nusabali

DPRD Gagal Loloskan Hak Inisiatif

  • www.nusabali.com-dprd-gagal-loloskan-hak-inisiatif

Ranperda Perlindungan Mata Air Akhirnya Dicabut

SINGARAJA, NusaBali
DPRD Buleleng untuk kali pertama gagal meloloskan produk hukum dari hak inisiatifnya. Produk hukum yang digagas berupa Ranperda Perlindungan Mata Air, terpaksa dicabut dari pembahasan lantaran bermasalah akibat lemahnya kajian yuridis.

Keputusan pencabutan itu disampaikan Ketua Pansus Haji Mulyadi Putra dalam rapat gabungan dengan eksekutif, Senin (21/5) di Gedung DPRD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja. “Setelah kami konsultasikan kembali ke Biro Hukum Provinsi Bali, kami disarankan untuk tidak melanjutkan pembahasan Ranperda Perlindungan Mata Air, sambil menunggu produk hukum di atasnya,” kata Mulyadi Putra, politisi PPP asal Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng.

Semula, konsultasi ke Biro Hukum Pemprov Bali, merupakan bagian dari mekanisme terhadap produk hukum. Dengan konsultasi itu akan diperoleh klausul-klausul hukum, ketika nanti Ranperda tersebut memang diputuskan ditunda pembahasannya.

Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna menyatakan, pencabutan Ranperda Perlindungan Mata Air, akan dilakukan melalui sidang paripurna nanti. Karena Ranperda ini sudah diputuskan masuk program legislasi daerah (Prolegda) melalui sidang paripurna. Agenda sidang paripurna masih menunggu beberapa ranperda yang kini sedang dibahas oleh Pansus bersama eksekutif.  “Jadi mekanismenya diputuskan melalui sidang paripurna, maka pencabutannya juga melalui sidang paripurna,” terang politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Tejakula ini.

Sebelumnya, Ranperda Perlingungan Mata Air yang merupakan usulan dari Badan Pembuatan Perda (Bapemperda) DPRD Buleleng, terkesan bermasalah akibat kajian yuridisnya sangat lemah. Ketua Pansus Haji Mulyadi Putra kala itu mengatakan, ranperda tersebut belum memiliki payung hukum yang kuat. Masalahnya, dari hasil Konsultasi ke Kementerian PU yang diterima oleh Dirjen Penataan Air, diketahui UU Nomor 7 Tahun 2014 yang tadinya sebagai dasar hukum, ternyata sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Persoalan air dikembalikan ke UU Nomor 11 Tahun 1974, dimana kewenangan diserahkan ke daerah. Hanya saja, sampai saat ini Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU Nomor 11 Tahun 1974 itu belum ada. Menurut Haji Mulyadi Putra, seharusnya dalam kajian akademik itu ada analisa yuridis yang matang. Sehingga pembahasannya tidak mentah di tengah jalan.

Dia juga menyayangkan Bapemperda tidak cermat dalam menganalisa dan menggali landasan yuridis. Apalagi sudah banyak biaya yang dihabiskan.”Semestinya ditingkat Bapemperda lebih cermat. Tidak saja memperhatikan aspek sosiologis dan aspek filosofi, tetapi kajian yuridisnya juga harus matang. Kalau kami hanya mematangkan saja ranperda yang sudah menjadi program daerah itu,” katanya. *k19

Komentar