Pentaskan Rekonstruksi Sendratari Jayaprana Karya Empu Seni I Wayan Beratha
Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Wayan Dibia SST MA telah memasuki masa purnabakti (pensiun) sebagai PNS per 1 Mei 2018.
Menandai Purnabakti Prof Dibia sebagai PNS
DENPASAR, NusaBali
Selama mengabdi 44 tahun di lembaga seni sejak berstatus ASTI, kemudian STSI hingga menjadi ISI Denpasar, dedengkot seni tari yang dikenal sebagai 'macan ASTI', namanya begitu disegani di jagat seni.
Nah, sebagai wujud pengabdian di dunia pendidikan seni, Prof Wayan Dibia tak kenal berhenti untuk berkarya. Jagat Bali akan kembali digetarkan lewat sebuah sajian karya seni berkelas yaitu persembahan sendratari rekonstruksi berjudul Jayaprana, pada Minggu ( 6/5) mendatang bertempat di Panggung Terbuka Nertya Mandala, Kampus ISI Denpasar.
“Sendratari yang saya garap dan akan dipentaskan nanti merupakan karya rekonstruksi dimana sendratari inilah yang pertama kali dibuat oleh empu seni I Wayan Beratha pada tahun 1961,” ujar Prof Dibia ditemui di sela-sela sesi latihan di kampus setempat, Kamis (3/5).
Pria kelahiran Singapadu, Gianyar 14 April 1948 menekankan, garapan sendratari yang ditampilkan nanti murni serius, dikemas dalam olahan gerak, tari, lakon yang diikat dengan iringan musik seperti awal diciptakan Wayan Beratha. "Menariknya, nanti Pak Rektor (Arya Sugiartha) juga ikut megambel, didukung para dosen jurusan kerawitan, tari dan pedalangan," jelas pria yang pernah menjabat sebagai Ketua STSI ini.
Menurut Prof Dibia, garapan yang dipentaskan nanti dibilang istimewa, karena sendratari inilah yang memberikan landasan bagi perkembangan berkesenian di Bali. "Jadi, konsep garapan benar-benar dihitung, baik tari, lakon diikat oleh musik, kalau kita lihat belakangan, banyak garapan sendratari yang bergeser, sekarang sendratari hanya jadi tontonan, enak ditonton saja tetapi konsepnya lemah. Sedangkan garapan ini, kita tentukan dengan terukur, dalang ruangnya terukur, penari, lakon dan iringan benar benar terukur, " ungkap lulusan ASTI Denpasar tahun1975.
Prof Dibia menekankan, ruang yang terukur yang dimaksud adalah, tidak adanya improvisasi berlebihan, baik penari, dalang dan iringan musik. "Jadi sendratari ya dimana dalangnya, gerak penarinya terukur, artinya di sini diperlukan penari yang benar-benar bisa menari, waktunya tepat, durasinya tidak molor,” ujarnya sembari memberi arahan para penari dan penabuh secara detail.
Sementara itu Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSkar MHum merasa bangga, Bali khususnya ISI memiliki tokoh budayawan sekelas Prof Dibia. "Beliau dulu waktu saya masih kuliah, dikenal dengan sebutan macannya ASTI, beliau mengajar tegas, lugas, konsisten dengan waktu, kalau salah dibilang salah. Tapi dengan cara itu anak-anak didiknya jadi disiplin. Beliau mengajar ketegasan, kedua beliau memiliki pengetahuan lengkap, mulai praktek kesenian sejak kecil, bapaknya seorang penari arja terkenal. Mengenyam pendidikan seni, zaman itu sudah kuliah di ASTI Yogya, S2 dan S3 di Amerika. Saya sendiri dibimbing Pak Dibia, saya bangga dengan beliau, " sanjungnya.
Dikatakanya, meski Prof Dibia sudah pensiun dari PNS, namun pihak ISI Denpasar masih membutuhkan tenaga dan pemikirannay sebagai dosen. “Untuk itu selain acara pelepasan, nanti sekaligus kita mengangkat kembali Prof Dibia menjadi dosen non PNS,” kata Prof Arya Sugiartha seraya menyebut dalam acara pelepasan nanti juga akan dipentaskan karya Prof Dibia yang terkenal yaitu Tari Manukrawa yang diciptakan sekitar tahun 1975. “Nanti juga akan ada peluncuran dua buku karya Prof Dibia,” imbuh Prof Arya didampingi Humas ISI Denpasar I Gede Eko Jaya Utama SE MM. 7 isu
DENPASAR, NusaBali
Selama mengabdi 44 tahun di lembaga seni sejak berstatus ASTI, kemudian STSI hingga menjadi ISI Denpasar, dedengkot seni tari yang dikenal sebagai 'macan ASTI', namanya begitu disegani di jagat seni.
Nah, sebagai wujud pengabdian di dunia pendidikan seni, Prof Wayan Dibia tak kenal berhenti untuk berkarya. Jagat Bali akan kembali digetarkan lewat sebuah sajian karya seni berkelas yaitu persembahan sendratari rekonstruksi berjudul Jayaprana, pada Minggu ( 6/5) mendatang bertempat di Panggung Terbuka Nertya Mandala, Kampus ISI Denpasar.
“Sendratari yang saya garap dan akan dipentaskan nanti merupakan karya rekonstruksi dimana sendratari inilah yang pertama kali dibuat oleh empu seni I Wayan Beratha pada tahun 1961,” ujar Prof Dibia ditemui di sela-sela sesi latihan di kampus setempat, Kamis (3/5).
Pria kelahiran Singapadu, Gianyar 14 April 1948 menekankan, garapan sendratari yang ditampilkan nanti murni serius, dikemas dalam olahan gerak, tari, lakon yang diikat dengan iringan musik seperti awal diciptakan Wayan Beratha. "Menariknya, nanti Pak Rektor (Arya Sugiartha) juga ikut megambel, didukung para dosen jurusan kerawitan, tari dan pedalangan," jelas pria yang pernah menjabat sebagai Ketua STSI ini.
Menurut Prof Dibia, garapan yang dipentaskan nanti dibilang istimewa, karena sendratari inilah yang memberikan landasan bagi perkembangan berkesenian di Bali. "Jadi, konsep garapan benar-benar dihitung, baik tari, lakon diikat oleh musik, kalau kita lihat belakangan, banyak garapan sendratari yang bergeser, sekarang sendratari hanya jadi tontonan, enak ditonton saja tetapi konsepnya lemah. Sedangkan garapan ini, kita tentukan dengan terukur, dalang ruangnya terukur, penari, lakon dan iringan benar benar terukur, " ungkap lulusan ASTI Denpasar tahun1975.
Prof Dibia menekankan, ruang yang terukur yang dimaksud adalah, tidak adanya improvisasi berlebihan, baik penari, dalang dan iringan musik. "Jadi sendratari ya dimana dalangnya, gerak penarinya terukur, artinya di sini diperlukan penari yang benar-benar bisa menari, waktunya tepat, durasinya tidak molor,” ujarnya sembari memberi arahan para penari dan penabuh secara detail.
Sementara itu Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSkar MHum merasa bangga, Bali khususnya ISI memiliki tokoh budayawan sekelas Prof Dibia. "Beliau dulu waktu saya masih kuliah, dikenal dengan sebutan macannya ASTI, beliau mengajar tegas, lugas, konsisten dengan waktu, kalau salah dibilang salah. Tapi dengan cara itu anak-anak didiknya jadi disiplin. Beliau mengajar ketegasan, kedua beliau memiliki pengetahuan lengkap, mulai praktek kesenian sejak kecil, bapaknya seorang penari arja terkenal. Mengenyam pendidikan seni, zaman itu sudah kuliah di ASTI Yogya, S2 dan S3 di Amerika. Saya sendiri dibimbing Pak Dibia, saya bangga dengan beliau, " sanjungnya.
Dikatakanya, meski Prof Dibia sudah pensiun dari PNS, namun pihak ISI Denpasar masih membutuhkan tenaga dan pemikirannay sebagai dosen. “Untuk itu selain acara pelepasan, nanti sekaligus kita mengangkat kembali Prof Dibia menjadi dosen non PNS,” kata Prof Arya Sugiartha seraya menyebut dalam acara pelepasan nanti juga akan dipentaskan karya Prof Dibia yang terkenal yaitu Tari Manukrawa yang diciptakan sekitar tahun 1975. “Nanti juga akan ada peluncuran dua buku karya Prof Dibia,” imbuh Prof Arya didampingi Humas ISI Denpasar I Gede Eko Jaya Utama SE MM. 7 isu
1
Komentar