nusabali

Kisah Pasangan Lansia Miskin 'Kaki Rai dan Dadong Kari'

  • www.nusabali.com-kisah-pasangan-lansia-miskin-kaki-rai-dan-dadong-kari

Kamis, 13 April 2018 sekitar pukul 13.00 wita dalam kondisi cuaca yang gerah, saya diantar oleh Pak Nyoman Pasek menyusuri jalan setapak bersemak-belukar di Lingkungan Batan Nyuh Kaler, Kelurahan Karangasem. 

Niat saya adalah untuk menemui pasutri lansia yang hidup di bawah garis kemiskinan di lingkungan tersebut.

Dalam perjalanan, saya sempat bertanya kepada Pak Nyoman Pasek, “Pak jika ada keluarga di lingkungan ini yang sakit, bagaimana caranya mengantar berobat?” “Ya terpaksa harus digendong”, kata Pak Pasek lebih lanjut.

Sungguh saya tidak menduga jika di lingkungan yang berstatus di bawah naungan kelurahan masih ada infrastruktur jalan setapak yang masih sangat memprihatinkan.

Akhirnya, saya sampai pada sebuah pondok yang dihuni oleh pasangan lansia miskin Kaki I Wayan Rai (70 tahun) dan Dadong Ni Wayan Kari (75 tahun). Kehadiran saya bersama Pak Nyoman Pasek, diterima di teras rumah sederhana anaknya, yang bernama I Ketut Pasek (36 tahun), bersama menantu dan dua orang cucunya.

Kaki Rai dan Dodong Kari adalah pasangan lansia yang kurang beruntung menjalani kerasnya kehidupan abad 21 ini. Pasangan lansia ini hidup di bawah garis kemiskinan, di tengah gubuk sederhana, tanpa listrik atau sumber air bersih. Dapur yang sekaligus tempat tidurnya hanya berdindingkan “citakan” tanpa diplester dan beralaskan tanah, sangat jauh dari kesan layak untuk dihuni. Tetapi itulah tempat berteduh satu-satunya yang mereka miliki sampai saat ini.

“Genahe puniki nenten duwen tityang”, ungkap Kaki Kari dengan tatapan mata kosong. Lebih lanjut pasutri ini bercerita, jika tempat yang mereka tinggali bersama juga dengan anak, menantu, dan cucunya adalah tanah milik orang lain. Keluarga ini hanyalah petani penggarap saja.

Ketika ditanya tentang anggota keluarganya, Kaki Rai berkisah bahwa hasil pernikahannya dengan Dadong Kari sesungguhnya dikaruniai 5 orang anak, namun 3 di antaranya telah meninggal dunia saat masih kecil. Tinggallah 2 orang anak yang tumbuh dewasa di tengah-tengah keluarga miskin ini, yaitu Ni Nengah Juti dan I Ketut Pasek. 

Ni Nengah Juti, anak perempuannya sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Begitu pun anak laki-laki satu-satunya I Ketut Pasek (36 tahun) juga sudah berumah tangga dengan Kadek Budiani (30 Tahun) dan dikaruniai 2 orang putra: I Wayan Sutrawan (siswa kelas IX SMP Negeri 1 Amlapura) dan I Nengah Dwi Aprilana (siswa kelas 3 SDN 7 Karangasem).

Mengingat kedua anaknya sudah berumah tangga, Kaki Rai bersama Dadong Kari hidup berdua sebagai pasutri lansia. Kondisi tenaganya yang sudah lemah, membuatnya tidak berdaya lagi untuk bekerja mencari nafkah buat kehidupannya sehari-hari. Istrinya, Dadong Rai malah lebih parah kondisinya, di samping sudah tua dan lemah, juga mengalami stroke ringan sejak beberapa tahun lalu. 

Alhasil, untuk makan sehari-hari Kaki Rai mengaku mendapatkan uang dari penjualan buah kelapa jatuh yang ia pungut di kebun garapannya atau kebun tetangganya. Hal itu dibenarkan juga oleh anaknya, I Ketut Pasek yang mengaku hanya sesekali bisa membantu menafkahi orangtuanya karena kehidupan keluarga kecilnya juga sulit. Bisa dibayangkan betapa sulit kehidupan pasangan lansia ini.  I Ketut Pasek sebagai tulang punggung keluarga, juga mengaku tidak memiliki pekerjaan tetap.

“Saya bekerja buruh serabutan. Kadang jadi buruh bongkar buah di Pasar Karang Sokong Amlapura, saat hari-hari raya”, kata I Ketut Pasek lebih lanjut. Intinya, sebagai kepala rumah tangga ia tidak memiliki pekerjaan tetap. Ia sendiri mengaku kesulitan juga menafkahi 2 orang anaknya serta istrinya yang hanya menjadi ibu rumah tangga, sehingga tidak bisa maksimal membantu kedua orangtuanya yang sudah lansia, walau sekadar untuk memberi makan sehari-hari. 

Sungguh malang nasib pasangan lansia ini, semoga kita-kita yang beruntung masih diberikan rezeki dan kesehatan oleh-Nya bisa membuka mata hati untuk pasutri Kaki I Wayan Rai (70 tahun) dan Dadong Ni Wayan Kari (75 tahun) agar juga bisa sekadar makan minum yang cukup pada sisa-sisa hidup mereka. 

Di akhir perbincangan kami, Kaki I Wayan Rai dan Dadong Ni Wayan Kari menitip harapan akan adanya uluran tangan dari pemerintah atau pun para dermawan untuk diri mereka.             

“Jadilah kaya dengan merasa cukup, dan tetaplah kaya dengan berbagi. Jika kita menanam benih kebajikan, suatu hari kita pula yang akan menuai hasilnya.”

Penulis : I Wayan Kerti


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar