nusabali

Pasir Dilelang, Nihil Pembeli

  • www.nusabali.com-pasir-dilelang-nihil-pembeli

Harga pasir dari tempat mengambil, ongkos angkut, dan pajak sebesar Rp 1.022.000, dilelang Rp 900 ribu per truk.

AMLAPURA, NusaBali
Asosiasi Pertiwi Agung yang koordinasikan depo pasir di Banjar Bumbung sari, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem, menggelar lelang pasir. Meski harga pasir dilelang Rp 900.000 per truk namun nihin pembeli. Harga pasir dijual miring karena para pemilik depo dikejar tunggakan sewa lahan Rp 40 juta per bulan. Nihilnya pembeli diakibatkan truk-truk pengangkut pasir lebih memilih membeli langsung di lokasi galian C.

Sekretaris Asosiasi Pertiwi Agung, I Nyoman Arya, mengatakan depo pasir di Banjar Bumbung Sari, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, menampung 1.500 meterkubik pasir. Harga pasir dilelang Rp 900.000 per truk. Anggota Asosiasi Pertiwi Agung mengambil pasir di lokasi galian C dengan harga Rp 650.000, ongkos angkut Rp 250.000, dan pajak Rp 122.500. Total biaya beli dan ambil pasir di lokasi galian C mencapai Rp 1,022 juta. “Kami rela rugi. Tawarkan pasir dengan harga Rp 800.000 hingga Rp 900.000, juga tidak ada yang mau beli,” keluh Nyoman Arya, Senin (9/4).

Sebelumnya, Asosiasi Pertiwi Agung Kecamatan Kubu sempat menghadap Sekda Karangasem I Gede Adnya Muliadi, Senin (26/3) terkait berdirinya depo pasir yang dipermasalahkan warga. Dalam pertemuan itu, Pemkab Karangasem memberikan toleransi beraktivitas hingga material di depo habis terjual. Saat kesepakatan itu dilakukan, di depo menampung pasir 2.500 meterkubik. Setelah seminggu berjalan, terjual 1.000 meterkubik, sisanya 1.500 meterkubik. “Kami jadi bingung. Meski dilelang tidak ada yang mau beli. Sementara lahan sewa 2,5 hektare mesti dibayar Rp 40 juta per bulan,” tambahnya.

Nyoman Arya mengungkapkan, bangun depo pasir di Banjar Bumbung Sari karena Gunung Agung erupsi yang berdampak tidak ada yang berani mengambil pasir ke lokasi galian C. Setelah erupsi mereda, truk langsung ke galian dan enggan ambil pasir di depo. “Padahal depo dibangun untuk membantu memudahkan pembeli dan menstabilkan harga,” lanjutnya. Sementara Sekda I Gede Adnya Muliadi, mengakui menyetujui aktivitas depo hanya hingga material pasir yang ditampung habis terjual. “Kenyataannya di lapangan situasinya berbeda. Truk-truk enggan datang ke depo, lebih memilih ke lokasi galian ambil material,” jelas Adnya Muliadi. *k16

Komentar