nusabali

Mari Buka Mata Hati Kita pada Anak Malang “I Gede Podana”

  • www.nusabali.com-mari-buka-mata-hati-kita-pada-anak-malang-i-gede-podana

I Gede Podana memang terlahir sebagai anak kurang beruntung dibandingkan umat manusia lainnya. Lelaki yang kini sudah berusia 27 tahun ini memiliki kondisi fisik yang tidak normal seperti anak seusianya. 

Dalam usia yang sesungguhnya sudah dewasa, laki-laki lajang Podana, tinggi tubuhnya tidak lebih dari 150 cm. Kondisi ini disebabkan karena kelainan yang dideritanya sejak kecil.

Menurut penuturan ibunya, Ni Ketut Kerti (yang diceritakan kepada Ni Ketut Madri) bahwa I Gede Podana kecil, dahulu terlahir dengan kondisi kepala yang membesar dan kaki kecil. Mengingat kondisi keluarganya yang miskin, Podana tidak mendapatkan pengobatan serta asupan gizi yang memadai, sehingga menyebabkan Podana tidak mengalami pertumbuhan seperti anak-anak seusianya. Ia hanya bisa terbaring di tempat tidur. Seiring perjalanan waktu, Podana tumbuh dengan kondisi tubuh yang tidak normal. Ia tidak bisa berjalan karena kakinya yang mengecil. Suatu ketika, nasib baik berpihak kepada keluarga Podana. 

Seorang “Bule” yang terketuk hatinya dengan kondisi Podana maupun keluarga Podana yang memprihatinkan, memberi bantuan kursi roda kepada anak malang ini. Dari kursi roda itu, Podana mulai bisa menikmati lingkungan sekitarnya secara mandiri. Tuhan berkehendak kepada umatnya yang malang, Podana mulai bisa berjalan tanpa bantuan kursi roda untuk berkeliling disekitar lingkungannya. Namun karena pertumbuhannya yang tidak normal, ia hanya bisa berjalan dengan menyeret kedua kakinya yang lemah. Oleh sebab itu, ia membutuhkan sepatu untuk melindungi kakinya agar tidak luka terseret. 

Menurut cerita Ni Ketut Madri yang menjadi tetangga Podana, dalam sebulan Podana bisa menghabiskan dua pasang sepatu sebagai pelindung kakinya. “Sepatunya cepat robek, karena terus diseret ketika berjalan”, cerita Madri lebih lanjut. Orangtuanya yang miskin tentu tidak sanggup untuk membelikan anak tunggal ini sepatu baru. Masih beruntung ada tetangga-tetangganya yang punya sepatu bekas yang disumbangkan kepada Podana. Kini ia masih bisa menikmati keindahan alam sekitarnya karena masih punya sepatu sebagai pelindung kakinya. Bagaimana nasib Podana jika tetangga sekitarnya tidak lagi memiliki sepatu bekas seukuran kaki Podana? Mungkinkan ia akan kembali hanya duduk atau berbaring di dalam gubuknya yang sederhana?

Pertanyaan-pertanyan di atas tentu mungkin saja terjadi, mengingat ia tumbuh di tengah keluarga yang teramat miskin. Podana dilahirkan 7 Mei 1990 di Lingkungan Dukuh Bukit Ngandang, Kelurahan Karangasem, Kecamatan Karangasem-Bali ini dari pasangan I Gede Sumping dengan Ni Wayan Kerti, bersaudara tunggal. Ia telah lama menjadi anak yatim yang miskin.

Bapaknya, seorang buruh serabutan telah lama meninggalkannya untuk selama-lamanya. Dalam kesehariannya, ia menjalani hidup sederhana bersama ibunya (Ni Wayan Kerti) yang kini telah berusia renta (± 65 tahun). Keluarga miskin yang hanya memiliki gubuk sederhana ini mengandalkan biaya hidup sehari-hari dari penghasilan sebagai buruh serabutan. Dari sisa-sisa tenaga di usianya yang kian renta itu, Ni Wayan Kerti selalu siap membantu para tetangga yang memerlukan jasanya agar bisa menghidupi putra sulungnya, I Gede Podana. “Itu pun jika ada yang menawarinya”, kata wanita tangguh, Ni Wayan Kerti dengan pandangan mata yang sedikit pasrah.

Semangat boleh membara, namun waktu tak bisa diputar balik. Begitupun perjalanan usia Ni Ketut Kerti, tentu akan terus merambah dan membuat fisiknya tidak kuat lagi untuk mencarikan diri dan anak semata wayangnya, I Gede Podana nafkah. Pada saat-saat seperti itu, bisa dibayangkan siapa yang akan mengurus keluarga ini karena keluarga ini juga sebatang kara.

Kisah ini semoga membuat hati kita merasa iba dan membukakan nurani kita untuk bisa berbagi antar sesama. Untuk itu, melalui berita kisah ini semoga kita-kita yang beruntung dan memiliki kepedulian dan sudi kiranya membagi rezekinya kepada keluarga I Gede Podana. Untuk saat ini, bantuan mendesak yang dibutuhkan adalah sepatu-sepatu bekas ukuran anak-anak agar Podana masih bisa menikmati udara segar alam sekitarnya. Rumahnya yang teramat sederhana, tentu juga berharap ada program bedah rumah dari pemerintah atau pun dari pihak-pihak lain yang memiliki kepedulian kepada sesama.*



*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar