Tujuh Siswa SMP SLB di Tabanan Ikuti UN
Sebanyak tujuh murid SMP Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Tabanan mengikuti ujian nasional berbasis kertas pensil (UNKP).
TABANAN, NusaBali
Di hari yang sama, enam murid SD SLBN 1 Tabanan mengikuti ujian sekolah berstandar nasional (USBN).Kepala SLBN 1 Tabanan I Gede Sukaca, menjelaskan tahun 2018 ada tujuh orang siswanya yang mengikuti UNKP. Soal langsung dicarikan ke Disdikpora Provinsi Bali setiap hari. “Antusias mereka sangat bagus, meskipun memiliki keterbatasan,” ungkapnya, Selasa (24/4).
Dikatakannya, ujian dimulai sekitar pukul 10.30 Wita. Selesai ujian, jawaban langsung dibawa ke Disdikpora Provinsi Bali. “Selama pelaksanaan ujian tidak ada persoalan, berjalan dengan lancar,” imbuhnya.
Menurut Sukaca sesuai aturan, siswa SLB memang belum diharuskan mengikuti ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Namun jika nanti sudah diwajibkan SLBN 1 Tabanan siap mengikuti. Selain sudah memiliki prasarana terutama komputer 10 unit, siswa pada dasarnya sudah biasa belajar menggunakan komputer. “Kalau ada aturan pakai sistem UNBK untuk tahun depan, kami di sini siap. Tapi aturan dari pusat sampai saat ini masih UNKP,” bebernya.
Di hari yang sama, enam siswa SD SLBN 1 Tabanan juga tengah mengikuti USBN. Dari enam anak tersebut, satu orang siswa tuna netra dan, lima orang siswa tuna rungu. Meskipun demikian pelaksanaan ujian berlangsung kondusif.
Diakui Sukaca saat ini SLBN 1 Tabanan mendidik sebanyak 134 siswa. Terdiri dari 74 siswa SD, 37 siswa SMP, dan 23 siswa SMA. Tak hanya pendidikan formal yang diberikan, siswa juga lebih cenderung diajarkan membuat keterampilan atau belajar keahlian. Seperti menjahit, cetak batako, memijat (massage), tata boga, tata rias, dan seni tari. “Kami memang lebih fokus memberi mereka keterampilan sebagai bekal ketika masuk di dunia kerja,” jelasnya.
Ditambahkan Sukaca bagi siswa penyandang tuna rungu, pola pembelajaran diajarkan formal biasa. Artinya tidak menggunakan bahasa isyarat. Sebab ini mengacu pergaulan ketika di masyarakat. Kalau hanya bisa bahasa isyarat tentu masyarakat tidak mengerti. Namun kalau belajar berbicara, meskipun itu tidak jelas, setidaknya masyarakat akan mengerti maksudnya dibandingkan bahasa isyarat. “Pola pembelajaran tetap kami sampaikan bicara sekaligus mengajarkan mereka belajar berbicara,” tandas Sukaca. *d
Di hari yang sama, enam murid SD SLBN 1 Tabanan mengikuti ujian sekolah berstandar nasional (USBN).Kepala SLBN 1 Tabanan I Gede Sukaca, menjelaskan tahun 2018 ada tujuh orang siswanya yang mengikuti UNKP. Soal langsung dicarikan ke Disdikpora Provinsi Bali setiap hari. “Antusias mereka sangat bagus, meskipun memiliki keterbatasan,” ungkapnya, Selasa (24/4).
Dikatakannya, ujian dimulai sekitar pukul 10.30 Wita. Selesai ujian, jawaban langsung dibawa ke Disdikpora Provinsi Bali. “Selama pelaksanaan ujian tidak ada persoalan, berjalan dengan lancar,” imbuhnya.
Menurut Sukaca sesuai aturan, siswa SLB memang belum diharuskan mengikuti ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Namun jika nanti sudah diwajibkan SLBN 1 Tabanan siap mengikuti. Selain sudah memiliki prasarana terutama komputer 10 unit, siswa pada dasarnya sudah biasa belajar menggunakan komputer. “Kalau ada aturan pakai sistem UNBK untuk tahun depan, kami di sini siap. Tapi aturan dari pusat sampai saat ini masih UNKP,” bebernya.
Di hari yang sama, enam siswa SD SLBN 1 Tabanan juga tengah mengikuti USBN. Dari enam anak tersebut, satu orang siswa tuna netra dan, lima orang siswa tuna rungu. Meskipun demikian pelaksanaan ujian berlangsung kondusif.
Diakui Sukaca saat ini SLBN 1 Tabanan mendidik sebanyak 134 siswa. Terdiri dari 74 siswa SD, 37 siswa SMP, dan 23 siswa SMA. Tak hanya pendidikan formal yang diberikan, siswa juga lebih cenderung diajarkan membuat keterampilan atau belajar keahlian. Seperti menjahit, cetak batako, memijat (massage), tata boga, tata rias, dan seni tari. “Kami memang lebih fokus memberi mereka keterampilan sebagai bekal ketika masuk di dunia kerja,” jelasnya.
Ditambahkan Sukaca bagi siswa penyandang tuna rungu, pola pembelajaran diajarkan formal biasa. Artinya tidak menggunakan bahasa isyarat. Sebab ini mengacu pergaulan ketika di masyarakat. Kalau hanya bisa bahasa isyarat tentu masyarakat tidak mengerti. Namun kalau belajar berbicara, meskipun itu tidak jelas, setidaknya masyarakat akan mengerti maksudnya dibandingkan bahasa isyarat. “Pola pembelajaran tetap kami sampaikan bicara sekaligus mengajarkan mereka belajar berbicara,” tandas Sukaca. *d
Komentar