagus tidak berlanjut. Untuk di Bali nanti siapapun terpilih apakah itu Wayan Koster – Cok Ace atau Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra – I Ketut Sudikerta harus lanjutkan program yang sudah bagus. Apakah itu program Kesehatan Bali Mandara, Bandara Bali Mandara atau program Bali Mandara lainnya,” kata Arjaya, mantan Ketua Komisi I DPRD Bali.
Arjaya juga mengingatkan pemimpin di Bali harus menjaga adat dan budaya Bali. Bali ibarat pohon di mana akarnya adalah adat, budaya, dan agama. Namun buahnya jatuh dinikmati bukan oleh orang Bali. “Jadi pengelolaan Bali ke depan harus mengikuti filsafat pohon. One island management itu harus dipraktikkan untuk kesejahteraan rakyat Bali sepenuhnya,” ujar Arjaya.
Pengamat politik dan akademisi Dr I Nyoman Subanda, berpendapat sosok pemimpin yang ideal adalah sosok negarawan. “Kalau politikus berpikir untuk mempertahankan kekuasaan, sedangkan sosok negarawan akan berpikir untuk kepentingan next generation,” tuturnya.
Pemimpin Bali ke depan, ujar Subanda, harus lebih banyak melaksanakan program yang memikirkan masa depan generasi muda.“Sikap kenegarawanan itu telah ditunjukkan oleh Bapak Pastika dengan membangun SMAN/SMKN Bali Mandara. Saya harap ke depannya lebih banyak lagi dibangun sekolah sejenis yang sudah terbukti mampu mengangkat derajat anak-anak dari keluarga miskin,” imbuhnya.
Selain berpikir tentang next generation, sosok pemimpin harus jujur dan berintegritas. “Kita butuh pemimpin, bukan penguasa. Sosok pemimpin akan selalu hadir untuk memecahkan masalah yang dihadapi rakyat,” tandasnya.
Menambahkan penjelasan Subanda, Ketua Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Provinsi Bali I Dewa Agung Christos Sugandha Putra SSos berpendapat bahwa pemimpin ke depan harus paham manajemen birokrasi, ideologi, dan kenegarawanan. Pendapat lain disampaikan tokoh media Emanuel Dewata Odja alias Edo dan Bagus Sudibya selaku praktisi pariwisata. Edo menyinggung pentingnya edukasi politik agar masyarakat tak menentukan pilihan hanya karena rasa, tapi betul-betul paham dengan program yang ditawarkan. Selain itu, dia juga mengingatkan agar masyarakat berorientasi memilih pemimpin yang jauh dari potensi konflik.
Sedangkan Bagus Sudibya menilai, kualitas kepemimpinan ditentukan oleh kemampuan seorang pemimpin dalam merealisasikan janji-janji kampanye. Selain itu, dia mengharapkan pemimpin ke depan mampu membangun koordinasi yang lebih baik dengan seluruh kabupaten/kota. *nat
“Apa yang dihadapi oleh Gubernur Bali lima tahun ke depan, tentu akan sangat berbeda dengan yang saya hadapi selama hampir sepuluh tahun memimpin Bali,” kata Pastika dalam simakrama bertema, ‘Mencari Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2018-2023’ di Gedung Wiswasabha Utama Kantor Gubernur di Niti Mandala, Denpasar, Sabtu (7/4) pagi.
Pastika menyampaikan bahwa tema simakrama sangat relevan, apalagi saat ini proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali periode 2018 – 2023 tengah berlangsung. Secara khusus, dia kembali menyinggung dinamika yang terjadi di tingkat lokal, nasional hingga internasional yang berubah begitu cepat. Menurutnya, hal itu akan sangat berpengaruh pada kepemimpinan dalam periode lima tahun ke depan.
Pastika berpendapat bahwa sosok pemimpin Bali ke depan harus punya program yang visioner dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat. “Saya bersama Pak Sekda sudah siapkan masa transisi nanti. Begitu 27 Juni 2018, pukul 2 sore(pukul 14.00 Wita) sudah tahu kita Gubernur Bali (yang baru),” ujar Pastika yang kemarin didampingi Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra.
Selain itu, dalam simakrama juga mengemuka usulan, Gubernur Bali terpilih nanti hendaknya bersedia melanjutkan program Gubernur Made Mangku Pastika dengan program Bali Mandara. Hal itu dikemukakan I Made Arjaya, politikus asal Sanur, Denpasar Selatan. Menurutnya, Gubernur Bali terpilih nanti harus mau lanjutkan program gubernur sebelumnya.
“Jangan seperti di Jakarta. Program Gubernur Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) yang bagus tidak berlanjut. Untuk di Bali nanti siapapun terpilih apakah itu Wayan Koster – Cok Ace atau Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra – I Ketut Sudikerta harus lanjutkan program yang sudah bagus. Apakah itu program Kesehatan Bali Mandara, Bandara Bali Mandara atau program Bali Mandara lainnya,” kata Arjaya, mantan Ketua Komisi I DPRD Bali.
Arjaya juga mengingatkan pemimpin di Bali harus menjaga adat dan budaya Bali. Bali ibarat pohon di mana akarnya adalah adat, budaya, dan agama. Namun buahnya jatuh dinikmati bukan oleh orang Bali. “Jadi pengelolaan Bali ke depan harus mengikuti filsafat pohon. One island management itu harus dipraktikkan untuk kesejahteraan rakyat Bali sepenuhnya,” ujar Arjaya.
Pengamat politik dan akademisi Dr I Nyoman Subanda, berpendapat sosok pemimpin yang ideal adalah sosok negarawan. “Kalau politikus berpikir untuk mempertahankan kekuasaan, sedangkan sosok negarawan akan berpikir untuk kepentingan next generation,” tuturnya.
Pemimpin Bali ke depan, ujar Subanda, harus lebih banyak melaksanakan program yang memikirkan masa depan generasi muda.“Sikap kenegarawanan itu telah ditunjukkan oleh Bapak Pastika dengan membangun SMAN/SMKN Bali Mandara. Saya harap ke depannya lebih banyak lagi dibangun sekolah sejenis yang sudah terbukti mampu mengangkat derajat anak-anak dari keluarga miskin,” imbuhnya.
Selain berpikir tentang next generation, sosok pemimpin harus jujur dan berintegritas. “Kita butuh pemimpin, bukan penguasa. Sosok pemimpin akan selalu hadir untuk memecahkan masalah yang dihadapi rakyat,” tandasnya.
Menambahkan penjelasan Subanda, Ketua Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Provinsi Bali I Dewa Agung Christos Sugandha Putra SSos berpendapat bahwa pemimpin ke depan harus paham manajemen birokrasi, ideologi, dan kenegarawanan. Pendapat lain disampaikan tokoh media Emanuel Dewata Odja alias Edo dan Bagus Sudibya selaku praktisi pariwisata. Edo menyinggung pentingnya edukasi politik agar masyarakat tak menentukan pilihan hanya karena rasa, tapi betul-betul paham dengan program yang ditawarkan. Selain itu, dia juga mengingatkan agar masyarakat berorientasi memilih pemimpin yang jauh dari potensi konflik.
Sedangkan Bagus Sudibya menilai, kualitas kepemimpinan ditentukan oleh kemampuan seorang pemimpin dalam merealisasikan janji-janji kampanye. Selain itu, dia mengharapkan pemimpin ke depan mampu membangun koordinasi yang lebih baik dengan seluruh kabupaten/kota. *nat
Komentar