Bali Butuh Pemimpin yang Berpihak pada Sektor Pertanian
Bali membutuhkan figur pemimpin yang berpihak dan punya konsep jelas dalam membangun bidang pertanian.
DENPASAR, NusaBali
Pendapat itu dikemukakan Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali Prof Dr Ir Nyoman Suparta serta akademisi pemerhati pertanian Prof Dr Ir Dewa Ngurah Suprapta MSc pada Simakrama Gubernur Bali di Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur, kawasan Niti Mandala, Denpasar, Sabtu (28/4).
Kedua tokoh ini menyampaikan sejumlah harapan terkait sosok ideal pengganti Gubernur Made Mangku Pastika. Secara umum, Prof Dewa Ngurah Suprapta menilai bahwa program Bali Mandara yang telah sepuluh tahun berjalan masih sangat relevan untuk dilanjutkan oleh gubernur periode mendatang. Dia berharap, gubernur dan wakil gubernur mendatang menyusun program yang mampu menjawab tantangan lima tahun ke depan.
“Program Simantri mengintegrasikan pertanian dalam arti luas,” ujarnya di acara simakrama bertema ‘Mencari Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2018–2023’. Meski sejumlah unit Simantri telah berjalan dengan baik, namun dia menilai implementasi program ini masih harus dievaluasi dan disempurnakan.
Dia menilai, hingga saat ini perkembangan sektor pertanian relatif belum menggembirakan. Selain luas lahan yang terus menyusut, jumlah petani juga makin berkurang karena sektor ini belum mampu menjamin kesejahteraan mereka yang menekuni bidang ini. “Masyarakat kita belum bangga jadi petani karena teknologi, manajemen, dan lembaga di bidang pertanian belum bisa diubah secara drastis,” imbuhnya.
Menurut Dewa Suprapta, salah satu faktor yang menyebabkan masih kecilnya pendapatan petani adalah minimnya luas lahan yang dikelola tiap petani. Saat ini, rata-rata petani hanya mengelola lahan seluas 1 hektare atau kurang. “Agar pendapatannya cukup, idealnya petani mengelola lahan minimal 2 haktare,” ucapnya. Untuk itu, perlu adanya pemikiran lebih revolusioner dalam mengembangkan sistem pertanian.
Dewa Suprapta lantas menawarkan konsep pertanian dengan sistem perusahan (cooperative farming). Menurutnya, model ini sukses diterapkan oleh petani di sejumlah negara maju seperti Jepang. “Kalau kita ingin mempertahankan budaya agraris dan meningkatkan kesejahteraan bagi petani, konsep ini adalah solusi,” tandasnya.
Harapan senada disampaikan Ketua DPD HKTI Nyoman Suparta. Dia mengatakan bahwa pemimpin Bali lima tahun mendatang harus punya komitmen dalam penguatan sektor pertanian. “Pertanian itu sangat penting. Coba bayangkan apa kita bisa hidup tanpa sektor ini,” ujarnya. Untuk itu, dia mengharapkan sosok pemimpin yang memberi perhatian lebih serius pada sektor agraris. Bahkan dia berharap pemerintahan mendatang dapat mengalokasikan 10 persen APBD untuk pembangunan bidang pertanian. Dukungan APBD ini antara lain bisa dialokasikan untuk subsidi petani. “Namun saya kurang sependapat kalau subsidinya dialokasikan untuk pengadaan Saprodi. Akan lebih tepat sasaran bila subsidi diarahkan untuk membeli hasil pertanian. Karena hingga saat ini belum ada sistem pemasaran yang handal,” imbuhnya.
Sementara Ketua Yayasan Tri Hita Karana I Gusti Ngurah Wisnu Wardhana dan Penasihat APINDO Bali Panudiana Kuhn ingin sosok pemimpin yang memberi perhatian pada pengembangan sektor pariwisata yang berlandaskan budaya.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyampaikan apresiasi atas berbagai pendapat yang mengemuka dalam pelaksanaan simakrama. Menurutnya, tema ini sangat relevan mengingat saat ini proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Periode 2018 – 2023 tengah berlangsung. Secara khusus, dia kembali menyinggung dinamika yang terjadi di tingkat lokal, nasional hingga internasional yang berubah begitu cepat. Hal itu akan sangat berpengaruh pada kepemimpinan dalam periode lima tahun ke depan. Kata Pastika, apa yang dihadapi oleh gubernur lima tahun ke depan akan sangat berbeda dengan yang dihadapinya selama hampir sepuluh tahun memimpin Bali. Menyikapi hal ini, Pastika berpendapat bahwa sosok pemimpin Bali ke depan harus punya program yang visioner dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat. “Jika Pulau Bali ini diibaratkan kapal, kita butuh nakhoda yang lihai mengemudikan kapal hingga pantai impian yaitu Bali yang Santhi Jagadhita, Bali yang Maju Aman, Damai, dan Sejahtera. Jadi, kita jangan main-main dalam menentukan pilihan. Karena di tengah samudra akan sangat banyak tantangan yang dihadapi,” ujar Pastika, yang bersama Wakil Gubernur I Ketut Sudikerta, akan berakhir masa jabatannya pada Agustus 2018 nanti.
Pastika mewanti-wanti masyarakat Bali yang akan menggunakan hak pilihnya pada Pilgub Bali 27 Juni 2018, supaya memilih dengan rasional dan pikiran jernih. Bukan memilih atas lucu-lucuan dan sekadar memilih.
Kata Pastika kadang dalam pemilihan kepala daerah, masyarakat suka yang lucu-lucuan, tanpa memikirkan dampak atas pilihannya. Sehingga menjadi irasional. “Memilih pemimpin Bali pada Pilgub Bali 27 Juni 2018 harus dengan pikiran rasional dan jernih. Jangan karena mau lucu-lucuan. Jangan main-main menentukan pilihan. Kalau salah memilih dampaknya lima tahun,” ujar mantan Kapolda Bali ini.
Dua paslon Cagub-Cawagub akan head to head dalam Pilgub Bali 27 Juni 2018. Paslon nomor urut 1 Wayan Koster – Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (KBS – Ace) diusung PDIP, Hanura, PKPI, PAN, PKB, PPP. Sementara paslon nomor urut 2 Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra – I Ketut Sudikerta (Mantra – Kerta) diusung Golkar, Demokrat, Gerindra, NasDem, PKS, dan PBB. *nat
Pendapat itu dikemukakan Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali Prof Dr Ir Nyoman Suparta serta akademisi pemerhati pertanian Prof Dr Ir Dewa Ngurah Suprapta MSc pada Simakrama Gubernur Bali di Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur, kawasan Niti Mandala, Denpasar, Sabtu (28/4).
Kedua tokoh ini menyampaikan sejumlah harapan terkait sosok ideal pengganti Gubernur Made Mangku Pastika. Secara umum, Prof Dewa Ngurah Suprapta menilai bahwa program Bali Mandara yang telah sepuluh tahun berjalan masih sangat relevan untuk dilanjutkan oleh gubernur periode mendatang. Dia berharap, gubernur dan wakil gubernur mendatang menyusun program yang mampu menjawab tantangan lima tahun ke depan.
“Program Simantri mengintegrasikan pertanian dalam arti luas,” ujarnya di acara simakrama bertema ‘Mencari Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2018–2023’. Meski sejumlah unit Simantri telah berjalan dengan baik, namun dia menilai implementasi program ini masih harus dievaluasi dan disempurnakan.
Dia menilai, hingga saat ini perkembangan sektor pertanian relatif belum menggembirakan. Selain luas lahan yang terus menyusut, jumlah petani juga makin berkurang karena sektor ini belum mampu menjamin kesejahteraan mereka yang menekuni bidang ini. “Masyarakat kita belum bangga jadi petani karena teknologi, manajemen, dan lembaga di bidang pertanian belum bisa diubah secara drastis,” imbuhnya.
Menurut Dewa Suprapta, salah satu faktor yang menyebabkan masih kecilnya pendapatan petani adalah minimnya luas lahan yang dikelola tiap petani. Saat ini, rata-rata petani hanya mengelola lahan seluas 1 hektare atau kurang. “Agar pendapatannya cukup, idealnya petani mengelola lahan minimal 2 haktare,” ucapnya. Untuk itu, perlu adanya pemikiran lebih revolusioner dalam mengembangkan sistem pertanian.
Dewa Suprapta lantas menawarkan konsep pertanian dengan sistem perusahan (cooperative farming). Menurutnya, model ini sukses diterapkan oleh petani di sejumlah negara maju seperti Jepang. “Kalau kita ingin mempertahankan budaya agraris dan meningkatkan kesejahteraan bagi petani, konsep ini adalah solusi,” tandasnya.
Harapan senada disampaikan Ketua DPD HKTI Nyoman Suparta. Dia mengatakan bahwa pemimpin Bali lima tahun mendatang harus punya komitmen dalam penguatan sektor pertanian. “Pertanian itu sangat penting. Coba bayangkan apa kita bisa hidup tanpa sektor ini,” ujarnya. Untuk itu, dia mengharapkan sosok pemimpin yang memberi perhatian lebih serius pada sektor agraris. Bahkan dia berharap pemerintahan mendatang dapat mengalokasikan 10 persen APBD untuk pembangunan bidang pertanian. Dukungan APBD ini antara lain bisa dialokasikan untuk subsidi petani. “Namun saya kurang sependapat kalau subsidinya dialokasikan untuk pengadaan Saprodi. Akan lebih tepat sasaran bila subsidi diarahkan untuk membeli hasil pertanian. Karena hingga saat ini belum ada sistem pemasaran yang handal,” imbuhnya.
Sementara Ketua Yayasan Tri Hita Karana I Gusti Ngurah Wisnu Wardhana dan Penasihat APINDO Bali Panudiana Kuhn ingin sosok pemimpin yang memberi perhatian pada pengembangan sektor pariwisata yang berlandaskan budaya.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyampaikan apresiasi atas berbagai pendapat yang mengemuka dalam pelaksanaan simakrama. Menurutnya, tema ini sangat relevan mengingat saat ini proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Periode 2018 – 2023 tengah berlangsung. Secara khusus, dia kembali menyinggung dinamika yang terjadi di tingkat lokal, nasional hingga internasional yang berubah begitu cepat. Hal itu akan sangat berpengaruh pada kepemimpinan dalam periode lima tahun ke depan. Kata Pastika, apa yang dihadapi oleh gubernur lima tahun ke depan akan sangat berbeda dengan yang dihadapinya selama hampir sepuluh tahun memimpin Bali. Menyikapi hal ini, Pastika berpendapat bahwa sosok pemimpin Bali ke depan harus punya program yang visioner dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat. “Jika Pulau Bali ini diibaratkan kapal, kita butuh nakhoda yang lihai mengemudikan kapal hingga pantai impian yaitu Bali yang Santhi Jagadhita, Bali yang Maju Aman, Damai, dan Sejahtera. Jadi, kita jangan main-main dalam menentukan pilihan. Karena di tengah samudra akan sangat banyak tantangan yang dihadapi,” ujar Pastika, yang bersama Wakil Gubernur I Ketut Sudikerta, akan berakhir masa jabatannya pada Agustus 2018 nanti.
Pastika mewanti-wanti masyarakat Bali yang akan menggunakan hak pilihnya pada Pilgub Bali 27 Juni 2018, supaya memilih dengan rasional dan pikiran jernih. Bukan memilih atas lucu-lucuan dan sekadar memilih.
Kata Pastika kadang dalam pemilihan kepala daerah, masyarakat suka yang lucu-lucuan, tanpa memikirkan dampak atas pilihannya. Sehingga menjadi irasional. “Memilih pemimpin Bali pada Pilgub Bali 27 Juni 2018 harus dengan pikiran rasional dan jernih. Jangan karena mau lucu-lucuan. Jangan main-main menentukan pilihan. Kalau salah memilih dampaknya lima tahun,” ujar mantan Kapolda Bali ini.
Dua paslon Cagub-Cawagub akan head to head dalam Pilgub Bali 27 Juni 2018. Paslon nomor urut 1 Wayan Koster – Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (KBS – Ace) diusung PDIP, Hanura, PKPI, PAN, PKB, PPP. Sementara paslon nomor urut 2 Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra – I Ketut Sudikerta (Mantra – Kerta) diusung Golkar, Demokrat, Gerindra, NasDem, PKS, dan PBB. *nat
1
Komentar