Oknum Staf BPN Diduga Tipu Warga
Seorang warga diminta uang Rp 10 juta untuk urus sertifkat tanah. Namun sudah tiga tahun, sertifikat tanah belum juga kelar, uang pun tak kembali.
TABANAN, NusaBali
Salah seorang warga, I Ketut S, asal Desa Belumbang, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, menjadi korban penipuan oleh oknum staf Badan Pertanahan Negara (BPN) Tabanan, KS, dalam pengurusan sertifikat.
Ketut S dimintai uang total Rp 10 juta lebih untuk pengurusan sertifikat tanah tegalan seluas 6 are. Ternyata hingga tiga tahun sertifikat itu belum selesai. Padahal uang Rp 10 juta lebih sudah diambil oleh KS. Hingga akhirnya Ketut S, mengikuti program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2017.
Ketut S menceritakan awal dia kena tipu dalam pengurusan sertifikat pada tahun 2015 itu, berawal dari ingin mensertifikatkan tanah tegalan miliknya seluas 6 are. Karena dia tidak sempat mengurus lantaran sedang ada kerja proyek, dia menginginkan ada yang bantu mengurus.
Kebetulan saat itu mantan kelian dinas setempat I NS, tahun 2015 kenal dengan staf BPN atas nama KS selaku oknum yang diduga melakukan penipuan. “Saat itu saya ditelepon pak kelian diminta uang sekitar Rp 4 juta atas permintaan Pak KS. Uang saya serahkan langsung dilengkapi dengan kwitansi dan tanda tangan pak kelian. Dan uang ini memang sudah diserahkan ke pak KS,” ujarnya ketika ditemui di rumahnya, Kamis (12/4).
Lanjutnya, setelah dua bulan uang tersebut diserahkan, dia diminta untuk melengkapi berkas permohonan sertifikat. Bahkan dirinya yang mencari tanda tangan kelian adat, kelian dinas, dan camat. “Setelah lengkap saya mencari tanda tangan tersebut, berkas saya serahkan ke kelian dinas,” jelasnya.
Namun setelah ditunggu sekitar satu tahun lebih pengurusan sertifikat itu tak ada kabar. Suatu kali korban Ketut S bertemu dengan KS di rumah tetangganya. Tetangganya itu juga akan diurus sertifikatnya oleh KS.
KS mengatakan kepada korban Ketut S saat itu bahwa pendaftarannya dibilang kadaluwarsa dan uang yang sebelumnya sempat dikasih tersebut otomatis hangus. Dan kalau akan mengurus kembali, harus mengurus ulang.
“Karena saya memang perlu sertifikat, saya tanyakan lagi ke dia (KS), berapa dikenakan biaya? Kata dia (KS) sekitar Rp 4,2 juta. Dan dia mengatakan ini sertifikat sudah jadi tinggal terima saja, tetapi di tengah perjalanan dibilang SPPT tanah yang akan disertifikatkan belum bayar, diminta lagi saya uang sekitar Rp 300 ribu, sehingga total uang yang saya berikan saat itu Rp 4,5 juta,” beber Ketut S.
Namun tanpa diduga, oknum staf BPN KS ini kembali lagi datang ke rumah Ketut S, meminta uang lagi Rp 1.700.000 dengan alasan supaya pengurusan sertifikat bisa cepat selesai. Dan karena percaya dan omongannya, Ketut S lagi-lagi memberikan. “Waktu saya percaya sama dia, dan saya juga lagi sibuk kebetulan ada proyek sehingga tidak sempat ngurus sendiri, makanya saya kasih lagi uang itu,” ucap Ketut S.
Namun setelah ditunggu kembali sekitar 2 bulan lebih, lagi-lagi sertifikat tersebut tidak ada kabar. Karena lama, akhirnya awal tahun 2017, Ketut S mendengar adanya program PTSL. Dia pun sempat meminta pertimbangan ke oknum KS. Dan KS mengizinkan dengan alasan uang yang sudah pernah diberikan akan dikembalikan. “Sertifikat saya sudah keluar lewat program PTSL. Namun lewat dia (KS) tak kunjung ada kabar. Saya menunggu uang saya kembali,” jelasnya.
Namun uang Ketut S tidak pernah dikembalikan sampai saat ini. Oknum KS selalu berjanji akan melunasi, namun ketika diminta sesuai dengan janji selalu ada alasan. Bahkan sudah sempat dicari ke rumahnya di Desa Megati, Kecamatan Selemadeg Timur, selalu dijanjikan.
Dan bahkan kabarnya, di wilayah korban Ketut S, tidak hanya Ketut S yang diduga kena tipu, ada juga Putu S sudah kena tipu sekitar Rp 9 juta dan sertifikat tanahnya tak kunjung selesai. Namun sayang ketika didatangi ke rumahnya Putu S sedang bekerja di Denpasar. Tetapi ada juga yang sudah keluar sertifikatnya namun memerlukan dana yang cukup besar hingga puluhan juta rupiah.
Kepala BPN Tabanan I Made Sudarma mengatakan, atas informasi tersebut dia akan tampung dan segera melakukan pemanggilan kepada oknum dimaksud. “Dan kalau terbukti itu kami akan lakukan pembinaan bila perlu mutasi jabatan,” ujarnya.
Di samping itu, BPN memiliki penyidik PNS untuk melakukan penindakan. Karena penindakan ada mulai ringan, sedang, dan berat. “Kami ada aturan juga, ada proses. Kalau ada seperti ini, ini adalah oknum,” jelasnya.
Sudarma menyarankan kepada semua masyarakat dalam mengurus sertifikat hendaknya diurus sendiri. Jangan mengandalkan pihak ketiga. “Silakan urus sendiri ke BPN supaya tahu bagaimana proses dan biaya-biaya. Kalau sudah urus sendiri aman, ini untuk hindari pungli,” tegasnya. *d
Salah seorang warga, I Ketut S, asal Desa Belumbang, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, menjadi korban penipuan oleh oknum staf Badan Pertanahan Negara (BPN) Tabanan, KS, dalam pengurusan sertifikat.
Ketut S dimintai uang total Rp 10 juta lebih untuk pengurusan sertifikat tanah tegalan seluas 6 are. Ternyata hingga tiga tahun sertifikat itu belum selesai. Padahal uang Rp 10 juta lebih sudah diambil oleh KS. Hingga akhirnya Ketut S, mengikuti program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2017.
Ketut S menceritakan awal dia kena tipu dalam pengurusan sertifikat pada tahun 2015 itu, berawal dari ingin mensertifikatkan tanah tegalan miliknya seluas 6 are. Karena dia tidak sempat mengurus lantaran sedang ada kerja proyek, dia menginginkan ada yang bantu mengurus.
Kebetulan saat itu mantan kelian dinas setempat I NS, tahun 2015 kenal dengan staf BPN atas nama KS selaku oknum yang diduga melakukan penipuan. “Saat itu saya ditelepon pak kelian diminta uang sekitar Rp 4 juta atas permintaan Pak KS. Uang saya serahkan langsung dilengkapi dengan kwitansi dan tanda tangan pak kelian. Dan uang ini memang sudah diserahkan ke pak KS,” ujarnya ketika ditemui di rumahnya, Kamis (12/4).
Lanjutnya, setelah dua bulan uang tersebut diserahkan, dia diminta untuk melengkapi berkas permohonan sertifikat. Bahkan dirinya yang mencari tanda tangan kelian adat, kelian dinas, dan camat. “Setelah lengkap saya mencari tanda tangan tersebut, berkas saya serahkan ke kelian dinas,” jelasnya.
Namun setelah ditunggu sekitar satu tahun lebih pengurusan sertifikat itu tak ada kabar. Suatu kali korban Ketut S bertemu dengan KS di rumah tetangganya. Tetangganya itu juga akan diurus sertifikatnya oleh KS.
KS mengatakan kepada korban Ketut S saat itu bahwa pendaftarannya dibilang kadaluwarsa dan uang yang sebelumnya sempat dikasih tersebut otomatis hangus. Dan kalau akan mengurus kembali, harus mengurus ulang.
“Karena saya memang perlu sertifikat, saya tanyakan lagi ke dia (KS), berapa dikenakan biaya? Kata dia (KS) sekitar Rp 4,2 juta. Dan dia mengatakan ini sertifikat sudah jadi tinggal terima saja, tetapi di tengah perjalanan dibilang SPPT tanah yang akan disertifikatkan belum bayar, diminta lagi saya uang sekitar Rp 300 ribu, sehingga total uang yang saya berikan saat itu Rp 4,5 juta,” beber Ketut S.
Namun tanpa diduga, oknum staf BPN KS ini kembali lagi datang ke rumah Ketut S, meminta uang lagi Rp 1.700.000 dengan alasan supaya pengurusan sertifikat bisa cepat selesai. Dan karena percaya dan omongannya, Ketut S lagi-lagi memberikan. “Waktu saya percaya sama dia, dan saya juga lagi sibuk kebetulan ada proyek sehingga tidak sempat ngurus sendiri, makanya saya kasih lagi uang itu,” ucap Ketut S.
Namun setelah ditunggu kembali sekitar 2 bulan lebih, lagi-lagi sertifikat tersebut tidak ada kabar. Karena lama, akhirnya awal tahun 2017, Ketut S mendengar adanya program PTSL. Dia pun sempat meminta pertimbangan ke oknum KS. Dan KS mengizinkan dengan alasan uang yang sudah pernah diberikan akan dikembalikan. “Sertifikat saya sudah keluar lewat program PTSL. Namun lewat dia (KS) tak kunjung ada kabar. Saya menunggu uang saya kembali,” jelasnya.
Namun uang Ketut S tidak pernah dikembalikan sampai saat ini. Oknum KS selalu berjanji akan melunasi, namun ketika diminta sesuai dengan janji selalu ada alasan. Bahkan sudah sempat dicari ke rumahnya di Desa Megati, Kecamatan Selemadeg Timur, selalu dijanjikan.
Dan bahkan kabarnya, di wilayah korban Ketut S, tidak hanya Ketut S yang diduga kena tipu, ada juga Putu S sudah kena tipu sekitar Rp 9 juta dan sertifikat tanahnya tak kunjung selesai. Namun sayang ketika didatangi ke rumahnya Putu S sedang bekerja di Denpasar. Tetapi ada juga yang sudah keluar sertifikatnya namun memerlukan dana yang cukup besar hingga puluhan juta rupiah.
Kepala BPN Tabanan I Made Sudarma mengatakan, atas informasi tersebut dia akan tampung dan segera melakukan pemanggilan kepada oknum dimaksud. “Dan kalau terbukti itu kami akan lakukan pembinaan bila perlu mutasi jabatan,” ujarnya.
Di samping itu, BPN memiliki penyidik PNS untuk melakukan penindakan. Karena penindakan ada mulai ringan, sedang, dan berat. “Kami ada aturan juga, ada proses. Kalau ada seperti ini, ini adalah oknum,” jelasnya.
Sudarma menyarankan kepada semua masyarakat dalam mengurus sertifikat hendaknya diurus sendiri. Jangan mengandalkan pihak ketiga. “Silakan urus sendiri ke BPN supaya tahu bagaimana proses dan biaya-biaya. Kalau sudah urus sendiri aman, ini untuk hindari pungli,” tegasnya. *d
Komentar