nusabali

Gerindra: Jokowi Bikin Kebijakan Populis

  • www.nusabali.com-gerindra-jokowi-bikin-kebijakan-populis

Gerindra menilai sebagai bentuk ketidakpercayaan diri Jokowi berkompetisi di Pilpres 2019 melawan Prabowo

JAKARTA, NusaBali
Menjelang Pilpres 2019, Presiden Joko Widodo disebut mengeluarkan kebijakan-kebijakan populis. Gerindra menilai Jokowi ingin mendongkrak elektabilitas dan mengalahkan Prabowo Subianto."Hasil survei beliau (Jokowi) stagnan di angka 40 persen. Mendekati pemilu kemudian dia mengambil kebijakan populis," kata Wasekjen Gerindra Andre Rosiade kepada wartawan, seperti dilansir detikcom, Kamis (12/4).

Kebijakan populis yang dimaksud Andre di antaranya penurunan tarif jalan tol dan penambahan jumlah penerima bantuan sosial dalam Program Keluarga Harapan (PKH). Jokowi juga belakangan mengeluarkan kebijakan penambahan subsidi energi, penambahan tugas penyaluran BBM Premium ke Pertamina, kewajiban persetujuan pemerintah terhadap kenaikan harga BBM nonsubsidi, hingga tak menaikkan harga solar dan Premium sampai 2019.

Namun Andre menyebut kebijakan itu wajar diaplikasikan Jokowi menjelang akhir masa pemerintahannya. Hal ini menunjukkan ketidakpercayaan diri Jokowi berkompetisi di Pilpres 2019. "Kami menanggap itu wajar dilajukan Pak Jokowi melihat elektabilitas beliau yang saat ini belum aman," ujar Andre. Terlebih, sebut Andre, Jokowi akan kembali berhadapan dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto di pilpres mendatang. Menurutnya, Prabowo merupakan tandingan tersulit Jokowi.

Karena itu, Jokowi buru-buru mengambil langkah dengan mengeluarkan kebijakan populis untuk merebut hati rakyat. "Ditambah lagi beliau akan menghadapi rematch dengan Pak Prabowo yang dia tahu sulit ditaklukkan," jelasnya. "Jadi sangat wajar Pak Jokowi mengambil kebijakan itu," tutup Andre.

PKS juga menilai Presiden Jokowi merancang kebijakan populis atau yang menyenangkan orang, demi kesuksesan di Pilpres 2019. PKS pun mengkritisinya. "Ini memang populis," kata senior PKS yang duduk di Komisi Bidang Keuangan DPR, Refrizal kepada detikcom, Kamis (12/4).

Refrizal mengaku merasakan perubahan kebijakan Jokowi yang semula cenderung menguatkan sektor infrastruktur, namun jelang 2019 berubah cenderung ke arah penguatan bantuan sosial. Hal ini dia ketahui saat mengikuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Sumatera Barat beberapa waktu lalu. "Arahnya memang ke Bansos dan (untuk) infrastruktur dikurangi," ujar anggota Komisi XI itu.

Ada pula kebijakan populis pemerintahan Jokowi untuk tidak menaikkan harga solar dan premium hingga 2019. Sumber dana untuk menekan harga solar dan premium hingga 2019 belum pasti. Refrizal pun khawatir, Pertamina sebagai BUMN malah menjadi terbebani. "Pertamina tak boleh menanggung beban. Dia boleh menyalurkan, tapi beban harga murah tidak boleh ditanggung Pertamina, melainkan harus melalui subsidi. Sedangkan bila dari APBN, pemerintah belum mengajukan," tuturnya.

Bilapun mengambil dana dari APBN demi pelayanan publik, pos anggarannya disebut Refrizal tak akan mencukupi sebagaimana yang diinginkan Jokowi. Padahal BUMN tidak boleh dirugikan. "Jangan Pak Jokowi demi popularitas membebani salah satu BUMN. Ujungnya secara tidak langsung membebani negara," kata Refrizal mewanti-wanti.

Memang populisme adalah sah selama sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tidak merugikan negara. Namun Refrizal juga melihat, arah populisme Jokowi belakangan ini bertujuan untuk kemenangan di Pilpres 2019. "Ya nggak boleh. Itu namanya kampanye menggunakan anggaran negara. Jangan memanfaatkan posisi sebagai Presiden," tandas Refrizal. *

Komentar