Lagi, Akibat Tekanan Politik
Kelemahan Bali dikantongi pemerintah pusat, jikapun kalah beruntun sampai dua kali Bali diklaim tidak akan berontak.
Soal Bali Gagal Gelar PON 2024
DENPASAR, NusaBali
Tekanan politik pemerintah dinilai menjadi salah satu faktor kekalahan KONI Bali untuk kedua kalinya dalam bidding host PON 2024. Padahal secara teknis, Bali memiliki semuanya dan siap digunakan. Bukan dalam proses membangun.
Kasak-kusuk penyebab kekalahan Bali pun beredar dalam Musyawarah Olahraga Nasional Luarbiasa (Musornaslub) di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (25/4). Ya, Bali kalah lagi karena tekanan politik pemerintah. Hal itu juga terjadi pada PON 2020, akibat faktor politik.
"Kalau kami kalah itu sangat wajar, karena adanya tekanan politik pemerintah. Ya, kita kalah soal itu," ungkap Ketum KONI Bali, Ketut Suwandi, di Jakarta, Rabu (25/4).
Tekanan Pemerintah memang menghendaki Aceh dan Sumut selaku host PON 2024. Pertimbangannya kembali soal bidding beberapa tahun lalu, yang dimenangkan Papua karena dikaitkan Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Aceh yang memiliki Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sementara kelemahan Bali dikantongi pemerintah pusat, jikapun kalah beruntun sampai dua kali diklaim akan tidak berontak.Menanggapi soal tim pemenangan yang menolak pendekatan pragmatis atau main uang, Suwandi menekankan memang tidak melakukan hal itu. Karena, pihaknya tidak mau main uang. Menurutnya, pendekatan Bali mengedepankan logika.
Suwandi pun juga kaget ada kejadian di luar logika. Contoh, provinsi yang dekat jalur Bali dan NTB, semestinya condong memilih Bali. Namun disebutkan KONI provinsi bersangkutan mengakui memilih Aceh dan Sumut karena ingin lokasi PON jauh dari daerahnya.
Informasi lain berkembang Pemerintah Aceh dan Sumut disebutkan gencar melakukan lobi. Termasuk melakukan pendekatan secara pragmatis melalui uang berkisar Rp 100 juta untuk satu voter dari 34 voter. Hingga akhirnya Aceh dan Sumut meraup 24 voter, Kalsel kebagian 2 voter, serta Bali hanya mendapatkan 8 voter. *dek
DENPASAR, NusaBali
Tekanan politik pemerintah dinilai menjadi salah satu faktor kekalahan KONI Bali untuk kedua kalinya dalam bidding host PON 2024. Padahal secara teknis, Bali memiliki semuanya dan siap digunakan. Bukan dalam proses membangun.
Kasak-kusuk penyebab kekalahan Bali pun beredar dalam Musyawarah Olahraga Nasional Luarbiasa (Musornaslub) di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (25/4). Ya, Bali kalah lagi karena tekanan politik pemerintah. Hal itu juga terjadi pada PON 2020, akibat faktor politik.
"Kalau kami kalah itu sangat wajar, karena adanya tekanan politik pemerintah. Ya, kita kalah soal itu," ungkap Ketum KONI Bali, Ketut Suwandi, di Jakarta, Rabu (25/4).
Tekanan Pemerintah memang menghendaki Aceh dan Sumut selaku host PON 2024. Pertimbangannya kembali soal bidding beberapa tahun lalu, yang dimenangkan Papua karena dikaitkan Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Aceh yang memiliki Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sementara kelemahan Bali dikantongi pemerintah pusat, jikapun kalah beruntun sampai dua kali diklaim akan tidak berontak.Menanggapi soal tim pemenangan yang menolak pendekatan pragmatis atau main uang, Suwandi menekankan memang tidak melakukan hal itu. Karena, pihaknya tidak mau main uang. Menurutnya, pendekatan Bali mengedepankan logika.
Suwandi pun juga kaget ada kejadian di luar logika. Contoh, provinsi yang dekat jalur Bali dan NTB, semestinya condong memilih Bali. Namun disebutkan KONI provinsi bersangkutan mengakui memilih Aceh dan Sumut karena ingin lokasi PON jauh dari daerahnya.
Informasi lain berkembang Pemerintah Aceh dan Sumut disebutkan gencar melakukan lobi. Termasuk melakukan pendekatan secara pragmatis melalui uang berkisar Rp 100 juta untuk satu voter dari 34 voter. Hingga akhirnya Aceh dan Sumut meraup 24 voter, Kalsel kebagian 2 voter, serta Bali hanya mendapatkan 8 voter. *dek
Komentar