Warga Kubutambahan Bentuk Tim Pendampingan
Warga Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, mulai merapatkan barisan menyikapi rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di wilayahnya.
Rencana Pembangunan Bandara di Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Rencananya, warga membentuk tim pendampingan desa dalam mensukseskan rencana pembangunan bandara tersebut. Tim ini akan berisi para tokoh adat dan masyarakat, di bawah naungan Desa Pakraman Kubutambahan.
Salah satu tokoh masyarakat, Gede Agastiya, yang konon nanti menjadi Ketua Tim, mengungkapkan, tim nanti disahkan secara sekala niskala. Sekala tim disahkan di hadapan notaris sebagai bentuk legalisasi secara hukum. Sedangkan secara niskala, tim akan diresmikan melalui upacara di sejumlah pura di Desa Pakraman Kubutambahan.
“Tim ini mendampingi desa agar tidak dirugikan oleh upaya oknum yang mencari keuntungan dari proyek bandara. Sudah lama diwacanakan dan karena situasi di lapangan mulai ada pihak yang mengatasnamakan desa, kami khawatir desa yang dirugikan, sehingga kami sepakat membentuk tim pendamping desa,” katanya saat ditemui di Gedung DPRD Buleleng, Jumat (27/4).
Pria yang akrab dipanggil Anggas ini menambahkan, tim pendamping desa dipastikan tidak mencampuri investor atau pemerintah yang akan membangun bandara. Sebaliknya, tim akan berada di luar dan mempersilakan perusahaan dan pemerintah melakukan tahapan rencana proyek. Bahkan, pihaknya menjamin tim pendamping desa tidak mencampuri urusan berkaitan kajian teknis setelah nantinya proyek terealisasi.
“Soal kajian teknis apakah itu bandara di laut atau di darat, tim pendamping tidak akan mencampuri urusan itu. Yang kami lakukan agar warga tidak dipermainkan oleh oknum tertentu yang berusaha mencari keuntungan dari proyek ini. Kalau ditemukan dan tidak ada hubungan dengan investor atau pemerintah, tim akan mengambil upaya tegas,” tegas Agastiya.
Sementara Kelian Desa Pakraman Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea membenarkan rencana pembentukan tim pendampingan tersebut. Tetapi saat ini pihaknya masih menunggu keputusan izin penetapan lokasi (Penlok).
“Ini baru sebatas wacana, karena kami harus memastikan dulu penlok-nya. Jangan sampai kami dibilang terlalu menghayal. Tetapi ini (tim, Red) bagi kami sangat penting untuk membangun kekuatan dan kebersamaan,” tuturnya.
Disebutkan, rencana tersebut menyusul munculnya berbagai isu terkait rencana pembangunan. Di samping itu, ada pihak yang ingin bermain dengan memanfaatkan isu tersebut. Pihaknya khawatir, isu tersebut justru bisa menimbullkan konflik horizontal di masyarakat.
“Kami tidak ingin belum apa-apa warga sudah terkotak-kotak, karena kemarin ada isu menolak di darat dan mendukung di laut. Ini kan sudah jelas mulai ada yang menggiring warga. Sehingga kami perlu ada tim, tetapi nanti setelah penloknya jelas,” kata Warkadea.
Menurut Warkadea, dengan adanya tim tersebut, desa dapat menyatukan langkah dan mempunyai kekuatan, sehingga pembangunan bandara nanti dapat sejalan dengan kepentingan dari nilai-nilai kearifan lokal. “Paling tidak kita memiliki semacam batasan-batasan menyangkut kearifan lokal. Seperti misalnya penlok di darat, kalau kena kawasan suci, kita harus berani bersikap. Seperti itu misalnya,” ujarn Warkadea yang juga birokrat yang kini duduk di staf ahli Pemkab Buleleng.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 26 kelompok nelayan dari Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, membuat pernyataan sikap yang intinya menginginkan Bandara Internasional Bali Utara dibangun di tengah laut. Alasannya, bandara di tengah laut minim dampak sosial, ketimbang membangun bandara di darat yang pasti akan menggusur pemukiman penduduk dan banyak pura.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan saat perwakilan dari 26 Kelompok Nelayan Kubutambahan menggelar aksi damai di Pantai Kubutambahan, Minggu (15/4) sore sekitar pukul 17.00 Wita. Dalam aksi damai sore itu, mereka hanya berkumpul dan duduk di antas pasir pantai, didampingi LSM Komunitas Masyarakat untuk Penegakan Hukum dan Keadilan (Kompak).
Perwakilan dari 26 Kelompok Nelayan Kubutambahan ini menolak jika lokasi pembangunan bandara berada di darat. Alasan, jika lokasi bandara di darat, akan memerlukan lahan yang cukup luas, sehingga banyak pura dan tempat pingit (sakral) akan tergusur. Selain itu, pastinya akan ada pemukiman penduduk yang tergusur.
Menurut salah seorang perwakilan Kelompok Nelayan Kubutambahan, Komang Sumandi, jika bandara dibangun di darat, diprediksi ada sekitar 30 pura yang akan tergusur. “Selain pura dan tempat pingit, akan terjadi alih fungsi lahan jika bandara dibangun di darat. Belum lagi pemukiman penduduk. Kami tidak ingin itu terjadi. Kalau pura dan tempat pingit digusur, kita berurusan dengan Yang di Atas. Kalau nggak, terjadi bencana nanti, itu kan kepercayaan kita. Makanya kami mendukung bandara di tengah laut,” papar Komang Sumandi.
Bandara Buleleng sendiri sudah direncanakan akan dibangun di Kubutambahan (Buleleng Timur). Ada dua perusahaan yang melakukan kajian lokasi, masing-masing PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) dan PT Pembangunan Bali Mandiri (Pembari). Jika PT BIBU wacanakan membangun bandara di tengah laut, sementara PT Pembari akan membangun bandara di darat dengan pembebasan lahan. Namun, rencana ini masih menunggu keputusan resmi dari Kemenhub terkait izin penetapan lokasi (penlok). *k19
SINGARAJA, NusaBali
Rencananya, warga membentuk tim pendampingan desa dalam mensukseskan rencana pembangunan bandara tersebut. Tim ini akan berisi para tokoh adat dan masyarakat, di bawah naungan Desa Pakraman Kubutambahan.
Salah satu tokoh masyarakat, Gede Agastiya, yang konon nanti menjadi Ketua Tim, mengungkapkan, tim nanti disahkan secara sekala niskala. Sekala tim disahkan di hadapan notaris sebagai bentuk legalisasi secara hukum. Sedangkan secara niskala, tim akan diresmikan melalui upacara di sejumlah pura di Desa Pakraman Kubutambahan.
“Tim ini mendampingi desa agar tidak dirugikan oleh upaya oknum yang mencari keuntungan dari proyek bandara. Sudah lama diwacanakan dan karena situasi di lapangan mulai ada pihak yang mengatasnamakan desa, kami khawatir desa yang dirugikan, sehingga kami sepakat membentuk tim pendamping desa,” katanya saat ditemui di Gedung DPRD Buleleng, Jumat (27/4).
Pria yang akrab dipanggil Anggas ini menambahkan, tim pendamping desa dipastikan tidak mencampuri investor atau pemerintah yang akan membangun bandara. Sebaliknya, tim akan berada di luar dan mempersilakan perusahaan dan pemerintah melakukan tahapan rencana proyek. Bahkan, pihaknya menjamin tim pendamping desa tidak mencampuri urusan berkaitan kajian teknis setelah nantinya proyek terealisasi.
“Soal kajian teknis apakah itu bandara di laut atau di darat, tim pendamping tidak akan mencampuri urusan itu. Yang kami lakukan agar warga tidak dipermainkan oleh oknum tertentu yang berusaha mencari keuntungan dari proyek ini. Kalau ditemukan dan tidak ada hubungan dengan investor atau pemerintah, tim akan mengambil upaya tegas,” tegas Agastiya.
Sementara Kelian Desa Pakraman Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea membenarkan rencana pembentukan tim pendampingan tersebut. Tetapi saat ini pihaknya masih menunggu keputusan izin penetapan lokasi (Penlok).
“Ini baru sebatas wacana, karena kami harus memastikan dulu penlok-nya. Jangan sampai kami dibilang terlalu menghayal. Tetapi ini (tim, Red) bagi kami sangat penting untuk membangun kekuatan dan kebersamaan,” tuturnya.
Disebutkan, rencana tersebut menyusul munculnya berbagai isu terkait rencana pembangunan. Di samping itu, ada pihak yang ingin bermain dengan memanfaatkan isu tersebut. Pihaknya khawatir, isu tersebut justru bisa menimbullkan konflik horizontal di masyarakat.
“Kami tidak ingin belum apa-apa warga sudah terkotak-kotak, karena kemarin ada isu menolak di darat dan mendukung di laut. Ini kan sudah jelas mulai ada yang menggiring warga. Sehingga kami perlu ada tim, tetapi nanti setelah penloknya jelas,” kata Warkadea.
Menurut Warkadea, dengan adanya tim tersebut, desa dapat menyatukan langkah dan mempunyai kekuatan, sehingga pembangunan bandara nanti dapat sejalan dengan kepentingan dari nilai-nilai kearifan lokal. “Paling tidak kita memiliki semacam batasan-batasan menyangkut kearifan lokal. Seperti misalnya penlok di darat, kalau kena kawasan suci, kita harus berani bersikap. Seperti itu misalnya,” ujarn Warkadea yang juga birokrat yang kini duduk di staf ahli Pemkab Buleleng.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 26 kelompok nelayan dari Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, membuat pernyataan sikap yang intinya menginginkan Bandara Internasional Bali Utara dibangun di tengah laut. Alasannya, bandara di tengah laut minim dampak sosial, ketimbang membangun bandara di darat yang pasti akan menggusur pemukiman penduduk dan banyak pura.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan saat perwakilan dari 26 Kelompok Nelayan Kubutambahan menggelar aksi damai di Pantai Kubutambahan, Minggu (15/4) sore sekitar pukul 17.00 Wita. Dalam aksi damai sore itu, mereka hanya berkumpul dan duduk di antas pasir pantai, didampingi LSM Komunitas Masyarakat untuk Penegakan Hukum dan Keadilan (Kompak).
Perwakilan dari 26 Kelompok Nelayan Kubutambahan ini menolak jika lokasi pembangunan bandara berada di darat. Alasan, jika lokasi bandara di darat, akan memerlukan lahan yang cukup luas, sehingga banyak pura dan tempat pingit (sakral) akan tergusur. Selain itu, pastinya akan ada pemukiman penduduk yang tergusur.
Menurut salah seorang perwakilan Kelompok Nelayan Kubutambahan, Komang Sumandi, jika bandara dibangun di darat, diprediksi ada sekitar 30 pura yang akan tergusur. “Selain pura dan tempat pingit, akan terjadi alih fungsi lahan jika bandara dibangun di darat. Belum lagi pemukiman penduduk. Kami tidak ingin itu terjadi. Kalau pura dan tempat pingit digusur, kita berurusan dengan Yang di Atas. Kalau nggak, terjadi bencana nanti, itu kan kepercayaan kita. Makanya kami mendukung bandara di tengah laut,” papar Komang Sumandi.
Bandara Buleleng sendiri sudah direncanakan akan dibangun di Kubutambahan (Buleleng Timur). Ada dua perusahaan yang melakukan kajian lokasi, masing-masing PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) dan PT Pembangunan Bali Mandiri (Pembari). Jika PT BIBU wacanakan membangun bandara di tengah laut, sementara PT Pembari akan membangun bandara di darat dengan pembebasan lahan. Namun, rencana ini masih menunggu keputusan resmi dari Kemenhub terkait izin penetapan lokasi (penlok). *k19
Komentar