Pintu Air Bendung Tersumbat Sampah, Warga Khawatir Banjir Susulan
Banjir yang terjadi di Banjar/Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana, Selasa (10/4) sore, menyisakan sampah di pintu air Bendung Banyubiru I, Sungai Remojo, di sekitar pemukiman warga.
NEGARA, NusaBali
Sumbatan sampah berupa tumpukan kayu dalam jumlah cukup banyak yang belum tertangani secara maksimal, Rabu (11/4), itu dikhawatirkan memicu banjir susulan ketika kembali terjadi hujan deras.
Berdasar pantauan pada Rabu siang kemarin, tumpukan kayu yang terbawa banjir sehari sebelumnya itu, hampir menutupi seluruh pintu air bendung. Untuk membersihkan sampah tersebut, tampak dilakukan dua orang, yakni sang penjaga bendung setempat bersama seorang temannya, yang sengaja ingin mengambil kayu yang terbawa arus air saat banjir. Kayu-kayu tersebut dijadikan kayu bakar.
“Sudah dari tadi pagi kami bersihkan, dan baru dapat sedikit. Saya juga masih istirahat, karena jari luka kena pecahan bambu pas turun tadi,” kata penjaga bendung, I Ketut Wastika, 50, sembari menunjukkan luka ketiga jari tangan kirinya yang dibalut dengan kain.
Menurut Wastika, untuk membersihkan sampah di pintu air bendung, dia biasa mengajak krama Subak Baluk. Namun dia mengaku belum sempat menghubungi pihak subak. Normalnya, untuk membersihkan sampah yang terpantau Rabu kemarin itu, diperkirakan perlu waktu sekitar tiga hari. “Itu pun kalau tidak ada hujan. Nanti kalau hujan lagi dan belum semua sampah dibersihkan, kemungkinan lebih parah banjirnya. Sementara cuma bisa berdoa saja, mudah-mudahan tidak ada hujan dan banjir lagi,” harap sang penjaga bendung dari Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Jembrana ini.
Wastika menambahkan, setiap terjadi hujan yang berpotensi memicu banjir, seluruh pintu air di bendung ini langsung u dibuka. Meski sudah dibuka sebelum banjir, sampah kayu selalu menumpuk di pintu air bendung. Pasalnya, lima pintu air yang ada di bendung tempat pengaturan air menuju Subak Baluk ini, ukurannya sangat kecil, sehingga sulit dilewati sampah. Terutama sampah kayu, termasuk sejumlah sampah rumah tangga yang dibuang sembarangan di sisi sungai. “Selain masalah di pintu bendung dan pendangkalan sungai, sebenarnya di sebelah utara bendung yang menjadi tempat air meluap ke rumah-rumah warga itu juga tidak disender. Selain itu, banyak warga membuat sampah sembarang di sisi sungai,” ujarnya.
Sementara Kepala Dinas PUPRPKP Jembrana I Wayan Darwin, mengatakan, pihaknya bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida sudah beberapa kali ke lokasi guna memantau dan mengkaji permasalahan banjir. Menurutnya, solusi pelebaran atau normalisasi sungai, hanya merupakan solusi sementara. Namun faktor utama adalah perilaku masyarakat yang tidak sadar menjaga lingkungan. “Nanti kalau dilebarkan, atau dibuatkan senderan, tetapi masih banyak orang buang sampah sembarang, tetap akan terjadi banjir. Kesadaran bersama yang terpenting,” katanya.
Terbukti, kata Darwin, banjir dari Sungai Remojo yang meluap ke rumah warga seputaran Banjar/Desa Kaliakah itu, mulai intens terjadi sekitar tahun 2015. Sedangkan untuk masalah pendangkalan sungai, ataupun pintu air di Bendung Banyubiru I, sudah ada jauh sebelumnya. “Kami rasa, pemerintah juga pasti ingin membantu, bagimana agar tidak terjadi banjir ke rumah-rumah warga. Tetapi kembali lagi, kalau tidak ada kesadaran menjaga lingkungan yang menjadi penyebab banjir, lama-lama penanggulangan yang dilakukan, akan tidak berguna,” ujar Darwin yang juga mantan Kepala Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Pertamanan (LHKP) Jembrana. *ode
Berdasar pantauan pada Rabu siang kemarin, tumpukan kayu yang terbawa banjir sehari sebelumnya itu, hampir menutupi seluruh pintu air bendung. Untuk membersihkan sampah tersebut, tampak dilakukan dua orang, yakni sang penjaga bendung setempat bersama seorang temannya, yang sengaja ingin mengambil kayu yang terbawa arus air saat banjir. Kayu-kayu tersebut dijadikan kayu bakar.
“Sudah dari tadi pagi kami bersihkan, dan baru dapat sedikit. Saya juga masih istirahat, karena jari luka kena pecahan bambu pas turun tadi,” kata penjaga bendung, I Ketut Wastika, 50, sembari menunjukkan luka ketiga jari tangan kirinya yang dibalut dengan kain.
Menurut Wastika, untuk membersihkan sampah di pintu air bendung, dia biasa mengajak krama Subak Baluk. Namun dia mengaku belum sempat menghubungi pihak subak. Normalnya, untuk membersihkan sampah yang terpantau Rabu kemarin itu, diperkirakan perlu waktu sekitar tiga hari. “Itu pun kalau tidak ada hujan. Nanti kalau hujan lagi dan belum semua sampah dibersihkan, kemungkinan lebih parah banjirnya. Sementara cuma bisa berdoa saja, mudah-mudahan tidak ada hujan dan banjir lagi,” harap sang penjaga bendung dari Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Jembrana ini.
Wastika menambahkan, setiap terjadi hujan yang berpotensi memicu banjir, seluruh pintu air di bendung ini langsung u dibuka. Meski sudah dibuka sebelum banjir, sampah kayu selalu menumpuk di pintu air bendung. Pasalnya, lima pintu air yang ada di bendung tempat pengaturan air menuju Subak Baluk ini, ukurannya sangat kecil, sehingga sulit dilewati sampah. Terutama sampah kayu, termasuk sejumlah sampah rumah tangga yang dibuang sembarangan di sisi sungai. “Selain masalah di pintu bendung dan pendangkalan sungai, sebenarnya di sebelah utara bendung yang menjadi tempat air meluap ke rumah-rumah warga itu juga tidak disender. Selain itu, banyak warga membuat sampah sembarang di sisi sungai,” ujarnya.
Sementara Kepala Dinas PUPRPKP Jembrana I Wayan Darwin, mengatakan, pihaknya bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida sudah beberapa kali ke lokasi guna memantau dan mengkaji permasalahan banjir. Menurutnya, solusi pelebaran atau normalisasi sungai, hanya merupakan solusi sementara. Namun faktor utama adalah perilaku masyarakat yang tidak sadar menjaga lingkungan. “Nanti kalau dilebarkan, atau dibuatkan senderan, tetapi masih banyak orang buang sampah sembarang, tetap akan terjadi banjir. Kesadaran bersama yang terpenting,” katanya.
Terbukti, kata Darwin, banjir dari Sungai Remojo yang meluap ke rumah warga seputaran Banjar/Desa Kaliakah itu, mulai intens terjadi sekitar tahun 2015. Sedangkan untuk masalah pendangkalan sungai, ataupun pintu air di Bendung Banyubiru I, sudah ada jauh sebelumnya. “Kami rasa, pemerintah juga pasti ingin membantu, bagimana agar tidak terjadi banjir ke rumah-rumah warga. Tetapi kembali lagi, kalau tidak ada kesadaran menjaga lingkungan yang menjadi penyebab banjir, lama-lama penanggulangan yang dilakukan, akan tidak berguna,” ujar Darwin yang juga mantan Kepala Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Pertamanan (LHKP) Jembrana. *ode
Komentar