Kemenpora Minta Evaluasi Jumlah Cabor PON
Jumlah 44 cabor dinilai terlalu banyak, dan cabor yang tidak mengacu pada Asian Games atau Olimpiade bisa disalurkan ke pesta olahraga multieven lainnya.
JAKARTA, NusaBali
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) meminta jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan di Pekan Olahraga Nasional (PON) dikaji ulang dan diharapkan mengacu pada cabang yang dipertandingkan di Asian Games maupun Olimpiade.
Permintaan pemerintah tersebut disampaikan oleh Deputi Peningkatan Prestasi Kemenpora Djoko Pekik Irianto usai menghadiri Rapat Anggota KONI Pusat di Gedung Serba Guna Senayan, Jakarta, Senin (7/3), yang juga dihadiri perwakilan KONI daerah dan induk organisasi cabang olahraga di Indonesia itu.
"Ke depan kita harus melakukan perbaikan 'event-event', termasuk PON. Paling gampang kita mengacu pada jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan di Asian Games maupun Olimpiade," kata Djoko Pekik Irianto.
Jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan di PON memang cukup banyak. Pada PON 2016 di Jawa Barat saja akan dipertandingkan 44 cabang olahraga. Kondisi ini jelas berbeda dengan pertandingan di Olimpiade maupun di Asian Games yaitu 36 cabang olahraga. Menurut dia, jika dimungkinkan pengurangan cabang olahraga bisa diaplikasikan pada PON 2020 di Papua. Apalagi cabang olahraga non-olimpiade juga sudah banyak dipertandingkan pada kejuaraan internasional seperti Asian Beach Games maupun kejuaraan bela diri (AIMAG).
"Kami tidak mengesampingkan cabang yang tidak dipertandingkan di PON. Yang jelas kita (pemerintah, KONI) harus duduk bersama untuk mencari pola yang tepat demi bisa menjadi kejuaraan yang bagus untuk prestasi," ucap Djoko Pekik, menegaskan.
Tidak hanya jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan di PON yang menjadi sorotan. Usia dari atlet juga menjadi perhatian. Pihak Kemenpora berharap atlet yang telah memperkuat Indonesia pada kejuaraan bergengsi seperti olimpiade diharapkan tidak turun lagi di PON.
Kemenpora berharap pada PON 2020 pembatasan usia atlet dan rencana larangan untuk atlet elite turun di PON bisa terealisasi, mengingat masih ada empat tahun untuk persiapan termasuk dalam mengubah regulasi. Pihaknya juga susah memikirikan solusi jika atlet elite tidak bisa memperkuat daerahnya di kejuaraan olahraga terbesar di Tanah Air itu.
Begitu juga dengan tuan rumah PON. Saat ini kejuaraan hanya dilakukan di satu provinsi. Namun, pemerintah memberikan opsi dengan menggelar kejuaraan tersebut di dua provinsi yang berdekatan.
Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisasi anggaran yang dikeluarkan satu provinsi yang menjadi tuan rumah mengingat banyak infrastruktur yang dibangun.
Sementara itu, Ketua Umum KONI Tono Suratman mengatakan, opsi yang diberikan oleh pemerintah cukup bagus. Namun, semuanya harus dilakukan pengkajian yang mendalam. Begitu juga dengan pembatasan usia atlet maupun rencana adanya larangan atlet elite tampil di PON. "Itu baru rencana dari pemerintah. Untuk merealisasikannya harus dibuat kajian secara demokratis, tidak tumpang tindih dan tetap berdasarkan aturan yang ada," ujarnya saat dikonfirmasi.
Selama ini, PON dijadikan oleh atlet elite Indonesia untuk mengejar prestasi berikut bonus jika mampu mempersembahkan medali. Bonus peraih medali memang terbilang besar bahkan peraih emas bisa mendapatkan bonus Rp200 juta. Namun, semuanya tergantung kemampuan keuangan masing-masing daerah.7ant
1
Komentar