Membangun Citra Diri Positif
Membangun personal branding, pencitraan atau citra diri memang perlu strategi yang baik. Pencitraan diri menurut Indayati Oetomo, image consultant dan pendiri John Roberts Power Indonesia, mutlak dilakukan oleh setiap orang.
Bukan hanya para politisi, pejabat, atau artis. Tapi, mendengar kata pencitraan, asosiasi kita langsung tertuju kepada para politisi atau pejabat negeri ini yang sering kali melakukannya untuk mendongkrak popularitas demi meraih posisi tertentu. Lantaran ulah sebagian orang yang ‘NATO’ (no action talk only), maka kebanyakan orang pun memiliki persepsi negatif tentang pencitraan. Padahal, sebenarnya tidak hanya di panggung politik,
Kalau dulu mungkin kita bisa memilih bersikap ‘low profile high profit’ dan membiarkan orang lain sesuka hati menilai. Tapi di zaman sekarang, dengan persaingan yang makin ketat, dibutuhkan sikap ‘high profile and high profit’. Untuk itu terlebih dulu perlu membangun citra diri yang positif dengan mengenal diri sendiri secara utuh. Tanpa memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, akan sulit menciptakan citra diri yang sesungguhnya.
Psikolog Elizabeth Hurlock menyebutkan, citra diri merupakan gambaran seseorang tentang dirinya secara keseluruhan, baik yang tercermin dari dalam dirinya (seperti kompetensi, karakter, nilai) maupun tampilan luarnya (penampilan, sikap, bahasa tubuh).
Citra diri seseorang dibentuk oleh pola asuh orang tua serta lingkungan tempatnya dibesarkan, dan akan berkembang sejalan dengan proses pendewasaannya. Seorang anak yang dibesarkan dengan penuh cinta dari orang tuanya akan mampu mengembangkan diri secara maksimal sehingga ia punya citra diri yang positif. Sebaliknya, seorang anak yang cerdas namun karena tidak mendapat perhatian atau reward positif dari oleh orang tua atau orang-orang penting di sekitarnya, bisa jadi memiliki citra diri yang negatif.
Citra diri ini pula yang akan mempengaruhi bagaimana seseorang memandang, bersikap, atau bertindak kepada orang lain. Atau sebaliknya, membentuk penilaian orang lain terhadap dirinya. Seorang ilmuwan seperti Einstein awalnya sempat diragukan kompetensinya karena penampilannya yang lusuh dan pribadinya yang ‘nyeleneh’. Baru setelah ia menunjukkan prestasi dengan menemukan teori gravitasi, orang pun mengakui dirinya sebagai orang jenius yang hebat.
Sayangnya tidak semua orang yang memiliki kompetensi dan karakter yang baik mampu menampilkannya di depan publik. Untuk itu, menurut Indayati, seseorang perlu ‘memasarkan diri’ atau melakukan pencitraan dengan tepat agar tidak menjadi bumerang. Siapapun mampu membuat sebuah terobosan atau sesuatu yang berbeda dari apa yang dilakukan orang lain.
Setiap pribadi adalah unik, tak ada satupun yang mempunyai karakter yang sama. Dengan demikian setiap orang dikenal sebagai pribadi dengan karakter tertentu. Persepsi orang lain atas diri itulah yang disebut personal branding (citra diri). Personal branding bisa diciptakan.
“Keberadaan personal branding sangat membantu seseorang memahami kelebihan kekurangan dirinya dan orang lain, khususnya dalam dunia kerja, kata Erwin Parengkuan, praktisi yang juga menulis buku tentang Personal Brand – Inc.
Dalam buku setebal 170 halaman itu, Erwin dan Becky mengulas tujuh komponen yang ikut membentuk kesuksesan personal branding seseorang, yaitu: nilai (value), kemampuan dan ketrampilan (skill and competence, perilaku (behavior), penampilan (total look), keunikan (uniqueness, prestasi (achievement), kekuatan (strength), otentik (authentic) dan tujuan (goal).
Personal brand atau citra diri adalah tentang bagaimana Anda ingin dikenal orang lain dan bagaimana orang lain memandang Anda.
Begitu orang lain mulai mengenal Anda dan mengidentifikasi keahlian Anda, berarti Anda telah memiliki personal brand yang kuat.
Masalahnya, tidak semua orang menyadari pentingnya personal brand yang kuat dan bagaimana membentuknya.
Ada asumsi yang salah terhadap pemahaman personal branding. Banyak yang menganggap personal branding hanya diperlukan profesi tertentu seperti pejabat, artis, atau pimpinan tertinggi perusahaan.
Perlu dipahami, setiap orang, dari profesi apa pun, memiliki citra diri untuk membedakan dirinya dengan orang lain.
Personal branding merupakan proses membentuk dan mengoptimalisasi cara Anda tampil di depan orang lain. Media sosial salah satu kuncinya. Bagaimana Anda dikenal publik? Cara paling sederhana, ketikkan nama Anda di mesin pencari internet.
Masukkan nama Anda dengan variasi nama depan, nama belakang, nama lengkap, nama dengan ejaan yang salah, atau jika nama Anda terlalu umum tambahkan elemen lain yang membantu mendefinisikan seperti pekerjaan, tempat kerja, atau sekolah Anda.
Ketika Anda melakukannya, umumnya tiga dari tujuh hasil teratas adalah akun media sosial Anda seperti Twitter, Instagram, Facebook, LinkedIn, atau Google+. Sisanya, bisa muncul blog, laman pribadi Anda, atau tulisan-tulisan Anda jika Anda pernah menerbitkan tulisan di internet.
Dari situ, seseorang bisa menilai Anda bahkan sebelum mengenal dan bertatap muka dengan Anda.
Banyak ahli percaya orang yang memiliki citra positif adalah orang yang beruntung. Citra diri yang positif membuat mereka menikmati banyak hal yang menguntungkan, antara lain:
• Membangun percaya diri
Citra diri yang positif secara alamiah akan membangun rasa percaya diri, yang merupakan salah satu kunci sukses. Orang yang mempunyai citra diri positif tidak akan berlama-lama menangisi nasibnya yang sepertinya terlihat buruk.
Citra dirinya yang positif mendorongnya untuk melakukan sesuatu yang masih dapat ia lakukan. Ia akan fokus pada hal-hal yang masih bisa dilakukan, bukannya pada hal-hal yang sudah tidak bisa ia lakukan lagi. Dari sinilah, terdongkrak rasa percaya diri orang tersebut.
• Meningkatkan daya juang
Dampak langsung dari citra diri positif adalah semangat juang yang tinggi. Orang yang memiliki citra diri positif, percaya bahwa dirinya jauh lebih berharga daripada masalah, ataupun penyakit yang sedang dihadapinya. Ia juga bisa melihat bahwa hidupnya jauh lebih indah dari segala krisis dan kegagalan jangka pendek yang harus dilewatinya.
Segala upaya dijalaninya dengan tekun untuk mengalahkan masalah yang sedang terjadi dan meraih kembali kesuksesan yang sempat. Inilah daya juang yang lebih tinggi yang muncul dari orang dengan citra diri positif.
• Membawa perubahan positif
Orang yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat ia berkarya. Mereka tidak akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka akan melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik.Masalah pengangguran tidak membuat orang bercitra diri positif mencak-mencak dan memaki pemerintah.
Orang seperti ini akan berusaha mencari dan membuat lapangan pekerjaan bagi diri dan lingkungannya. Hingga ia bisa meyakinkan investor dan memulai usahanya, lapangan pekerjaan pun akan terbuka. Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh lingkungannya.
• Mengubah krisis jadi keberuntungan
Selain membawa perubahan positif, orang yang memiliki citra positif juga mampu mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih keberuntungan. Citra diri yang positif mendorong orang untuk menjadi pemenang dalam segala hal. Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan, kegagalan, kesulitan dan hambatan sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar.
John Forbes Nash, pemenang nobel di bidang ilmu pengetahuan ekonomi dan matematika, justru merasa tertantang ketika mengalami soal matematika atau permasalahan ekonomi yang sulit. Kesulitan-kesulitan ini menurut Forbes, merupakan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya memecahkan masalah tersebut.
Kesulitan dan masalah dalam matematika dan ekonomi, mendorongnya untuk mencari cara-cara baru yang lebih efektif dan kreatif sebagai solusi bagi permasalahan tersebut. 7 beragam sumber
1
Komentar