Arus Lalin Macet di 12 Pasar Tradisional
12 titik kemacetan tersebut kebanyakan berada di daerah yang ramai dikunjungi seperti pasar umum dan pasar seni.
GIANYAR, NusaBali
Meski tak separah di Kota Denpasar, kemacetan arus lalulintas di Gianyar, membuat pengguna jalan mengelus dada. Kemacetan ini terutama pada jalur yang ada pasar-pasar tradisional.Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Gianyar I Wayan Artana mengakui hal itu. Kata dia, Dishub telah merangkum ada 12 titik kemacetan dan 1 kawasan yang krodit, yakni kawasan wisata Ubud. "Setelah kami petakan, kemacetan arus lalulintas ini tidak terjadi di seluruh wilayah Gianyar. Hanya di daerah wisatanya, penyangga wisata dan daerah dekat Kota Denpasar," ujar Artana.
Dia mengaku, 12 titik kemacetan tersebut kebanyakan berada di daerah yang ramai dikunjungi seperti pasar umum dan pasar seni. “Kalau kemacetan di Gianyar sifatnya insidentil tidak seperti kota lain. Tidak terus-terusan, itu bisa terurai ketika jam tertentu, misalnya siang atau malam,” jelas Artana.
Diakui, dari 12 titik kemacetan pasar tradisional tersebut, kebanyakan penataan kendaraan dan parkir yang masih sembarangan. “Untuk pasar perlu penataan yang lebih tegas, terutama dari pengelola di pasar, yaitu desa pakraman. Contohnya kalau kepala kendaraan ke tengah, semuanya berjejer harus ke tengah,” ujarnya mencontohkan.
Pejabat yang penghobi bonsai itu mengaku, kemacetan di pasar ini sulit dibendung, terlebih saat hari raya. “Kalau hari raya, misalnya Galungan, banyak yang ke pasar. Banyak yang menaruh kendaraan sembarangan, ini yang menimbulkan kemacetan,” jelas pejabat asal Desa Ketewel, Sukawati ini.
Sedangkan, untuk kawasan krodit, yakni Ubud, mencakup beberapa titik, mulai simpang Teges, simpang Pengosekan, Campuhan, Kedewatan, dan simpang Ambengan. “Kalau Ubud masih dalam penataan. Ubud yang sekarang sudah lebih baik, karena mulai diterapkan zero parkir. Untuk yang masih krodit, kami masih adakan kajian,” jelasnya.
Dikatakan Artana, untuk wilayah Ubud, kemacetan terjadi sejak 10 tahun lalu. Dia mengklaim, puncak macet di Ubud bisa dipecahkan dengan membuat sentral parkir, kemudian melarang orang parkir, jadi akses lebih lancar. Dalam waktu dekat pula, guna menunjang sentral parkir, pihaknya akan mengadakan shutle bus.
Disinggung mengenai kendala yang dihadapi, Dinas Perhubungan mengaku akan berbenah perlahan. “Karena ini menyangkut perubahan paradigma masyarakat. Dari tadinya bebas parkir, lalu diminta merapikan atau dilarang parkir, di sini muncul persoalan, terjadi pelanggaran,” sambung Sekretaris Dinas Perhubungan Gianyar I Made Rai Widiartha.
Tentunya, dengan kemacetan ini, berdampak pada faktor keuangan. “Kalau macet banyak dampaknya. Mulai waktu perjalanan, bahan bakar, polusi dan stres. Kalau dirangkum itu menimbulkan kerugian, cuma tidak dirasakan,” jelasnya.
Pihaknya ingin komunikasi antara instansi lain, seperti kepolisian bisa berjalan maksimal. “Karena penindakan pelanggarnya polisi,” terangnya. Tidak itu saja, daerah yang berpotensi kemacetan sehingga berpengaruh ke Gianyar juga perlu diperhatikan. “Contoh di simpang Siulan, Denpasar (dekat perbatasan Denpasar-Gianyar, Red). Di sana banyak kendaraan parkir belanja, makanya bisa macet sampai Batubulan, Gianyar. Maka ini perlu juga peran dari daerah lain,” ujarnya.*nvi
Meski tak separah di Kota Denpasar, kemacetan arus lalulintas di Gianyar, membuat pengguna jalan mengelus dada. Kemacetan ini terutama pada jalur yang ada pasar-pasar tradisional.Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Gianyar I Wayan Artana mengakui hal itu. Kata dia, Dishub telah merangkum ada 12 titik kemacetan dan 1 kawasan yang krodit, yakni kawasan wisata Ubud. "Setelah kami petakan, kemacetan arus lalulintas ini tidak terjadi di seluruh wilayah Gianyar. Hanya di daerah wisatanya, penyangga wisata dan daerah dekat Kota Denpasar," ujar Artana.
Dia mengaku, 12 titik kemacetan tersebut kebanyakan berada di daerah yang ramai dikunjungi seperti pasar umum dan pasar seni. “Kalau kemacetan di Gianyar sifatnya insidentil tidak seperti kota lain. Tidak terus-terusan, itu bisa terurai ketika jam tertentu, misalnya siang atau malam,” jelas Artana.
Diakui, dari 12 titik kemacetan pasar tradisional tersebut, kebanyakan penataan kendaraan dan parkir yang masih sembarangan. “Untuk pasar perlu penataan yang lebih tegas, terutama dari pengelola di pasar, yaitu desa pakraman. Contohnya kalau kepala kendaraan ke tengah, semuanya berjejer harus ke tengah,” ujarnya mencontohkan.
Pejabat yang penghobi bonsai itu mengaku, kemacetan di pasar ini sulit dibendung, terlebih saat hari raya. “Kalau hari raya, misalnya Galungan, banyak yang ke pasar. Banyak yang menaruh kendaraan sembarangan, ini yang menimbulkan kemacetan,” jelas pejabat asal Desa Ketewel, Sukawati ini.
Sedangkan, untuk kawasan krodit, yakni Ubud, mencakup beberapa titik, mulai simpang Teges, simpang Pengosekan, Campuhan, Kedewatan, dan simpang Ambengan. “Kalau Ubud masih dalam penataan. Ubud yang sekarang sudah lebih baik, karena mulai diterapkan zero parkir. Untuk yang masih krodit, kami masih adakan kajian,” jelasnya.
Dikatakan Artana, untuk wilayah Ubud, kemacetan terjadi sejak 10 tahun lalu. Dia mengklaim, puncak macet di Ubud bisa dipecahkan dengan membuat sentral parkir, kemudian melarang orang parkir, jadi akses lebih lancar. Dalam waktu dekat pula, guna menunjang sentral parkir, pihaknya akan mengadakan shutle bus.
Disinggung mengenai kendala yang dihadapi, Dinas Perhubungan mengaku akan berbenah perlahan. “Karena ini menyangkut perubahan paradigma masyarakat. Dari tadinya bebas parkir, lalu diminta merapikan atau dilarang parkir, di sini muncul persoalan, terjadi pelanggaran,” sambung Sekretaris Dinas Perhubungan Gianyar I Made Rai Widiartha.
Tentunya, dengan kemacetan ini, berdampak pada faktor keuangan. “Kalau macet banyak dampaknya. Mulai waktu perjalanan, bahan bakar, polusi dan stres. Kalau dirangkum itu menimbulkan kerugian, cuma tidak dirasakan,” jelasnya.
Pihaknya ingin komunikasi antara instansi lain, seperti kepolisian bisa berjalan maksimal. “Karena penindakan pelanggarnya polisi,” terangnya. Tidak itu saja, daerah yang berpotensi kemacetan sehingga berpengaruh ke Gianyar juga perlu diperhatikan. “Contoh di simpang Siulan, Denpasar (dekat perbatasan Denpasar-Gianyar, Red). Di sana banyak kendaraan parkir belanja, makanya bisa macet sampai Batubulan, Gianyar. Maka ini perlu juga peran dari daerah lain,” ujarnya.*nvi
1
Komentar