Masyarakat Antusias Berdana pada Bhikkhu
Ratusan umat Buddha serta masyarakat sepanjang pinggir trotoar Jalan Gunung Agung, Denpasar Barat, tampak antusias berjejer membagikan makanan kepada Bhikkhu yang sedang berjalan menuju Vihara Budhha Sakyamuni (VBSM) di Lingkungan Padang Udayana, Denpasar, Kamis (10/5).
DENPASAR, NusaBali
Rupanya mereka tengah berpartisipasi meramaikan tradisi yang disebut sebagai Pindapatta. Yakni tradisi Buddhis di mana Bhikkhu menerima dana makanan dari umat guna menunjang kehidupannya.Oscar N Wanouw, Ketua Dayaka Sabha Vihara Buddha Sakyamuni, menjelaskan tradisi Pindapatta tahun ini mengambil lokasi dari Jalan Gunung Agung, tepatnya depan Bank Danamon menuju vihara. Jarak ini ditempuh dalam waktu 1 jam 40 menit. “Ini merupakan tradisi Pindapatta sebagai serangkaian menyambut Waisak. Dalam tradisi ini, umat dan masyarakat awam berkesempatan berdana kepada Bhikkhu berupa makanan,” ujarnya usai mengiringi Bhikkhu dalam tradisi Pindapatta tersebut.
Tradisi ini diikuti empat Bhikkhu. Yakni, Bhikkhu Citagutto Mahathera, Bhikkhu Jayadhammo Thera, Bhikkhu Indadharo, Bhikkhu Gunajayo dan seorang samanera atau calon Bhikkhu. Mereka didampingi oleh beberapa pandita dan pemuda umat Buddha.
Pindapatta dilaksanakan oleh para Bhikkhu atau Bhikkhuni dengan cara berjalan kaki dan kepala tertunduk sambil membawa patta, untuk menerima dana makanan dari umat, guna menunjang kehidupannya. Pemberian dana makanan ini tidak sama dengan pemberian dana atau sedekah kepada pengemis, peminta-minta dan sebagainya. Dalam Pindapatta ini, seorang Bhikkhu atau Bhikkhuni tidak boleh mengucapkan kata-kata meminta. Tetapi umatlah yang secara sadar dan ikhlas, serta semangat bakti memberikan, mendanakan makanan demi membantu kelangsungan kehidupan suci para anggota sangha dan membantu kelangsungan serta melestarikan Buddha Dhamma.
“Selain umat Buddha, tradisi ini memberikan kesempatan yang lebih luas kepada umat atau masyarakat umum siapa saja yang ingin berdana makanan kepada para Bhikkhu. Selain itu juga, dengan diadakannya tradisi ini, kami ingin lebih memperkenalkan tradisi pindapatta kepada masyarakat luas,” kata Oscar.
Dana makanan, minuman dan lainnya itu ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan Bhikkhu saja. Tapi juga disumbangkan ke panti asuhan dan warga yang kurang mampu. “Selain menunjukkan bakti kepada Bhikkhu Sangha, juga berlatih untuk melepas, berdana sesuai kemampuan,” terangnya.
Sementara itu, Bhikkhu Citagutto Mahathera, mengataka tradisi Pindapatta merupakan tradisi Buddhis yang dilaksanakan sejak zaman kehidupan Buddha Gautama. Hingga saat ini, tradisi tersebut tetap dilaksanakan di beberapa negara. Seperti Thailand, Kamboja, Myanmar dan Srilanka. Sedangkan di negara lain termasuk Indonesia, tradisi ini sudah jarang dilaksanakan karena banyak faktor. “Ada kebijakan di Indonesia saat sekarang, paling tidak Pindapatta itu dilakukan di sekitar kompleks vihara. Tapi ternyata di sini bisa ke luar sampai ke jalan raya. Ini sangat luar biasa. Di beberapa tempat Indonesia seperti di Lombok, juga demikian,” ujarnya.
Bagi para Bhikkhu atau Bhikkhuni, Pindapatta merupakan cara untuk melatih hidup sederhana, belajar menghargai pemberian orang lain, melatih sati (Perhatian atau kesadaran murni), serta merenungkan bahwa fungsi utama makanan adalah untuk memenuhi kebutuhan badan jasmani, bukan untuk kesenangan dan mencari kenikmatan. Sedangkan bagi umat Buddha, pindapatta merupakan ladang yang subur untuk menanam kebajikan. Sebab berdana pada mereka yang menjalani kehidupan suci merupakan berkah yang utama. “Untuk masyarakat awam, ini tidak semata-mata berdana atau memberi kepada Bhikkhu, tetapi juga mengikis atau mengurangi kemelekatan. Intinya, orang yang berdana dilatih untuk belajar ikhlas,” tandasnya. *ind
Rupanya mereka tengah berpartisipasi meramaikan tradisi yang disebut sebagai Pindapatta. Yakni tradisi Buddhis di mana Bhikkhu menerima dana makanan dari umat guna menunjang kehidupannya.Oscar N Wanouw, Ketua Dayaka Sabha Vihara Buddha Sakyamuni, menjelaskan tradisi Pindapatta tahun ini mengambil lokasi dari Jalan Gunung Agung, tepatnya depan Bank Danamon menuju vihara. Jarak ini ditempuh dalam waktu 1 jam 40 menit. “Ini merupakan tradisi Pindapatta sebagai serangkaian menyambut Waisak. Dalam tradisi ini, umat dan masyarakat awam berkesempatan berdana kepada Bhikkhu berupa makanan,” ujarnya usai mengiringi Bhikkhu dalam tradisi Pindapatta tersebut.
Tradisi ini diikuti empat Bhikkhu. Yakni, Bhikkhu Citagutto Mahathera, Bhikkhu Jayadhammo Thera, Bhikkhu Indadharo, Bhikkhu Gunajayo dan seorang samanera atau calon Bhikkhu. Mereka didampingi oleh beberapa pandita dan pemuda umat Buddha.
Pindapatta dilaksanakan oleh para Bhikkhu atau Bhikkhuni dengan cara berjalan kaki dan kepala tertunduk sambil membawa patta, untuk menerima dana makanan dari umat, guna menunjang kehidupannya. Pemberian dana makanan ini tidak sama dengan pemberian dana atau sedekah kepada pengemis, peminta-minta dan sebagainya. Dalam Pindapatta ini, seorang Bhikkhu atau Bhikkhuni tidak boleh mengucapkan kata-kata meminta. Tetapi umatlah yang secara sadar dan ikhlas, serta semangat bakti memberikan, mendanakan makanan demi membantu kelangsungan kehidupan suci para anggota sangha dan membantu kelangsungan serta melestarikan Buddha Dhamma.
“Selain umat Buddha, tradisi ini memberikan kesempatan yang lebih luas kepada umat atau masyarakat umum siapa saja yang ingin berdana makanan kepada para Bhikkhu. Selain itu juga, dengan diadakannya tradisi ini, kami ingin lebih memperkenalkan tradisi pindapatta kepada masyarakat luas,” kata Oscar.
Dana makanan, minuman dan lainnya itu ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan Bhikkhu saja. Tapi juga disumbangkan ke panti asuhan dan warga yang kurang mampu. “Selain menunjukkan bakti kepada Bhikkhu Sangha, juga berlatih untuk melepas, berdana sesuai kemampuan,” terangnya.
Sementara itu, Bhikkhu Citagutto Mahathera, mengataka tradisi Pindapatta merupakan tradisi Buddhis yang dilaksanakan sejak zaman kehidupan Buddha Gautama. Hingga saat ini, tradisi tersebut tetap dilaksanakan di beberapa negara. Seperti Thailand, Kamboja, Myanmar dan Srilanka. Sedangkan di negara lain termasuk Indonesia, tradisi ini sudah jarang dilaksanakan karena banyak faktor. “Ada kebijakan di Indonesia saat sekarang, paling tidak Pindapatta itu dilakukan di sekitar kompleks vihara. Tapi ternyata di sini bisa ke luar sampai ke jalan raya. Ini sangat luar biasa. Di beberapa tempat Indonesia seperti di Lombok, juga demikian,” ujarnya.
Bagi para Bhikkhu atau Bhikkhuni, Pindapatta merupakan cara untuk melatih hidup sederhana, belajar menghargai pemberian orang lain, melatih sati (Perhatian atau kesadaran murni), serta merenungkan bahwa fungsi utama makanan adalah untuk memenuhi kebutuhan badan jasmani, bukan untuk kesenangan dan mencari kenikmatan. Sedangkan bagi umat Buddha, pindapatta merupakan ladang yang subur untuk menanam kebajikan. Sebab berdana pada mereka yang menjalani kehidupan suci merupakan berkah yang utama. “Untuk masyarakat awam, ini tidak semata-mata berdana atau memberi kepada Bhikkhu, tetapi juga mengikis atau mengurangi kemelekatan. Intinya, orang yang berdana dilatih untuk belajar ikhlas,” tandasnya. *ind
1
Komentar