Segera, Reklamasi Untuk Bandara Ngurah Rai
Pihak Angkasa Pura (AP) I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, telah kantongi izin lokasi dan izin lingkungan untuk reklamasi (pengurugan laut) buat perluasan apron bandara sisi barat.
MANGUPURA, NusaBali
Aspek legalitas pengerjaan proyek dengan cara reklamasi seluas 6 hektare itu kini tinggal satu yang belum terpenuhi, yakni izin pelaksanaan reklamasi. Kepala Humas AP I Ngurah Rai, Arie Ahsanurrohim, mengatakan dari 48 hektare yang direncanakan direklamasi, cuma 6 hektare yang jadi prioritas. Pengerjaan reklamasi seluas 6 hektare ini dikebut untuk persiapan fasilitas Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Oktober 2018 mendatang.
Menurut Arie, ada tiga paket proyek yang harus segera ada untuk Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia ini. Paket pertama, perluasan apron sisi barat Bandara Ngurah Rai yang sampai saat ini progres fisiknya baru mencapai 1,9 persen. Progres 1,9 persen ini belum menyentu laut. Progres 1,9 persen ini meliputi pekerjaan tahapan persiapan dan desain. Ini baru sebatas persiapan akses keluar masuk material ke lolasi proyek.
Paket kedua, perluasan apron sisi timur Bandara Ngurah Rai. Progeresnya sudah mencapai 20,7 persen. Paket ketiga, pembangunan Gedung VVIP Bandara Ngurah Rai yang baru, yang progresnya kini telah mencapai 5 persen. “Ketiga paket proyek ini ditargetkan selesai Agustus 2018 mendatang,” jelas Arie, Senin (30/4).
Untuk proyek perluasan apron sisi barat Bandara Ngurah Rai, kata Arie, sudah dipastikan menggunakan metode reklamasi. Disebutkan, reklamasi prioritas seluas 6 hektare ini hanya untuk kebutuhan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia. Usulan sesuai dengan yang direncanakan, yaitu untuk 3 pesawat ukuran besar atau 6 pesawat berukuran kecil.
Terkait rencana penggarapan reklamasi, menurut Arie, pihaknya telah melakukan sosialisasi dengan dua desa penyangga, yakni Desa Adat Tuban dan Desa Adat Kelan. Krama kedua desa adat tersebut prinsipnya setuju dengan proyek reklamasi apron ini, dengan berberapa catatan. Misalnya, harus sesuai kajian Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan), tidak berdampak terhadap tempat ibdah, tidak me-ngorbankan tanah warga, tidak membatasi akses krama kedua desa untuk ritual melasti.
Pihak AP I Ngurah rai berkomitmen untuk bertanggung jawab jika kelak terjadi dampak kecil atau besar akibat proyek reklamasi ini. "Kami selaku pemrakarsa pembagunan fasilitas ini siap bertanggung jawab jika berdampak buruk terhadap masyarakat," tegas Arie.
Sedangkan untuk izin-izin pemenuhan legalitas proyek reklamasi, kata Arie, sejauh ini pihaknya sudah mendapatkan izin lokasi dan izin lingkungan. Yang masih ditunggu adalah izin pelaksanaan reklamasi. Salah satu syarat untuk mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi adalah izin lokasi dan izin lingkungan itu sendiri.
"Semua izin ini dikeluarkan dari pusat. Sementara dari Provinsi Bali sendiri sudah mengeluarkan pertimbanham teknis mengenai izin lokasi. Rencananya, dalam waktu dekat kami akan melakukan sosialisasi ke Desa Adat Kuta," tandas Arie.
Sementara itu, Bendesa Adat kelan, Made Sugita, mengakui adanya sosialisasi terkait rencana pengembangan apron Bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi tersebut. Menurut Sugita, pihaknya mendukung rencana pengembangan Bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi.
"Khusus untuk pembangunan ini, kami mendukung 100 persen tanpa ada embel-embel. Karena ini demi kepentingan bangsa dan negara, bukan demi kepentingan individu dan perusahaan. Tentunya dalam penggarapanya telah memenuhi kajian-kajian persyaratan,” tegas Sugita.
Paparan senada juga disampaikan Bendesa Adat Tuban, Wayan Mendra. Bahkan, kata Mandra, sampai kapan pun pihaknya mendukung penuh kegiatan AP I Ngurah Rai dengan cara apapun yang diizinkan pemerintah dan UUD 1945. Dukungan tersebut sudah diberikan sejak dibangunnya Bandara Ngurah Rai di wilayah Desa Tuban tahun 1930-an. “Tentunya perluasan bandara itu sudah mendapat kawalan khusus dari pemerintah Provinsi Bali dan kajian Amdal serta izin menteri terkait. Kami menyadari, ini semua untuk keperluan krama, pemerintah Provinsi Bali, dan kebutuhan nasional baik jangka pendek maupun jangka panjang," tegas Mendra. *p
Aspek legalitas pengerjaan proyek dengan cara reklamasi seluas 6 hektare itu kini tinggal satu yang belum terpenuhi, yakni izin pelaksanaan reklamasi. Kepala Humas AP I Ngurah Rai, Arie Ahsanurrohim, mengatakan dari 48 hektare yang direncanakan direklamasi, cuma 6 hektare yang jadi prioritas. Pengerjaan reklamasi seluas 6 hektare ini dikebut untuk persiapan fasilitas Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Oktober 2018 mendatang.
Menurut Arie, ada tiga paket proyek yang harus segera ada untuk Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia ini. Paket pertama, perluasan apron sisi barat Bandara Ngurah Rai yang sampai saat ini progres fisiknya baru mencapai 1,9 persen. Progres 1,9 persen ini belum menyentu laut. Progres 1,9 persen ini meliputi pekerjaan tahapan persiapan dan desain. Ini baru sebatas persiapan akses keluar masuk material ke lolasi proyek.
Paket kedua, perluasan apron sisi timur Bandara Ngurah Rai. Progeresnya sudah mencapai 20,7 persen. Paket ketiga, pembangunan Gedung VVIP Bandara Ngurah Rai yang baru, yang progresnya kini telah mencapai 5 persen. “Ketiga paket proyek ini ditargetkan selesai Agustus 2018 mendatang,” jelas Arie, Senin (30/4).
Untuk proyek perluasan apron sisi barat Bandara Ngurah Rai, kata Arie, sudah dipastikan menggunakan metode reklamasi. Disebutkan, reklamasi prioritas seluas 6 hektare ini hanya untuk kebutuhan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia. Usulan sesuai dengan yang direncanakan, yaitu untuk 3 pesawat ukuran besar atau 6 pesawat berukuran kecil.
Terkait rencana penggarapan reklamasi, menurut Arie, pihaknya telah melakukan sosialisasi dengan dua desa penyangga, yakni Desa Adat Tuban dan Desa Adat Kelan. Krama kedua desa adat tersebut prinsipnya setuju dengan proyek reklamasi apron ini, dengan berberapa catatan. Misalnya, harus sesuai kajian Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan), tidak berdampak terhadap tempat ibdah, tidak me-ngorbankan tanah warga, tidak membatasi akses krama kedua desa untuk ritual melasti.
Pihak AP I Ngurah rai berkomitmen untuk bertanggung jawab jika kelak terjadi dampak kecil atau besar akibat proyek reklamasi ini. "Kami selaku pemrakarsa pembagunan fasilitas ini siap bertanggung jawab jika berdampak buruk terhadap masyarakat," tegas Arie.
Sedangkan untuk izin-izin pemenuhan legalitas proyek reklamasi, kata Arie, sejauh ini pihaknya sudah mendapatkan izin lokasi dan izin lingkungan. Yang masih ditunggu adalah izin pelaksanaan reklamasi. Salah satu syarat untuk mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi adalah izin lokasi dan izin lingkungan itu sendiri.
"Semua izin ini dikeluarkan dari pusat. Sementara dari Provinsi Bali sendiri sudah mengeluarkan pertimbanham teknis mengenai izin lokasi. Rencananya, dalam waktu dekat kami akan melakukan sosialisasi ke Desa Adat Kuta," tandas Arie.
Sementara itu, Bendesa Adat kelan, Made Sugita, mengakui adanya sosialisasi terkait rencana pengembangan apron Bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi tersebut. Menurut Sugita, pihaknya mendukung rencana pengembangan Bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi.
"Khusus untuk pembangunan ini, kami mendukung 100 persen tanpa ada embel-embel. Karena ini demi kepentingan bangsa dan negara, bukan demi kepentingan individu dan perusahaan. Tentunya dalam penggarapanya telah memenuhi kajian-kajian persyaratan,” tegas Sugita.
Paparan senada juga disampaikan Bendesa Adat Tuban, Wayan Mendra. Bahkan, kata Mandra, sampai kapan pun pihaknya mendukung penuh kegiatan AP I Ngurah Rai dengan cara apapun yang diizinkan pemerintah dan UUD 1945. Dukungan tersebut sudah diberikan sejak dibangunnya Bandara Ngurah Rai di wilayah Desa Tuban tahun 1930-an. “Tentunya perluasan bandara itu sudah mendapat kawalan khusus dari pemerintah Provinsi Bali dan kajian Amdal serta izin menteri terkait. Kami menyadari, ini semua untuk keperluan krama, pemerintah Provinsi Bali, dan kebutuhan nasional baik jangka pendek maupun jangka panjang," tegas Mendra. *p
Komentar