nusabali

Aroma Wangi pada Minggu Malam Pertanda Habib Ali 'Hadir' di Makam

  • www.nusabali.com-aroma-wangi-pada-minggu-malam-pertanda-habib-ali-hadir-di-makam

Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al-Idrus wafat di usia 109 tahun. Di hari wafatnya, Minggu malam, acapkali tercium bau harum dari makam.

Melihat Jejak Wali Pitu (Tujuh Wali) di Pulau Dewata Berikut Makam Keramat Mereka

AMLAPURA, NusaBali
Makam wali keempat dan kelima yang merupakan bagian dari Wali Pitu (tujuh wali) di Pulau Dewata, berada di Kuburan Banjar Kecicang Bali, Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Dua wali yang dimakamkan di sini adalah Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al-Idrus dan Syek Maulana Yusuf Al-Baghdi Al-Maghribi.

Secara turun temurun makam wali pitu yang diberi nama Sab’atul Aulia’ sab’atul berarti tujuh, dan aulia’ artinya wali  dijaga keluarga wali keempat, Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al-Idrus. Sesuai sejarah yang ditulis Chabib Toyyib Zaen Arifin Assegaf, cetakan keenam tahun 2012 diterbitkan Zifatama Publishing, di mana Habib Ali wafat pada 9 Ramadhan 1403 Hijriyah atau Minggu, 19 Juni 1982. Tetapi menurut cerita turun temurun di Lingkungan Telaga Mas, Kelurahan Subagan, Kecamatan/Kabupaten Karangasem, Habib Ali wafat tahun 1983 di usia 109 tahun.

Yik Alwi Alaydrus ketika ditemui di Makam Wali Pitu, Banjar Kecicang Bali, Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Karangasem, Kamis (17/5), menjelaskan, Habib Ali dikenal sebagai guru ngaji, guru tasawuf, dan guru silat.

Makam tersebut dibangun atas prakarsa putra keenam Habib Ali, Habib Muchdor di tahun 1989. Saat itu Habib Muchdor bersama adiknya, Abdul Rahman, langsung bertindak selaku penjaga makam. Selanjutnya penjagaan makam diwariskan kepada adik-adiknya, Habib Umar, kemudian kepada Abdul Rahman Alaydrus dan Habib Muchdor Alaydrus. Setelah Abdul Rahman wafat, dan Habib Muchdor sudah lanjut usia, posisi penjaga makam diserahkan kepada Yik Alwi Alaydrus dari Lingkungan Telaga Mas, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem.

Meski di makam itu ada dua makam wali dan posisinya berjejer hingga dikenal sebagai makam kembar, hanya Habib Ali saja yang diketahui asal usulnya dan memiliki keturunan di Karangasem. Wali pitu yang satunya lagi Syeh Maulana Yusuf, tidak diketahui asal usulnya.

Habib Ali memiliki tiga istri. Istri pertama memiliki delapan anak. Saat ini yang hidup tinggal dua orang, Habib Muchdor dan Habib Umar. Istri kedua memiliki lima anak, masih tiga anak yang hidup, yakni, Yik Agil, Syarifah Salbiyah, dan Yik Toha. Istri ketiga tidak dikaruniai anak.

Makam kembar tersebut biasanya ramai dikunjungi peziarah menjelang bulan puasa, atau hari-hari libur. Peziarah mayoritas dari Jawa dan Kalimantan, sedangkan peziarah dari luar negeri yang datang rutin tiap tahun berasal dari tiga negara, Malaysia, Singapura, dan Maroko.

Belakangan didengar kabar, setiap Minggu malam, di hari wafatnya Habib Ali, muncul berkah berupa bau harum kemenyan, di tengah malam sekitar pukul 22.00 – 24.00 Wita. Karenanya, peziarah dari jauh lebih memilih berziarah di malam hari. Penjaga makam, Yik Alwi Alaydrus mengaku telah tujuh kali sejak tujuh tahun terakhir mencium bau kemenyan amat menyengat, di Minggu malam, yakni hari wafatnya Habib Ali. Yik Alwi Alaydrus mencium bau harum lantara dirinya menjaga makam sendirian hingga larut malam.

“Awalnya saking asyik duduk sendirian di makam, hingga sekitar pukul 23.00 Wita. Tiba-tiba mencium bau kemenyan sangat menyengat dari tengah makam, hingga sekeliling bangunan. Saya takut, langsung pulang,” tutur Yik Alwi Alaydrus.

Walau telah terbiasa menjaga makam wali pitu, di setiap mencium bau kemenyan di tengah malam Yik Alwi Alaydrus langsung pulang. Alasannya karena dia sendirian di makam yang berada di lahan seluas 2 hektare, jadi satu areal dengan makam umum umat muslim, dan berdampingan dengan kuburan umat Hindu, itu.

Yik Alwi Alaydrus mengaku tidak pernah merasakan ada hal-hal gaib kecuali bau kemenyan itu. “Bagi peziarah yang kebetulan mencium bau kemenyan, meyakini dapat berkah,” ujarnya.Biasanya peziarah yang datang malam hari, begitu mencium bau kemenyan yang harum, langsung berdoa dan bersujud di tengah makam.

Namun karena seringnya rombongan peziarah datang dari jauh naik bus besar, jadi kesulitan tempat parkir. Sehingga kendaraan peziarah terpaksa diparkir di jalan di dekat kantor Dinas PUPR Karangasem atau di Jalan Veteran Amlapura, sehingga peziarah berjalan kaki sekitar 350 meter. *k16

Komentar