nusabali

Selama 18 Tahun Lakukan Penelitian tentang CVPD

  • www.nusabali.com-selama-18-tahun-lakukan-penelitian-tentang-cvpd
  • www.nusabali.com-selama-18-tahun-lakukan-penelitian-tentang-cvpd

Penyakit CVPD sangat merugikan petani karena menyebabkan kualitas buah jeruk menjadi rendah. Sampai saat ini, belum bisa diobati atau dilakukan pengendalian terhadap serangan CVPD

Aktivis Bali Sruti, IGA Diah Yuniti, Raih Gelar Doktor Ilmu Sumber Daya Hayati

DENPASAR, NusaBali
Aktivis Bali Sruti, Dra I Gusti Ayu Diah Yuniti Msi, 52, berhasil meraih gelar Doktor Bidang Ilmu Sumber Daya Hayati. Aktivisa Bali Sruti yang mantan Pembantu Dekan II Fakultas Teknik Universitas Ngurah Rai Denpasar ini raih gelar Doktor berkat penelitian penyakit CVPD yang sudah didalaminya selama 18 tahun.

IGA Diah Yuniti menyelesaikan studi S3 Bidang Ilmu Sumber Daya Hayati Fakultas Pertanian Unud melalui sidang promosi Doktor di Gedung Pascasarjana Unud, Jalan PB Sudirman Denpasar, Jumat (6/4). Diah Yuniti memilih kembali mendalami CVPD (Citrus Vein Pholem Degeneration), untuk melanjutkan penelitian S2-nya.

CVPD merupakan penyakit yang menyerang tanaman jeruk, yang disebabkan bakteri Liberibacter Asiaticus. Penyakit ini mulai menyerang tanaman jeruk sejak tahun 1976. Penyakit ini sangat merugikan petani karena menyebabkan kualitas buah menjadi rendah. Sampai saat ini, belum bisa diobati atau dilakukan pengendalian terhadap serangan CVPD.

Menurut Diah Yuniti, dirinya sudah meneliti tentang CVPD selama 18 tahun, sejak 2000. CVPD pula yang jadi objek penelitiannya ketika menempuh studi S2 Bidang Ilmu Bioteknologi Fakultas Pertanian Unud.

“Saya dari tahun 2000 sampai sekarang meneliti tentang CVPD. Tapi, penelitiannya bertahap. Untuk menemukan obat penyakit CVPD, memang sampai saat ini belum ada yang mampu. Karena bakterinya belum bisa dikultur atau tidak bisa dilihat, sehingga kita tidak tahu bagaimana mekanismenya menyerang tanaman jeruk itu. Akhirnya, proses pengendaliannya pun jadi susah,” ungkap peraih gelar Magister Bidang Ilmu Bioteknologi Fakultas Pertanian Unud dengan judul tesis ‘Penyebaran Bakteri Liberibacter Asiaticus pada Tanaman Jeruk dengan Beberapa Tingkat Gejala Serangan Penyakit CVPD’ ini kepada NusaBali, Jumat sore.

Namun, dalam penelitian lanjutannya itu, ternyata Diah Yuniti menemukan bahwa setiap tanaman jeruk memiliki ketahanan gen yang disebut Fragmen DNA CVPDr. Hanya saja, tidak semua tanaman jeruk memiliki ketahanan gen yang sama. Cuma jeruk Kingkit yang berukuran kecil-kecil dan jeruk nipis tanpa biji yang mempunyai daya tahan tinggi terhadap serangan CVPD.

“Sedangkan jeruk Keprok, jeruk Siam, jeruk Selayar, jeruk Bali, Kintamani, Tejakula, ternyata rentan penyakit CVPD, walaupan memiliki ketahanan gen,” papar aktivis-akademisi yang masih yang masih aktif mengajar di Fakultas Teknik Universitas Ngurah Rai Denpasar ini.

Menurut Diah Yuniti, dalam ketahanan gen ternyata terjadi polimorfisme, yaitu ada beberapa perbedaan pasangan basa pada tanaman jeruk yang diambil sampelnya dengan spesies yang berbeda ataupun sama. Ini artinya, meski punya ketahanan gen, tanaman jeruk kemungkinan juga akan terserang CVPD karena adanya polimofirsme tersebut.

“Di semua sampel yang saya teliti, terdapat banyak polimorfisme. Ada lebih dari satu basa yang berbeda. Misalnya, susunan basanya GAG, kemudian G-nya hilang, jadi GAA, berarti urutannya itu sudah berubah. Itu menandakan asam aminonya berubah,” katanya.

Diah Yniti menambahkan, bagi petani, penyakit CVPD ini sangatlah merugikan. Jeruk yang terserang CVPD, buahnya sudah tidak bagus lagi. Ciri-ciri yang bisa diamati, buahnya keras atau lembek, batang kuning kehijauan, daunnya juga akan tegak, tulang daunnya menonjol, tebal, dan menguning. Dampaknya, kualitas kadar air buah jeruk akan rendah. Begitu juga kualitas vitamin C dan antioksidannya akan rendah.

“Untuk mengetahui apakah terserang CVPD, kadang tidak langsung menyerang, langsung mati. CVPD akan kelihatan pada saat panen pertama dan jelas ciri-ciri itu. Secara molekuler, bagaimana mekanismenya, harus ada penelitian lanjut,” tandas ibu tiga anak dari pernikahannya dengan Ir I Ketut Astawa ini.

Mengingat CVPD belum bisa ditanggulangi, menurut Diah Yuniti, paling tidak petani harus bisa ‘bersahabat’ dengan penyakit tanaman jeruk ini. Dengan kata lain, harus tahu bagaimana pengendalian penyakitnya, kemudian pembibitan yang bebas CVPD. Dan, yang tidak kalah penting, mau tanaman itu terinfeksi atau tidak, setiap 10 tahun harus sudah diganti dengan tanaman yang baru.

“Biasanya, jeruk yang diserang itu mulai dari bibit yang menggunakan mata tempel. Jika mata tempel terinfeksi CVPD, maka otomatis bibitnya terkena CVPD.  Maka mulai dari pembibitan sudah harus bebas CVPD. Selain itu, ada maupun tidak serangan, tanaman kalau sudah umur 10 tahun harus diganti dengan bibit yang baru. Mau tidak mau, petani harus berlaku seperti itu untuk mengandalikan CVPD,” katanya.

I Gusti Ayu Diah Yuniti sendiri menempuh pendidikan S1 Bidang Kimia di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Setelah menamatkan SI, perempuan asal Banjar Wanayu, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar kelahiran 15 Januari 1966 ini melanjutkan studi S2 Bidang Ilmu Bioteknologi Fakultas Pertanian Unud.

Kesehariannya, Diah Yuniti menjadi dosen pengajar di Gakultas Teknik Universitas Ngurah Rai (UNR) Denpasar. Dia sempat dua kali periode dipercaya menjadi Pembantu Dekan II Fakutlas Teknik UNR (2002-2006, 2006-2010).

Selain menjadi akademisi, Diah Yuniti juga dikenal sebagai aktivis LSM. Saat ini, dia menjadi Humas LSM Bali Sruti, yang sudah disandangnya sejak tahun 2007. Dia juga sempat menjadi Komisioner KPU Denpasar periode 2008-2013. *ind

Komentar