DLHK Kantongi 19 Calon Investor Garap TPA Suwung
Keluarnya Perpres No 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, langsung direspon Pemkot Denpasar melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK).
DENPASAR, NusaBali
Bahkan, sejumlah persiapan untuk merealisasikan program tersebut sudah dilakukan, seperti membentuk tim Penanggungjawab Proyek Kerjasama (PJPK). Terlebih saat ini sudah ada 19 calon investor yang siap mengambil proyek tersebut.
Hal ini ditegaskan Kepala DLHK Denpasar I Ketut Wisada saat ditemui disela-sela sidang paripurna DPRD, Senin (23/4) kemarin. “Kami siap untuk melakukan apa yang menjadi amanat dalam Perpres yang baru itu,” ujar Wisada.
Selain itu, DLHK akan mengusulkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup (LH) untuk mendapatkan hak pengelolaan lahan seluas 10 hektare di TPA Suwung. Lahan tersebut akan dijadikan areal untuk mengolah sampah menjadi energi listrik.
Dikatakan, pihaknya tinggal menunggu kepastian hak pengelolaan lahan dari Kementerian LH. Bila sudah ada jawaban, pihaknya akan melanjutkan kepada proses selanjutnya. Misalnya saja, membuat studi kelayakan (FS) serta dokumen lainnya. Langkah selanjutnya, yakni mengajukan proyek ini ke bagian pengadaan barang dan jasa, untuk proses lelang. “Bisa dilakukan dengan tender atau sistem kompetisi untuk menentukan rekanan,” katanya.
Wisada menambahkan, dengan turunnya perpres ini, tidak menggugurkan MoU yang telah ada sebelumnya, dengan pemerintah Sarbagita. “Ini sudah jelas di atur dalam Pasal 22 Perpres ini, yang menyebutkan kerjasama yang dibuat sebelum Perpres ini keluar, masih tetap berlaku,” jelas Wisada.
Sebelumnya, di TPA Suwung sudah ada investor yang mengolah sampah menjadi energi listrik. Investor itu, yakni PT Navigat Organik Energy Indonesia (NOEI). Namun, PT NOEI gagal mengelola sampah di TPA Suwung, sehingga berujung pada pemutusan kontrak. Dalam surat perjanjian dengan Badan Pengelola Kebersihan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) PT NOEI memiliki waktu selama 20 tahun untuk mengelola sampah di TPA Suwung.
Sampah yang diolah itu akan menghasilkan listrik sebesar 9 MW. Sayangnya, dalam realisasinya PT NOEI tidak berhasil, sehingga kerjasama yang ditandatangani pada 2 April 2004 tersebut diputus di tengah jalan. Pemutusan kerjasama tersebut ditandatangani Kamis, 9 Juni 2016 di Jakarta. *m
Hal ini ditegaskan Kepala DLHK Denpasar I Ketut Wisada saat ditemui disela-sela sidang paripurna DPRD, Senin (23/4) kemarin. “Kami siap untuk melakukan apa yang menjadi amanat dalam Perpres yang baru itu,” ujar Wisada.
Selain itu, DLHK akan mengusulkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup (LH) untuk mendapatkan hak pengelolaan lahan seluas 10 hektare di TPA Suwung. Lahan tersebut akan dijadikan areal untuk mengolah sampah menjadi energi listrik.
Dikatakan, pihaknya tinggal menunggu kepastian hak pengelolaan lahan dari Kementerian LH. Bila sudah ada jawaban, pihaknya akan melanjutkan kepada proses selanjutnya. Misalnya saja, membuat studi kelayakan (FS) serta dokumen lainnya. Langkah selanjutnya, yakni mengajukan proyek ini ke bagian pengadaan barang dan jasa, untuk proses lelang. “Bisa dilakukan dengan tender atau sistem kompetisi untuk menentukan rekanan,” katanya.
Wisada menambahkan, dengan turunnya perpres ini, tidak menggugurkan MoU yang telah ada sebelumnya, dengan pemerintah Sarbagita. “Ini sudah jelas di atur dalam Pasal 22 Perpres ini, yang menyebutkan kerjasama yang dibuat sebelum Perpres ini keluar, masih tetap berlaku,” jelas Wisada.
Sebelumnya, di TPA Suwung sudah ada investor yang mengolah sampah menjadi energi listrik. Investor itu, yakni PT Navigat Organik Energy Indonesia (NOEI). Namun, PT NOEI gagal mengelola sampah di TPA Suwung, sehingga berujung pada pemutusan kontrak. Dalam surat perjanjian dengan Badan Pengelola Kebersihan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) PT NOEI memiliki waktu selama 20 tahun untuk mengelola sampah di TPA Suwung.
Sampah yang diolah itu akan menghasilkan listrik sebesar 9 MW. Sayangnya, dalam realisasinya PT NOEI tidak berhasil, sehingga kerjasama yang ditandatangani pada 2 April 2004 tersebut diputus di tengah jalan. Pemutusan kerjasama tersebut ditandatangani Kamis, 9 Juni 2016 di Jakarta. *m
1
Komentar