Ajarkan Kesabaran, Al-Habib Ali bin Umar Wafat di Usia 117 Tahun
Lahir di kawasan Lateng, Banyuwangi, 1 Januari 1882, Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih meninggal pada 27 Februari 1999, makam keramatnya berada di Pesanten Syamsul Huda, Kelurahan Loloan Barat, Jembrana
Ajarkan Kesabaran, Al-Habib Ali bin Umar Wafat di Usia 117 Tahun
NEGARA, NusaBali
Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih merupakan salah satu wali pitu (tujuh wali) di Bali yang berjasa menanamkan ajaran-ajaran dan penyebarluasan agama Islam di Kabupaten Jembrana. Tokoh ini dikenal sebagai sosok kharismatik yang slalu ajarkan kesabaran. Makam Keramat Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih berada di areal Pondok Pesanten Syamsul Huda, Kampung Kerobokan, Kelurahan Loloan Barat, Kecamatan Negara, Jembrana.
Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih meninggal pada 27 Februari 1999 dalam usia 117 tahun. Semasa hidupnya, tokoh kelahiran Desa Lateng, Banyuwangi, Jawa Timur, 1 Januari 1882 ini dikenal sebagai sosok berkharisma dan banyak mengajarkan ilmu kebatinan, terutama megenai kesabaran.
Salah satu putra Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih, Habib Salim bin Ali Bafaqih, 42, mengatakan almarhum ayahnya lahir dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang sangat religius dan disiplin dengan ajaran Islam. Ayah dari Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih, yakni Al-Habib Umar bin Abu Bakar Bafaqih (1792-1942), juga merupakan seorang ulama terkemuka sekaligus mubaligh.
“Abah (ayah, Red) dulu waktu kecil juga berguru kepada kakek. Selain mendalami aI Qur‘an sampai 30 juz, abah juga dibekali beberapa ilmu bela diri, di antaranya pencak silat Cimande, Cimacan, dan Cikalong,” ujar Habib Salim yang merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara saat ditemui NusaBali di kediamannya, Lingkungan Terusan, Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Selasa (15/5).
Sesuai catatan keluarganya, Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Lateng (Banyuwangi, Jatim) dan Pondok Pesantren pes Bangkalan (Madura, Jatim). Setelah itu, Al-Habib Ali berulangkali datang ke tanah suci Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dari sejumlah ulama ternama.
Ulama ternama dimaksud, antara lain, Syeikh Umar Hamdan, Al-Sayyid Abbas bin Abdul Aziz aI-Maliki al-Hasani, Al-Sayyid Alwiy bin Abbas al-Maliki al-Hasaniayah, dan kakek dari Prof Dr Al-Sayyid Muhammad bin Alwiy al-Maliki al-Hasani--salah seorang ulama ahli hadis al-Haramein Mekkah al-Mukarramah. Selama hampir 25 tahun berada di Mekkah, Al-Habib Ali pertama kali menikah dengan Hababah Nazihah pada 1900.
Al-Habib Ali kemudian melakukan pengembaraan ke Jazirah Arab, Persia, Kuwait, Iraq, Iran, hingga ke Mesir untuk studi banding agama dari majelis-majelis ta’lim ulama. Setelah kembali ke tanah air, Al-Habib Ali---yang juga menikah dengan Hababah Zainah binti Abdul Qadir aI-Azhumah Khan---, sempat mengajar di Madrasah al-Khairiyyah di Banyuwangi.
Pada pertengahan tahun 1920, AI-Habib Ali bersama istrinya, Hababah Zainah, juga sempat berlayar ke Lombok untuk menyebarkan agama Islam selama beberapa bulan, sebelum kemudian melanjutkan dakwahnya ke Bali. Ketika datang ke Bali akhir tahun 1920 itu, tempat pertama yang dikunjungi Al-Habib Ali adalah Desa Kepaon, Kecamatan Denpasar Barat.
Dari Kapaon, Al-Habib Ali kemudian pergi ke Jembrana. Al-Habib Ali selanjutnya mengajarkan ilmu agama di Langgar, Mushallah, Masjid, serta masyarakat sekitar Kelurahan Loloan Timur dan Kelurahan Loloan Barat. Dia juga mengajarkan ilmu agama di sejumlah desa di Jembrana, seperti Desa Tegal Badeng, Desa Cupel, Desa Baluk, Desa Tukadaya, Desa Banyubiru, Desa Pengambengan, Desa Melaya, Desa Air Kuning, dan Desa Medewi.
Melihat repons dan antusiasme masyarkat yang begitu besar untuk mendalami ilmu agama (Islam), Al-Habib Ali pun mendirikan sebuah pengajian kecil bernama Syamsul Huda pada 1928. Pengajian ini dibangun di Kelurahan Loloan Barat, Kecamatan Negara. Setelah pengajian kecil yang diasuhnya itu mengalami kemajuan pesat dan didukung sejumlah dermawan, Al-Habib Ali kemudian mendirikan Pon-dok Pesantren (Ponpes) di Kampung Kerobokan, Kelurahan Loloan Barat, Kecamatan Negara pada 1935. Di Ponpes inilah keberadaan Makam Keramat al-Habib Ali.
Menurut Habib Salim, selama menjadi pengasuh Ponpes, Al-Habib Ali juga mengajarkan ilmu tauhid, fiqih, sejarah, tafsir, hadits, nahwu sorf, seni olahraga, seni qira‘ah, seni qashidah, seni khithabah, seni bahasa Arab, Inggris, Indonesia, seni beladiri pencak silat. Juga diajarkan ekstra kulikuler seperti menjahit, mengetik, menukang, dan lainnya.
Habib Salim memaparkan, dari sekian banyak ajaran ayahnya, almarhum paling sering mengajarkan kepada santri atau anak-anaknya, bagaimana dapat sabar dalam menghadapi hidup. “Sabar sesaat dalam musibah, lebih berat timbangannya dari ibadah puluhan tahun lamanya,” salah satu pesan penting Al-Habib Ali ditirukan Habib Salim.
Pesan tersebut megandung makna mendalam yang belum tentu bisa dilaksankan semua orang. “Setipa orang kan pasti mengeluh saat tertimpa musibah. Terkadang ada orang yang iri atau benci kepada kita. Tap,i Abah mengajarkan, bagaimana kita tetap harus berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk terhadap kita. Memang sulit begitu, dan saya sendiri jujur, belum bisa sampai mencapai ilmu kesabaran yang diajarkan Abah,” ujar Habib Salim yang di kediamannya juga mendirikan Ponpes Al Bafaqiyyah.
Sebagai salah satu ulama ternama, kata Habib Salim, almarhum ayahnya dikenal sosok berkharsima dari sisi kedalam ilmu ajaran Islam, sehingga begitu diseganai masyarakat. Kharismanya juga terpancar dari perawakannya yang tinggi, berkulit putih, dan awet muda. Bahkan, Al-Habib Ali dikaruniai panjang umur, meninggal di usia 117 tahun karena didianosa menderita ganguan kantung kemih.
“Ketika Abah berdakwah, banyak orang senang. Ajarannya juga banyak menyejukkan. Saya juga ingat, kalau dalam ibadah sholat, ada tingkatannya. Yang paling tinggi, sholat untuk mencari ridho Allah, artinya berserah kepada Allah. Bukan Sholat karena maksud tertentu, untuk kesenangan duniawai atau karena ingin masuk surga,” kenangnya.
Di samping itu, Al-Habib Ali juga dikenal sebagai orang sakti. Ada cerita melegenda bahwa Al-Habib Ali dapat menundukan pohon kelapa, cukup dengan melambaikan tanga saja, untuk meminta buahnya. Sosok Al-Habib Ali yang begitu disegani umat ini juga terbukti dengan keberadaan makamnya, yang hampir setiap hari dikunjungi peziarah. Bahkan ketika liburan sekolah, tidak jarang sampai ada 10 bus rombongan dari beberapa daerah luar Bali yang berziarah ke Makam Keramat Al-Habib Ali.
Menurut Habib Salim, Makam Keramat Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih di Pondok Pesanten Syamsul Huda setiap hari buka full 24 jam. “Untuk menjaga makam, ada satu ada orang dari Desa Tegal Badeng. Tapi, saya biasa mendampingi kalau ada rombongan peziarah. Stiap harinya, yang banyak menjaga makam ini ya warga sekitar,” ujar Habib Salim yang setiap tahun rutin berdakwah ke luar Bali, seperti Lombok dan Kalimantan. *ode
NEGARA, NusaBali
Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih merupakan salah satu wali pitu (tujuh wali) di Bali yang berjasa menanamkan ajaran-ajaran dan penyebarluasan agama Islam di Kabupaten Jembrana. Tokoh ini dikenal sebagai sosok kharismatik yang slalu ajarkan kesabaran. Makam Keramat Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih berada di areal Pondok Pesanten Syamsul Huda, Kampung Kerobokan, Kelurahan Loloan Barat, Kecamatan Negara, Jembrana.
Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih meninggal pada 27 Februari 1999 dalam usia 117 tahun. Semasa hidupnya, tokoh kelahiran Desa Lateng, Banyuwangi, Jawa Timur, 1 Januari 1882 ini dikenal sebagai sosok berkharisma dan banyak mengajarkan ilmu kebatinan, terutama megenai kesabaran.
Salah satu putra Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih, Habib Salim bin Ali Bafaqih, 42, mengatakan almarhum ayahnya lahir dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang sangat religius dan disiplin dengan ajaran Islam. Ayah dari Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih, yakni Al-Habib Umar bin Abu Bakar Bafaqih (1792-1942), juga merupakan seorang ulama terkemuka sekaligus mubaligh.
“Abah (ayah, Red) dulu waktu kecil juga berguru kepada kakek. Selain mendalami aI Qur‘an sampai 30 juz, abah juga dibekali beberapa ilmu bela diri, di antaranya pencak silat Cimande, Cimacan, dan Cikalong,” ujar Habib Salim yang merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara saat ditemui NusaBali di kediamannya, Lingkungan Terusan, Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Selasa (15/5).
Sesuai catatan keluarganya, Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Lateng (Banyuwangi, Jatim) dan Pondok Pesantren pes Bangkalan (Madura, Jatim). Setelah itu, Al-Habib Ali berulangkali datang ke tanah suci Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dari sejumlah ulama ternama.
Ulama ternama dimaksud, antara lain, Syeikh Umar Hamdan, Al-Sayyid Abbas bin Abdul Aziz aI-Maliki al-Hasani, Al-Sayyid Alwiy bin Abbas al-Maliki al-Hasaniayah, dan kakek dari Prof Dr Al-Sayyid Muhammad bin Alwiy al-Maliki al-Hasani--salah seorang ulama ahli hadis al-Haramein Mekkah al-Mukarramah. Selama hampir 25 tahun berada di Mekkah, Al-Habib Ali pertama kali menikah dengan Hababah Nazihah pada 1900.
Al-Habib Ali kemudian melakukan pengembaraan ke Jazirah Arab, Persia, Kuwait, Iraq, Iran, hingga ke Mesir untuk studi banding agama dari majelis-majelis ta’lim ulama. Setelah kembali ke tanah air, Al-Habib Ali---yang juga menikah dengan Hababah Zainah binti Abdul Qadir aI-Azhumah Khan---, sempat mengajar di Madrasah al-Khairiyyah di Banyuwangi.
Pada pertengahan tahun 1920, AI-Habib Ali bersama istrinya, Hababah Zainah, juga sempat berlayar ke Lombok untuk menyebarkan agama Islam selama beberapa bulan, sebelum kemudian melanjutkan dakwahnya ke Bali. Ketika datang ke Bali akhir tahun 1920 itu, tempat pertama yang dikunjungi Al-Habib Ali adalah Desa Kepaon, Kecamatan Denpasar Barat.
Dari Kapaon, Al-Habib Ali kemudian pergi ke Jembrana. Al-Habib Ali selanjutnya mengajarkan ilmu agama di Langgar, Mushallah, Masjid, serta masyarakat sekitar Kelurahan Loloan Timur dan Kelurahan Loloan Barat. Dia juga mengajarkan ilmu agama di sejumlah desa di Jembrana, seperti Desa Tegal Badeng, Desa Cupel, Desa Baluk, Desa Tukadaya, Desa Banyubiru, Desa Pengambengan, Desa Melaya, Desa Air Kuning, dan Desa Medewi.
Melihat repons dan antusiasme masyarkat yang begitu besar untuk mendalami ilmu agama (Islam), Al-Habib Ali pun mendirikan sebuah pengajian kecil bernama Syamsul Huda pada 1928. Pengajian ini dibangun di Kelurahan Loloan Barat, Kecamatan Negara. Setelah pengajian kecil yang diasuhnya itu mengalami kemajuan pesat dan didukung sejumlah dermawan, Al-Habib Ali kemudian mendirikan Pon-dok Pesantren (Ponpes) di Kampung Kerobokan, Kelurahan Loloan Barat, Kecamatan Negara pada 1935. Di Ponpes inilah keberadaan Makam Keramat al-Habib Ali.
Menurut Habib Salim, selama menjadi pengasuh Ponpes, Al-Habib Ali juga mengajarkan ilmu tauhid, fiqih, sejarah, tafsir, hadits, nahwu sorf, seni olahraga, seni qira‘ah, seni qashidah, seni khithabah, seni bahasa Arab, Inggris, Indonesia, seni beladiri pencak silat. Juga diajarkan ekstra kulikuler seperti menjahit, mengetik, menukang, dan lainnya.
Habib Salim memaparkan, dari sekian banyak ajaran ayahnya, almarhum paling sering mengajarkan kepada santri atau anak-anaknya, bagaimana dapat sabar dalam menghadapi hidup. “Sabar sesaat dalam musibah, lebih berat timbangannya dari ibadah puluhan tahun lamanya,” salah satu pesan penting Al-Habib Ali ditirukan Habib Salim.
Pesan tersebut megandung makna mendalam yang belum tentu bisa dilaksankan semua orang. “Setipa orang kan pasti mengeluh saat tertimpa musibah. Terkadang ada orang yang iri atau benci kepada kita. Tap,i Abah mengajarkan, bagaimana kita tetap harus berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk terhadap kita. Memang sulit begitu, dan saya sendiri jujur, belum bisa sampai mencapai ilmu kesabaran yang diajarkan Abah,” ujar Habib Salim yang di kediamannya juga mendirikan Ponpes Al Bafaqiyyah.
Sebagai salah satu ulama ternama, kata Habib Salim, almarhum ayahnya dikenal sosok berkharsima dari sisi kedalam ilmu ajaran Islam, sehingga begitu diseganai masyarakat. Kharismanya juga terpancar dari perawakannya yang tinggi, berkulit putih, dan awet muda. Bahkan, Al-Habib Ali dikaruniai panjang umur, meninggal di usia 117 tahun karena didianosa menderita ganguan kantung kemih.
“Ketika Abah berdakwah, banyak orang senang. Ajarannya juga banyak menyejukkan. Saya juga ingat, kalau dalam ibadah sholat, ada tingkatannya. Yang paling tinggi, sholat untuk mencari ridho Allah, artinya berserah kepada Allah. Bukan Sholat karena maksud tertentu, untuk kesenangan duniawai atau karena ingin masuk surga,” kenangnya.
Di samping itu, Al-Habib Ali juga dikenal sebagai orang sakti. Ada cerita melegenda bahwa Al-Habib Ali dapat menundukan pohon kelapa, cukup dengan melambaikan tanga saja, untuk meminta buahnya. Sosok Al-Habib Ali yang begitu disegani umat ini juga terbukti dengan keberadaan makamnya, yang hampir setiap hari dikunjungi peziarah. Bahkan ketika liburan sekolah, tidak jarang sampai ada 10 bus rombongan dari beberapa daerah luar Bali yang berziarah ke Makam Keramat Al-Habib Ali.
Menurut Habib Salim, Makam Keramat Al-Habib Ali bin Umar Bafaqih di Pondok Pesanten Syamsul Huda setiap hari buka full 24 jam. “Untuk menjaga makam, ada satu ada orang dari Desa Tegal Badeng. Tapi, saya biasa mendampingi kalau ada rombongan peziarah. Stiap harinya, yang banyak menjaga makam ini ya warga sekitar,” ujar Habib Salim yang setiap tahun rutin berdakwah ke luar Bali, seperti Lombok dan Kalimantan. *ode
1
Komentar