nusabali

Berkat Serbuk Gergaji, Utari Mustika Putri cs Sabet Emas

  • www.nusabali.com-berkat-serbuk-gergaji-utari-mustika-putri-cs-sabet-emas

Siswa SMAN 3 Denpasar kembali meraih prestasi menggembirakan dalam ajang World Invention and Technology Expo (Wintex) 2018 di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 12 - 13 Maret 2018 yang diikuti oleh 90 peserta dari 10 negara.

DENPASAR,  NusaBali
Dalam ajang tersebut Trisma Denpasar berhasil meraih tiga medali emas. Medali emas yang diraih salah satunya berkat penelitian serbuk gergaji yang dapat menghasilkan rumah portable bagi para pengungsi yang diberi nama Biokomposit 'Sekadi House' (House of Diaster Responden Biocomposite from Wood Powder Waste and Rice Husk Ash With Knockdown Concept).

Penelitian tersebut dilakukan oleh siswa kelas XI yakni yang dimotori oleh Ketut Utari Mustika Putri bersama 4 rekan lainnya: Made Fajar Gautama, I Made Pradana Kusuma Putra, dan Putu Desi Muliani. Keempatnya melakukan penelitian sejak 4 hari sebelum deadline pengiriman naskah abstrak ke ajang lomba tersebut pada bulan Maret 2018 lalu.

Bahkan sebelum berangkat ke Bandung Tim Trisma baru bisa melakukan uji coba. "Kami sebenarnya tidak ada berpikiran untuk ikut lomba, karena pembina di sekolah (SMAN 3 Denpasar,  red) menyuruh untuk mencoba, jadi kami langsung mencari ide, ternyata ketemunya biokomposit ini," terangnya.

Kata Utari, munculnya ide membuat biokomposit ‘Sekadi House’ ini secara spontan karena melihat para pengungsi Gunung Agung. Dimana tempat tinggal yang disediakan hanya menggunakan tenda yang hanya bisa bertahan 3 kali pemakaian. Apalagi saat hujan para pengunjungsi harus menahan dinginnya air yang menyerap kedalam tenda.

Dengan kondisi tersebut kata Utari, ia dengan timnya mencoba membuat kombinasi antara serbuk campuran limbah gergaji dengan sekam padi yang sudah dikeringkan. Ternyata kombinasi tersebut membuahkan hasil yang bagus untuk bangunan rumah portable.

"Kami kombinasikan antara serbuk gergaji dan sekam padi dicampur dengan resing hardener yang dapat merekatkan antara campuran serbuk gergaji dan sekam, ternyata hasilnya bagus dan hasilnya lebih kuat dua kali lipat dibandingkan tembok kayu biasa. Biokomposit kami dapat menahan beban hingga 30 kilogram," jelasnya lagi.

Dari penelitian itulah, Tim Trisma yakin untuk ikut lomba tersebut dan akhirnya membawa pulang medali emas ."Saat kami sampai di ITB untuk persentasi, ternyata penelitiannya bagus-bagus menggunakan teknologi, sedangkan kami manual. Sempat minder sih, dan ternyata kami terpilih karena bahan yang kami pakai semuanya alami dan dari bahan limbah," ucap siswa asal mengwi Badung ini.

Perolehan medali emas juga diraih dua tim lainnya yakni dengan penelitian 'Bambusa Vulgaris' (Biocomposite Noise Adsorbers from Haircuts Waste and Dried Bamboo Leaves) dimana penelitian tersebut tergabung dalam tim 2 dengan jumlah 4 siswa yang membuat anti bising dengan menggunakan bambu kering dengan dikombinasikan dengan limbah potongan rambut manusia.

Penelitian tersebut dilakukan karena selama ini penggunaan peredam bising yang ada di Denpasar menggunakan bahan yang mengandung bahan kimia dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat. "Ini kita bawa ke ITB ternyata malah banyak saingannya yang lebih bangus. Kita sedikit minder, yang bikin kita percaya diri yakni karena bahan kita yang semuanya menggunakan bahan alami, jadi itu yang kita tonjolkan," jelas salah satu anggota tim Ni Made Tiara Chandra Acintya.

Untuk peraih medali emas lainnya yakni dari tim 3 dengan beranggotakan 4 siswa yang dimotori oleh I Gede Guntur Saputra berhasil meraih gelar terbaik dalam ajang Wintex berkat penelitian RACE (Innovation of Lead and Carbon Filtering Tool Based on Electrophoresis and Chitosan-Carageenan Membrane). Dimana alat yang kebanyakan menggunakan cangkang kepiting dan alga merah tersebut dibuat khusus sebagai penyaring karbon dari pengolahan besi dan tembaga.  "Kami buat super kapasitor yang sifatnya menyaring karbon yang dibuang menggunakan cerobong oleh tempat pembakaran tembaga seperti tempat membuat gong. Itu biasanya pembuangannya langsung ke udara dan sangat berbahaya jika dihirup. Nah kami membuat itu agar karbon yang keluar bisa menempel di saringan itu jadi udara tetap bersih," ungkap Guntur.

Dengan penelitian alami itulah bisa dipilih oleh juri yang berasal dari beberapa negara.  "Kami hampir sama kendala yang dihadapi. Ya merasa minder karena pesaing kita canggih-canggih. Apalagi saat presentasi yang dari India ada yang memakai bahasa Inggris. Jadi kita berusaha untuk memberikan penjelasan seefektif mungkin," ungkapnya. *m

Komentar