Sering Alami Kejadian Mistis, Dimintai Laklak hingga Diikuti ke Rumah
Nyoman Wetra pernah sakit selama sebulan setelah memotong pohon yang dikenal angker. Dia kembali sembuh setelah melakukan upacara permohonan maaf ke lokasi pohon yang dipotongnya.
Kisah Hidup Nyoman Wetra, Tukang Potong Pohon dari Nagasepaha, Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Semua pekerjaan pasti memiliki risiko. Dari pekerjaan sebagai pemulung hingga pejabat sekali pun. Begitu pula risiko pekerjaan sebagai tukang potong pohon yang dijalani oleh Nyoman Wetra, 46, warga Banjar Dinas/Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Wetra yang menjadi tukang potong pohon atau sering juga disebut tukang chainsaw selama 21 tahun, sudah mengalami berbagai kejadian sekala maupun niskala. Wetra mengaku sering kali mengalami kejadian gaib saat bekerja memotong pohon.
Bapak dari tiga orang anak ini mulai mengambil pekerjaan sebagai tukang potong pohon dan bergabung dengan Ketut Sadarana, pemilik chainsaw, pada tahun 1997. Wetra yang sebelumnya mengais rezeki sebagai petani mencoba peruntungan baru dengan menjadi pemotong pohon.
Ternyata menjadi pemotong pohon, selain harus menyiapkan fisik yang kuat, juga dituntut fokus dan tidak boleh lengah. Hal itu untuk menghindari kecelakaan kerja.
Selama menjalani pekerjaan sebagai pemotong pohon, Wetra yang memiliki panggilan keren Wet, mulai merasakan kejadian-kejaian di luar akal sehat. Terutama saat dia mendapatkan pekerjaan memotong pohon besar di kawasan yang keramat.
Penunggu pohon keramat sering kali ‘protes’ kepadanya. Mulai dari kesurupan di tempat, sakit berbulan-bulan hingga diikuti sampai ke rumah. “Kalau awalnya mulai ada kejadian yang begitu itu saya lupa kapan, yang jelas sering terjadi, itu terjadi begitu saja,” kata Wetra ketika ditemui, Sabtu (28/4). Yang diingat olehnya kejadian saat memotong pohon di daerah Banjar Dinas Bukit Balu, Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Saat itu dia mendapat orderan untuk memotong pohon berukuran besar. Namun sebelum memulai pekerjaannya dia sudah merasakan situasi yang berbeda.
Wajahnya seketika terasa seperti melebar, dan Wetra langsung mengalami kerasukan di tempat kejadian. Peristiwa itu disaksikan langsung oleh rekan kerja dan juga pemilik lahan. Ternyata ‘pemilik’ pohon setempat meminta untuk dibuatkan palinggih setelah pohonnya ditebang.
Hal serupa juga pernah dialaminya saat memotong pohon jenis Kresek di wilayah Desa Sari Mekar, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Bahkan penunggu pohon tersebut mengikutinya sampai di rumah. Dia kembali mengalami kerasukan. Beruntung saat itu istrinya, Nyoman Yasadini, 45, segera melakukan upacara Ngalempana (upacara memohon maaf atas kesalahan, Red) ke lokasi pohon yang ditebang.
Bahkan Wetra, anak bungsu pasangan suami istri Nyoman Sandra dan Ketut Raga, tersebut mengaku pernah sakit selama sebulan setelah memotong sebuah pohon yang dikenal angker. Namun beruntung dia kembali diberikan kesembuhan setelah melakukan upacara permohonan maaf ke lokasi pohon yang dipotongnya.
Permintaan penunggu pohon yang meminjam tubuhnya untuk menyampaikan pesan kepada pemilik kebun, menurutnya sangat beragam. Mulai dari tidak diizinkan menebang, meminta palinggih sampai meminta jajan laklak untuk persembahan. Hal mistis itu pun sering kali menghampirinya ketika penunggu pohon keberatan untuk dilakukan penebangan pohon yang dihuninya.
Dengan berbagai pengalaman mistis saat bekerja, Wetra selalu menghaturkan canang sari sebelum melakukan pekerjaannya. Hal tersebut untuk meminta izin kepada penunggu pohon yang akan ditebangnya. “Saya selalu awali dengan menghaturkan canang, permisi dan izin kalau kami mau menebang pohon,” ungkapnya. Seringnya kejadian mistis yang dialaminya sebagai tukang potong pohon, tidak membuatnya kapok. Kini dia bisa menyesuaikan, jika penunggu pohon tidak berkenan, dia pun memilih untuk mundur dan tidak mengambil pekerjaan tersebut.
Namun menurut Wetra tidak semua pohon yang ditebangnya angker. Kebanyakan pohon-pohon yang dinilai angker dan ada penunggunya adalah jenis pohon Timbul, Kresek, Pule, Teep, dan Majegau. Kebanyakan pohon angker yang ditemuinya di kebun dan hutan sudah berumur puluhan bahkan seratusan tahun.
Pekerjaannya sebagai pemotong pohon sudah menjadi pilihan yang harus dilaluinya. Penghasilan satu kali memotong pohon sekitar Rp 200 ribu – Rp 150 ribu dicukupkannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan tiga orang anaknya, Gede Sudiartama, Kadek Suarka Adnyana, dan Komang Suardana. Dengan pekerjaannya yang penuh risiko, Wetra sebagai tulang punggung keluarga mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana S1, meski dirinya hanya lulusan SMP.
Semangat juang dengan etos kerja tinggi Wetra pun diakui pemilik chainsaw, Ketut Sadarana, yang mempekerjakannya selama ini. Wetra disebut sebagai pekerja yang ulet dan setia. Selama 21 tahun dia tidak pernah meninggalkan orang yang sudah memberikan pekerjaan dan mempercayainya. “Dia ini (Wetra) sudah saya anggap keluarga, orangnya ulet dan rajin,” ujar Sadarana. *k23
SINGARAJA, NusaBali
Semua pekerjaan pasti memiliki risiko. Dari pekerjaan sebagai pemulung hingga pejabat sekali pun. Begitu pula risiko pekerjaan sebagai tukang potong pohon yang dijalani oleh Nyoman Wetra, 46, warga Banjar Dinas/Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Wetra yang menjadi tukang potong pohon atau sering juga disebut tukang chainsaw selama 21 tahun, sudah mengalami berbagai kejadian sekala maupun niskala. Wetra mengaku sering kali mengalami kejadian gaib saat bekerja memotong pohon.
Bapak dari tiga orang anak ini mulai mengambil pekerjaan sebagai tukang potong pohon dan bergabung dengan Ketut Sadarana, pemilik chainsaw, pada tahun 1997. Wetra yang sebelumnya mengais rezeki sebagai petani mencoba peruntungan baru dengan menjadi pemotong pohon.
Ternyata menjadi pemotong pohon, selain harus menyiapkan fisik yang kuat, juga dituntut fokus dan tidak boleh lengah. Hal itu untuk menghindari kecelakaan kerja.
Selama menjalani pekerjaan sebagai pemotong pohon, Wetra yang memiliki panggilan keren Wet, mulai merasakan kejadian-kejaian di luar akal sehat. Terutama saat dia mendapatkan pekerjaan memotong pohon besar di kawasan yang keramat.
Penunggu pohon keramat sering kali ‘protes’ kepadanya. Mulai dari kesurupan di tempat, sakit berbulan-bulan hingga diikuti sampai ke rumah. “Kalau awalnya mulai ada kejadian yang begitu itu saya lupa kapan, yang jelas sering terjadi, itu terjadi begitu saja,” kata Wetra ketika ditemui, Sabtu (28/4). Yang diingat olehnya kejadian saat memotong pohon di daerah Banjar Dinas Bukit Balu, Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Saat itu dia mendapat orderan untuk memotong pohon berukuran besar. Namun sebelum memulai pekerjaannya dia sudah merasakan situasi yang berbeda.
Wajahnya seketika terasa seperti melebar, dan Wetra langsung mengalami kerasukan di tempat kejadian. Peristiwa itu disaksikan langsung oleh rekan kerja dan juga pemilik lahan. Ternyata ‘pemilik’ pohon setempat meminta untuk dibuatkan palinggih setelah pohonnya ditebang.
Hal serupa juga pernah dialaminya saat memotong pohon jenis Kresek di wilayah Desa Sari Mekar, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Bahkan penunggu pohon tersebut mengikutinya sampai di rumah. Dia kembali mengalami kerasukan. Beruntung saat itu istrinya, Nyoman Yasadini, 45, segera melakukan upacara Ngalempana (upacara memohon maaf atas kesalahan, Red) ke lokasi pohon yang ditebang.
Bahkan Wetra, anak bungsu pasangan suami istri Nyoman Sandra dan Ketut Raga, tersebut mengaku pernah sakit selama sebulan setelah memotong sebuah pohon yang dikenal angker. Namun beruntung dia kembali diberikan kesembuhan setelah melakukan upacara permohonan maaf ke lokasi pohon yang dipotongnya.
Permintaan penunggu pohon yang meminjam tubuhnya untuk menyampaikan pesan kepada pemilik kebun, menurutnya sangat beragam. Mulai dari tidak diizinkan menebang, meminta palinggih sampai meminta jajan laklak untuk persembahan. Hal mistis itu pun sering kali menghampirinya ketika penunggu pohon keberatan untuk dilakukan penebangan pohon yang dihuninya.
Dengan berbagai pengalaman mistis saat bekerja, Wetra selalu menghaturkan canang sari sebelum melakukan pekerjaannya. Hal tersebut untuk meminta izin kepada penunggu pohon yang akan ditebangnya. “Saya selalu awali dengan menghaturkan canang, permisi dan izin kalau kami mau menebang pohon,” ungkapnya. Seringnya kejadian mistis yang dialaminya sebagai tukang potong pohon, tidak membuatnya kapok. Kini dia bisa menyesuaikan, jika penunggu pohon tidak berkenan, dia pun memilih untuk mundur dan tidak mengambil pekerjaan tersebut.
Namun menurut Wetra tidak semua pohon yang ditebangnya angker. Kebanyakan pohon-pohon yang dinilai angker dan ada penunggunya adalah jenis pohon Timbul, Kresek, Pule, Teep, dan Majegau. Kebanyakan pohon angker yang ditemuinya di kebun dan hutan sudah berumur puluhan bahkan seratusan tahun.
Pekerjaannya sebagai pemotong pohon sudah menjadi pilihan yang harus dilaluinya. Penghasilan satu kali memotong pohon sekitar Rp 200 ribu – Rp 150 ribu dicukupkannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan tiga orang anaknya, Gede Sudiartama, Kadek Suarka Adnyana, dan Komang Suardana. Dengan pekerjaannya yang penuh risiko, Wetra sebagai tulang punggung keluarga mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana S1, meski dirinya hanya lulusan SMP.
Semangat juang dengan etos kerja tinggi Wetra pun diakui pemilik chainsaw, Ketut Sadarana, yang mempekerjakannya selama ini. Wetra disebut sebagai pekerja yang ulet dan setia. Selama 21 tahun dia tidak pernah meninggalkan orang yang sudah memberikan pekerjaan dan mempercayainya. “Dia ini (Wetra) sudah saya anggap keluarga, orangnya ulet dan rajin,” ujar Sadarana. *k23
1
Komentar