WNA Diduga Praktik Pramuwisata, HPI Bali Gerah
DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali gerah.
DENPASAR, NusaBali
Pemicunya praktik pramuwisata yang diduga dilakukan oknum warga negara asing di kawasan wisata Taman Ayun, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung pada Kamis, 12 April 2018. Dalam rekaman video yang beredar melalui group WhatsApp (WA), terlihat sosok WNA berkomunikasi dan berdialog dengan gesture sedang memandu group wisatawan manca negara (wisman) yang diperkirakan wisatawan Prancis. Lokasinya di area wantilan Pura Taman Ayun.
Putu Santosa, pemandu wisata anggota HPI dari Divisi Bahasa Prancis yang merekam dugaan praktik sebagai pemandu wisata (guiding) oleh oknum WNA tersebut membenarkan rekaman tersebut. “Pas kebetulan saya sedang bertugas memandu di sana (di Taman Ayun),” ucap Santosa, Sabtu (5/5).
Curiga dengan gerak-gerik WNA yang diduga berpraktik sebagai pemandu wisata, Santosa mendekat dan bertanya kepada oknum tersebut. Oknum bersangkutan tidak mengaku sebagai pemandu, tetapi sebagai direktur agen/biro perjalanan wisata. “Tetapi indikasinya seperti sedang memandu,” imbuh Santosa.
Karena menengarai WNA tersebut melakukan praktik guiding itulah, Santosa, pramuwisata asal Denpasar, ini merekam dan melaporkan kepada DPD HPI Bali. “Saya tidak berani memastikan apakah sedang praktik guiding atau tidak. Tetapi sepertinya mengarah praktik guiding,” ujarnya.
Ketua DPD HPI Bali I Nyoman Nuarta, membenarkan laporan anggotanya tentang dugaan praktik guiding yang dilakukan oleh oknum WNA tersebut. “Ya memang benar, itu anggota yang melaporkan kepada kami,” ujar Nuarta.
Pengaduan maupun temuan warga negara asing yang diduga melakukan kegiatan sebagai pramuwisata sudah sering terjadi. HPI juga sudah melaporkan hal tersebut kepada instansi terkait untuk dilakukan penegakan hukum. “Karena warga negara asing tidak boleh melakukan praktik pramuwisata,” ujar Nuarta merujuk Perda No 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata.
Namun faktanya indikasi praktik guiding oleh WNA masih kerap ditemui di lapangan. “Ini sangat kami sayangkan,” tegas Nuarta.
Karena itulah, dia berharap satgas pengawasan terhadap orang asing yang sudah disepakati instansi di antaranya dengan imigrasi dan pihak terkait, termasuk dengan HPI segera bisa diwujudkan. “Satgas pengawasan orang asing harus secepatnyua dibentuk karena sudah disepakati,” ujarnya.
Rencana pembentukan satgas itu menyusul kasus pemukulan oleh orang asing terhadap pramuwisata anggota HPI Bali berbahasa Mandarin yang terjadi di Kuta, awal April lalu. Menurut Nuarta, menyusul kejadian tersebut, dalam pertemuan dengan Imigasi Bandara I Gusti Ngurah Rai disepakati untuk membentuk satgas pengawasan orang asing. “Sehingga kejadian dan praktik-praktik yang melanggar yang merugikan tak terulang terus,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 50 orang anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) DPD Bali mendatangi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai di Jalan Raya Perum Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Senin (9/4) pagi. Para pemandu wisata lokal ini, antara lain, menuntut agar dilakukan pengawasan ketat terhadap tenaga kerja asing, terutama guide ilegal.
Puluhan guide (pemandu wisata) lokal yang gerudug Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Senin pagi sekitar pukul 10.00 Wita, dipimpin Ketua DPD HPI Bali I Nyoman Nuarta. Dengan mengenakan busana adat madya, mereka diterima oleh Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Imigrasi Ngurah Rai Tomphatar Hasianto.
Seusai pertemuan, Nyoman Nuarta menegaskan puluhan anggota HPI Bali mendatangi Kantor Imigrasi Ngurah Rai selaku lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengawasan orang asing, khususnya tenaga kerja asing termasuk guide asing. Menurut Nuarta, kedatangannya bersama para guide lokal ini untuk membicarakan dua hal penting.
Pertama, untuk menuntaskan kasus pemukulan terhadap salah seorang pemandu wisata di bawah naungan HPI Bali oleh guide asing bahasa Mandarin, 5 April 2018 lalu. “Kami minta kasus tersebut diselesaikan dengan baik, tuntas, lugas, dan memberikan efek jera,” tandas Nuarta.
Hal kedua adalah langkah ke depan buat menekan potensi terjadi kasus serupa divisi bahasa yang lain. Menurut Nuarta, HPI Bali menaungi guide 11 divisi bahasa. Dari 11 divisi tersebut, yang berpotensi menggunakan guide asing adalah bahasa Mandarin, bahasa Korea, dan bahasa Rusia.
“Kami tidak menuduh Imigrasi melakukan hal yang negatif. Kami ingin mendorong agar Imigrasi mengaktualisasi setiap masukan yang diberikan. Kalau Imigrasi tidak mengaktualisasikan pembicaraan hari ini (kemarin), itu perlu dipertanyakan,” tandas Nuarta.
Nuarta memaparkan, ada satu pemodal asal China ingin mengatur semuanya, mulai dari punya tamu sendiri, travel agent sendiri, dan pakai guide sendiri. “Ini artinya mereka sudah mulai melanggar hal yang besar. Tapi, kalau kasus yang terjadi sekarang (insiden pemukulan oleh guide asing, Red) bisa diselesaikan dengan baik, tuntas, lugas, dan membawa efek jera, saya yakin orang asing akan takut.”
Selaku Ketua HPI Bali, Nuarta sangat menyayangkan menjamurnya guide asing ilegal di Pulau Dewata. Sedangkan guide lokal harus mengikuti ketentuan-ketentuan yuridis. Padahal, sudah ada Perda Nomor 5 Tahun 2016 yang mengatur bahwa hanya orang Indonesia yang bisa menjadi pramuwisata. Selain itu, seorang pramuwisata juga harus mengikuti pendidikan uji budaya, sertifikasi uji kompetesi, dan persyaratan lainnya.
“Dalam Perda Nomor 5 Tahun 2016 itu, tidak ada tercantum orang asing bisa menjadi pramuwisata. Jadi, dalam kasus ini, mereka telal melanggar banyak hal. Meskipun orang asing memiliki perusahaan travel, tapi mereka tidak boleh mepekerjakan orang asing untuk menjadi guide. Jadi, kami dorong agar pengawasan dan penindakan oleh Imigrasi ditingkatkan, hingga mampu meberi efek jera,” tegas Nuarta. *k17
Pemicunya praktik pramuwisata yang diduga dilakukan oknum warga negara asing di kawasan wisata Taman Ayun, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung pada Kamis, 12 April 2018. Dalam rekaman video yang beredar melalui group WhatsApp (WA), terlihat sosok WNA berkomunikasi dan berdialog dengan gesture sedang memandu group wisatawan manca negara (wisman) yang diperkirakan wisatawan Prancis. Lokasinya di area wantilan Pura Taman Ayun.
Putu Santosa, pemandu wisata anggota HPI dari Divisi Bahasa Prancis yang merekam dugaan praktik sebagai pemandu wisata (guiding) oleh oknum WNA tersebut membenarkan rekaman tersebut. “Pas kebetulan saya sedang bertugas memandu di sana (di Taman Ayun),” ucap Santosa, Sabtu (5/5).
Curiga dengan gerak-gerik WNA yang diduga berpraktik sebagai pemandu wisata, Santosa mendekat dan bertanya kepada oknum tersebut. Oknum bersangkutan tidak mengaku sebagai pemandu, tetapi sebagai direktur agen/biro perjalanan wisata. “Tetapi indikasinya seperti sedang memandu,” imbuh Santosa.
Karena menengarai WNA tersebut melakukan praktik guiding itulah, Santosa, pramuwisata asal Denpasar, ini merekam dan melaporkan kepada DPD HPI Bali. “Saya tidak berani memastikan apakah sedang praktik guiding atau tidak. Tetapi sepertinya mengarah praktik guiding,” ujarnya.
Ketua DPD HPI Bali I Nyoman Nuarta, membenarkan laporan anggotanya tentang dugaan praktik guiding yang dilakukan oleh oknum WNA tersebut. “Ya memang benar, itu anggota yang melaporkan kepada kami,” ujar Nuarta.
Pengaduan maupun temuan warga negara asing yang diduga melakukan kegiatan sebagai pramuwisata sudah sering terjadi. HPI juga sudah melaporkan hal tersebut kepada instansi terkait untuk dilakukan penegakan hukum. “Karena warga negara asing tidak boleh melakukan praktik pramuwisata,” ujar Nuarta merujuk Perda No 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata.
Namun faktanya indikasi praktik guiding oleh WNA masih kerap ditemui di lapangan. “Ini sangat kami sayangkan,” tegas Nuarta.
Karena itulah, dia berharap satgas pengawasan terhadap orang asing yang sudah disepakati instansi di antaranya dengan imigrasi dan pihak terkait, termasuk dengan HPI segera bisa diwujudkan. “Satgas pengawasan orang asing harus secepatnyua dibentuk karena sudah disepakati,” ujarnya.
Rencana pembentukan satgas itu menyusul kasus pemukulan oleh orang asing terhadap pramuwisata anggota HPI Bali berbahasa Mandarin yang terjadi di Kuta, awal April lalu. Menurut Nuarta, menyusul kejadian tersebut, dalam pertemuan dengan Imigasi Bandara I Gusti Ngurah Rai disepakati untuk membentuk satgas pengawasan orang asing. “Sehingga kejadian dan praktik-praktik yang melanggar yang merugikan tak terulang terus,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 50 orang anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) DPD Bali mendatangi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai di Jalan Raya Perum Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Senin (9/4) pagi. Para pemandu wisata lokal ini, antara lain, menuntut agar dilakukan pengawasan ketat terhadap tenaga kerja asing, terutama guide ilegal.
Puluhan guide (pemandu wisata) lokal yang gerudug Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Senin pagi sekitar pukul 10.00 Wita, dipimpin Ketua DPD HPI Bali I Nyoman Nuarta. Dengan mengenakan busana adat madya, mereka diterima oleh Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Imigrasi Ngurah Rai Tomphatar Hasianto.
Seusai pertemuan, Nyoman Nuarta menegaskan puluhan anggota HPI Bali mendatangi Kantor Imigrasi Ngurah Rai selaku lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengawasan orang asing, khususnya tenaga kerja asing termasuk guide asing. Menurut Nuarta, kedatangannya bersama para guide lokal ini untuk membicarakan dua hal penting.
Pertama, untuk menuntaskan kasus pemukulan terhadap salah seorang pemandu wisata di bawah naungan HPI Bali oleh guide asing bahasa Mandarin, 5 April 2018 lalu. “Kami minta kasus tersebut diselesaikan dengan baik, tuntas, lugas, dan memberikan efek jera,” tandas Nuarta.
Hal kedua adalah langkah ke depan buat menekan potensi terjadi kasus serupa divisi bahasa yang lain. Menurut Nuarta, HPI Bali menaungi guide 11 divisi bahasa. Dari 11 divisi tersebut, yang berpotensi menggunakan guide asing adalah bahasa Mandarin, bahasa Korea, dan bahasa Rusia.
“Kami tidak menuduh Imigrasi melakukan hal yang negatif. Kami ingin mendorong agar Imigrasi mengaktualisasi setiap masukan yang diberikan. Kalau Imigrasi tidak mengaktualisasikan pembicaraan hari ini (kemarin), itu perlu dipertanyakan,” tandas Nuarta.
Nuarta memaparkan, ada satu pemodal asal China ingin mengatur semuanya, mulai dari punya tamu sendiri, travel agent sendiri, dan pakai guide sendiri. “Ini artinya mereka sudah mulai melanggar hal yang besar. Tapi, kalau kasus yang terjadi sekarang (insiden pemukulan oleh guide asing, Red) bisa diselesaikan dengan baik, tuntas, lugas, dan membawa efek jera, saya yakin orang asing akan takut.”
Selaku Ketua HPI Bali, Nuarta sangat menyayangkan menjamurnya guide asing ilegal di Pulau Dewata. Sedangkan guide lokal harus mengikuti ketentuan-ketentuan yuridis. Padahal, sudah ada Perda Nomor 5 Tahun 2016 yang mengatur bahwa hanya orang Indonesia yang bisa menjadi pramuwisata. Selain itu, seorang pramuwisata juga harus mengikuti pendidikan uji budaya, sertifikasi uji kompetesi, dan persyaratan lainnya.
“Dalam Perda Nomor 5 Tahun 2016 itu, tidak ada tercantum orang asing bisa menjadi pramuwisata. Jadi, dalam kasus ini, mereka telal melanggar banyak hal. Meskipun orang asing memiliki perusahaan travel, tapi mereka tidak boleh mepekerjakan orang asing untuk menjadi guide. Jadi, kami dorong agar pengawasan dan penindakan oleh Imigrasi ditingkatkan, hingga mampu meberi efek jera,” tegas Nuarta. *k17
Komentar