PDIP: Tantangan Jokowi Black Campaign
Lawan Jokowi pada masa yang akan datang adalah isu, rumor, atau slogan-slogan black campaign yang diarahkan pada diri Jokowi.
JAKARTA, NusaBali
Elektabilitas (tingkat keterpilihan) Joko Widodo (Jokowi) dalam survei Litbang Kompas sebesar 55,90 persen. Hasil ini tidak mengejutkan PDIP, sebab angka tersebut dinilai mencerminkan kinerja Jokowi selama ini. PDIP menyebutkan tantangan yang harus dihadapi Jokowi ke depan bukan sosok capres penantang. Melainkan kampanye hitam alias black campaign.
"Tidak mengejutkan calon petahana (incumbent) melaju sendiri melampaui calon-calon lain karena memang selama ini Presiden mendominasi karya dan prestasi kerjanya di republik ini. Sementara tokoh oposisi yang diharapkan muncul dari partai-partai di luar pemerintahan tidak memainkan peran dengan baik, cenderung 'menyeruduk' menyerang pemerintah secara membabi buta tanpa argumentasi yang jelas," ujar Ketua DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira kepada wartawan, Senin (23/4).
"Tantangan terberat Jokowi pada masa-masa yang akan datang bukan pada capres penantang, karena harus diakui tidak ada satu tokoh nasional pun saat ini yang mempunyai kinerja, atau pernah mempunyai kinerja yang menjadi modal sosial, selain Jokowi," sebut Andreas.
PDIP menekankan Jokowi akan menghadapi musuh dalam Pilpres 2019, yaitu kampanye hitam atau black campaign. Isu politik identitas juga disebut-sebut menjadi 'serangan' kepada Jokowi. "Lawan Jokowi pada masa yang akan datang adalah isu, rumor, atau slogan-slogan black campaign yang diarahkan pada diri Jokowi. Maraknya politik identitas dan populisme sebagai jalan pintas menyediakan panggung bagi 'kompetitor' Jokowi dalam pemilihan presiden," ulas anggota Komisi I DPR itu.
"Situasi ini yang kita hadapi dalam peta politik nasional saat ini adalah Jokowi sedang 'shadow boxing' menghadapi politik identitas dan populisme," imbuh Andreas dilansir detik.com. Posisi Presiden Jokowi memang kian perkasa jelang Pilpres 2019. Sementara pesaingnya, Prabowo Subianto dan Gatot Nurmantyo tampak menciut.
Hal ini terlihat dari survei elektabilitas bakal capres 2019 yang dilakukan litbang Kompas. Dari hasil survei ini, elektabilitas Jokowi sebesar 55,90 persen, kemudian Prabowo hanya memperoleh 14,10 persen, dan Gatot tinggal 1,80 persen. Perolehan angka Jokowi meningkat dibanding survei 6 bulan lalu yang berada di angka 46,30%. Sementara elektabilitas Prabowo menurun cukup banyak. 6 bulan lalu, elektabilitas Ketum Partai Gerindra itu berada di posisi 18,20 persen. Sama halnya dengan Prabowo, elektabilitas Gatot juga mengalami penurunan. Elektabilitas mantan Panglima TNI itu 6 bulan lalu ada di angka 3,3 persen.
Kenaikan elektabilitas Jokowi seiring dengan kenaikan kepuasan terhadap Pemerintah yang terus naik.
Dalam survei ini, kepuasan terhadap Pemerintah tercatat mencapai 72,20 persen. Angka ini naik dari survei 6 bulan lalu, yang mencatat kepuasan terhadap pemerintah 70,80 persen. Survei tersebut dilakukan pada 21 Maret hingga 1 April 2018. Survei dilakukan kepada 1.200 secara periodik. Populasi survei adalah warga Indonesia berusia di atas 17 tahun. Responden dipilih secara acak bertingkat di 32 provinsi dan jumlahnya ditentukan secara proporsional. Tingkat kepercayaan survei ini 95 persen dengan margin of error plus minus 2,8 persen.
Hasil survei ini mendapat tanggapan positif dari kubu Jokowi. Namun sebaliknya, kubu Prabowo dan Gatot Nurmantyo menanggapinya negatif. Waketum Gerindra, Fadli Zon mempertanyakan metodologi survei yang digunakan dalam penelitian Litbang Kompas. "Ya saya juga bisa bikin survei yang bikin Pak Prabowo menang. Gampang," tegas Fadli.
Tanggapan dingin terhadap survei ini juga dilontarkan relawan Gatot, Relawan Selendang Putih Nusantara (RSPN). Mereka menyatakan tidak percaya dengan hasil survei. "Biar saja kalau survei-survei. Survei berdasarkan apa? Ndak percaya kita dengan survei, kita tahu siapa yang buat," ujar Sekjen RSPN Sumiarsi. *
Elektabilitas (tingkat keterpilihan) Joko Widodo (Jokowi) dalam survei Litbang Kompas sebesar 55,90 persen. Hasil ini tidak mengejutkan PDIP, sebab angka tersebut dinilai mencerminkan kinerja Jokowi selama ini. PDIP menyebutkan tantangan yang harus dihadapi Jokowi ke depan bukan sosok capres penantang. Melainkan kampanye hitam alias black campaign.
"Tidak mengejutkan calon petahana (incumbent) melaju sendiri melampaui calon-calon lain karena memang selama ini Presiden mendominasi karya dan prestasi kerjanya di republik ini. Sementara tokoh oposisi yang diharapkan muncul dari partai-partai di luar pemerintahan tidak memainkan peran dengan baik, cenderung 'menyeruduk' menyerang pemerintah secara membabi buta tanpa argumentasi yang jelas," ujar Ketua DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira kepada wartawan, Senin (23/4).
"Tantangan terberat Jokowi pada masa-masa yang akan datang bukan pada capres penantang, karena harus diakui tidak ada satu tokoh nasional pun saat ini yang mempunyai kinerja, atau pernah mempunyai kinerja yang menjadi modal sosial, selain Jokowi," sebut Andreas.
PDIP menekankan Jokowi akan menghadapi musuh dalam Pilpres 2019, yaitu kampanye hitam atau black campaign. Isu politik identitas juga disebut-sebut menjadi 'serangan' kepada Jokowi. "Lawan Jokowi pada masa yang akan datang adalah isu, rumor, atau slogan-slogan black campaign yang diarahkan pada diri Jokowi. Maraknya politik identitas dan populisme sebagai jalan pintas menyediakan panggung bagi 'kompetitor' Jokowi dalam pemilihan presiden," ulas anggota Komisi I DPR itu.
"Situasi ini yang kita hadapi dalam peta politik nasional saat ini adalah Jokowi sedang 'shadow boxing' menghadapi politik identitas dan populisme," imbuh Andreas dilansir detik.com. Posisi Presiden Jokowi memang kian perkasa jelang Pilpres 2019. Sementara pesaingnya, Prabowo Subianto dan Gatot Nurmantyo tampak menciut.
Hal ini terlihat dari survei elektabilitas bakal capres 2019 yang dilakukan litbang Kompas. Dari hasil survei ini, elektabilitas Jokowi sebesar 55,90 persen, kemudian Prabowo hanya memperoleh 14,10 persen, dan Gatot tinggal 1,80 persen. Perolehan angka Jokowi meningkat dibanding survei 6 bulan lalu yang berada di angka 46,30%. Sementara elektabilitas Prabowo menurun cukup banyak. 6 bulan lalu, elektabilitas Ketum Partai Gerindra itu berada di posisi 18,20 persen. Sama halnya dengan Prabowo, elektabilitas Gatot juga mengalami penurunan. Elektabilitas mantan Panglima TNI itu 6 bulan lalu ada di angka 3,3 persen.
Kenaikan elektabilitas Jokowi seiring dengan kenaikan kepuasan terhadap Pemerintah yang terus naik.
Dalam survei ini, kepuasan terhadap Pemerintah tercatat mencapai 72,20 persen. Angka ini naik dari survei 6 bulan lalu, yang mencatat kepuasan terhadap pemerintah 70,80 persen. Survei tersebut dilakukan pada 21 Maret hingga 1 April 2018. Survei dilakukan kepada 1.200 secara periodik. Populasi survei adalah warga Indonesia berusia di atas 17 tahun. Responden dipilih secara acak bertingkat di 32 provinsi dan jumlahnya ditentukan secara proporsional. Tingkat kepercayaan survei ini 95 persen dengan margin of error plus minus 2,8 persen.
Hasil survei ini mendapat tanggapan positif dari kubu Jokowi. Namun sebaliknya, kubu Prabowo dan Gatot Nurmantyo menanggapinya negatif. Waketum Gerindra, Fadli Zon mempertanyakan metodologi survei yang digunakan dalam penelitian Litbang Kompas. "Ya saya juga bisa bikin survei yang bikin Pak Prabowo menang. Gampang," tegas Fadli.
Tanggapan dingin terhadap survei ini juga dilontarkan relawan Gatot, Relawan Selendang Putih Nusantara (RSPN). Mereka menyatakan tidak percaya dengan hasil survei. "Biar saja kalau survei-survei. Survei berdasarkan apa? Ndak percaya kita dengan survei, kita tahu siapa yang buat," ujar Sekjen RSPN Sumiarsi. *
Komentar