Perusahaan Pariwisata Diajak Go Public
Masuk di bursa saham menjadi sarana memobilisasi dana besar jangka panjang sehingga ikut membesarkan perusahaan serta sebagai sarana investasi.
DENPASAR, NusaBali
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengajak perusahaan lokal di Bali khususnya yang bergerak di sektor pariwisata untuk melakukan penawaran saham kepada masyarakat atau go public karena potensi yang besar untuk mendapatkan sumber pendanaan jangka panjang.
"Di Bali yang potensial itu berhubungan dengan konsumen dan pariwisata karena untuk komoditi tidak begitu besar," kata Direktur Utama BEI Tito Sulistio setelah membuka kantor baru perwakilan BEI di Denpasar, Minggu (15/4).
Menurut Tito, sektor pariwisata di Bali juga berbasis kebutuhan konsumen dengan didukung industri yang sudah terbentuk dan dikenal masyarakat. Dia menyebutkan salah satu contoh kawasan seni dan pariwisata di Desa Celuk, Kabupaten Gianyar, yang banyak berdiri perusahaan perhiasan perak.
Selain itu juga ada daerah yang terkenal dengan kerajinan seni seperti kawasan Ubud di Kabupaten Gianyar. Begitu juga perusahaan agen perjalanan wisata yang dengan skala besar juga banyak berdiri di Bali sehingga potensi besar untuk melantai di bursa saham.
Dia mengungkapkan perusahaan pariwisata itu mulai dari perusahaan jaringan perhotelan, toko modern, kapal pesiar hingga usaha lainnya. "Kalau secara legal dan administrasi perusahaan sudah bersih, maka tiga hingga enam bulan perusahaan itu sudah bisa melantai di bursa," imbuhnya.
Tito mengungkapkan sebagian besar perusahaan daerah di Indonesia yang sejatinya memiliki potensi, namun masih terikat dengan persepsi yang masih belum terbentuk maksimal. "Semua konglomerasi di Indonesia karena 'go public' mereka jadi besar. Ini persepsi yang sangat penting, jangan menunggu besar dulu baru 'go public' tetapi karena 'go public' lah perusahaan jadi besar," ucap Tito.
Tito menjelaskan ada lebih dari 30 perusahaan harus melantai di bursa saham di antaranya sarana memobilisasi dana besar jangka panjang sehingga ikut membesarkan perusahaan serta sebagai sarana investasi.
Selain berbentuk PT, perusahaan yang bisa melakukan penawaran umum yakni memiliki nilai aset mencapai Rp5 miliar. Hingga saat ini sudah ada tiga perusahaan daerah di Bali yang mencatatkan namanya di lantai bursa saham yaitu PT Bali Towerindo Sentra Tbk, PT Bukit Uluwatu Villa Tbk, dan PT Island Concepts Indonesia Tbk.
Saat ini sudah ada satu perusahaan lokal dalam proses go public yakni Coco Mart, ritel berjaringan yang didirikan oleh pengusaha Nengah Natya. Selain toko modern, perusahaan lokal itu juga memiliki jaringan hotel dan perusahaan roti.Dengan kantor baru BEI Denpasar itu, ia mengharapkan menjadi sarana untuk edukasi dan sosialisasi pasar modal termasuk menarik minat perusahaan daerah melantai di bursa.
BEI Denpasar menjadi salah satu perwakilan yang memiliki kantor sendiri di luar Jakarta yang kini berada di Jalan Cok Agung Tresna Renon Denpasar setelah sebelumnya berada di Jalan PB Sudirman. Saat ini BEI memiliki 29 kantor perwakilan dan 358 galeri yang diharapkan menjadi alat utama meningkatkan literasi pasar modal kepada masyarakat. *ant,k17
"Di Bali yang potensial itu berhubungan dengan konsumen dan pariwisata karena untuk komoditi tidak begitu besar," kata Direktur Utama BEI Tito Sulistio setelah membuka kantor baru perwakilan BEI di Denpasar, Minggu (15/4).
Menurut Tito, sektor pariwisata di Bali juga berbasis kebutuhan konsumen dengan didukung industri yang sudah terbentuk dan dikenal masyarakat. Dia menyebutkan salah satu contoh kawasan seni dan pariwisata di Desa Celuk, Kabupaten Gianyar, yang banyak berdiri perusahaan perhiasan perak.
Selain itu juga ada daerah yang terkenal dengan kerajinan seni seperti kawasan Ubud di Kabupaten Gianyar. Begitu juga perusahaan agen perjalanan wisata yang dengan skala besar juga banyak berdiri di Bali sehingga potensi besar untuk melantai di bursa saham.
Dia mengungkapkan perusahaan pariwisata itu mulai dari perusahaan jaringan perhotelan, toko modern, kapal pesiar hingga usaha lainnya. "Kalau secara legal dan administrasi perusahaan sudah bersih, maka tiga hingga enam bulan perusahaan itu sudah bisa melantai di bursa," imbuhnya.
Tito mengungkapkan sebagian besar perusahaan daerah di Indonesia yang sejatinya memiliki potensi, namun masih terikat dengan persepsi yang masih belum terbentuk maksimal. "Semua konglomerasi di Indonesia karena 'go public' mereka jadi besar. Ini persepsi yang sangat penting, jangan menunggu besar dulu baru 'go public' tetapi karena 'go public' lah perusahaan jadi besar," ucap Tito.
Tito menjelaskan ada lebih dari 30 perusahaan harus melantai di bursa saham di antaranya sarana memobilisasi dana besar jangka panjang sehingga ikut membesarkan perusahaan serta sebagai sarana investasi.
Selain berbentuk PT, perusahaan yang bisa melakukan penawaran umum yakni memiliki nilai aset mencapai Rp5 miliar. Hingga saat ini sudah ada tiga perusahaan daerah di Bali yang mencatatkan namanya di lantai bursa saham yaitu PT Bali Towerindo Sentra Tbk, PT Bukit Uluwatu Villa Tbk, dan PT Island Concepts Indonesia Tbk.
Saat ini sudah ada satu perusahaan lokal dalam proses go public yakni Coco Mart, ritel berjaringan yang didirikan oleh pengusaha Nengah Natya. Selain toko modern, perusahaan lokal itu juga memiliki jaringan hotel dan perusahaan roti.Dengan kantor baru BEI Denpasar itu, ia mengharapkan menjadi sarana untuk edukasi dan sosialisasi pasar modal termasuk menarik minat perusahaan daerah melantai di bursa.
BEI Denpasar menjadi salah satu perwakilan yang memiliki kantor sendiri di luar Jakarta yang kini berada di Jalan Cok Agung Tresna Renon Denpasar setelah sebelumnya berada di Jalan PB Sudirman. Saat ini BEI memiliki 29 kantor perwakilan dan 358 galeri yang diharapkan menjadi alat utama meningkatkan literasi pasar modal kepada masyarakat. *ant,k17
Komentar