Tunggakan Pajak Rp 8,06 Miliar Terkendala Juru Sita
BKD tak berdaya menagih tunggakan pajak karena tidak memiliki tenaga fungsional juru sita menghadapi pengusaha bandel.
SINGARAJA, NusaBali
Jumlah tunggakan pajak yang belum bisa dipungut oleh Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Buleleng, ternyata mencapai Rp 8.060.509.486. Tunggakan lebih dari Rp 8 miliar itu berasal dari sejumlah hotel dan restoran, termasuk perorangan, yang menumpuk sejak tahun 2012. BKD sendiri kesulitan menerapkan sanksi tegas, lantaran tidak punya juru sita. Rata-rata tunggakan pajak itu muncul sejak 5 tahun lalu.
Jumlah wajib pajak yang menunggak pelunasan pajaknya mencapai seratusan wajib pajak. Dari seratusan itu, tercatat ada tiga wajib pajak (WP) dengan tunggakan cukup besar seperti nama Bali Handara Kosaido, Hotel Sunari, Hotel Aditya, dan Hotel Melka Excelcior.
Kepala BKD Buleleng Bimantara yang dikonfirmasi Jumat (25/5) mengatakan, kendala utama dalam proses penagihan agar seluruh tunggakan itu dilunasi karena pihaknya belum memiliki petugas fungsional sebagai juru sita.”Mudah-mudahan nanti kita bisa sekolahkan PNS agar punya kewenangan sebagai juru sita. Kalau ada juru sita, kita bisa menyita aset dari wajib pajak ketika sangsit terakhir diterapkan,” kata Bimantara didampingi Kepala Bidang Pelayanan dan Penagihan BKD, I Gede Sasmita Ariawan.
Dijelaskan, proses penagihan tunggakan pajak yang selama ini door to door, selalu mengacu pada standar operasional prosedur (SOP), yakni melalui penyampaian surat teguran hingga tiga kali. Namun diakui, sejauh ini upaya itu belum membuahkan hasil yang maksimal. Rencananya, untuk surat teguran kedua, pihkanya akan menempel stiker di perusahaan yang menunggak pajak, sebagai tanda jika perusahaan itu memiliki tunggakan pajak, dengan mencantumkan nilai tunggakan pajaknya. Penempelan stiker itu sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 18 Tahun 2018, tentang perubahan atas Perbup Nomor 9 Tahun 2017, tentang tatacara pemungutan pajak hotel, yang telah diundangkan sejak 12 April 2018.
Pada pasal 11 ayat (5) disebutkan bahwa penerbitan surat teguran tahap II, dapat disertai penempelan tulisan teguran pada objek pajak. “Sebagai sanksi sosial sudah diatur dalam Perbup akan ada stiker yang kita tempelkan pada wajib pajak, bahwa yang bersangkutan belum membayar pajak,” terang Bimantara.
Lebih jauh Kabid Pelayanan dan Penagihan, Gede Sasmita menerangkan, sesuai SOP, jika teguran sampai ketiga tidak diindahkan, bisanya dilayangkan surat pembayaran paksa disertai dengan surat sita melalui Juru Sita. Nanti Juru Sita turun didampingi Tim Yustisi dan Petugas dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Hanya saja, BKD Buleleng saat ini tidak memiliki tenaga fungsional Juru Sita. Sehingga tindakan tegas tersebut belum bisa diberlakukan. “Juru sita ini yang tidak ada, sehingga pelanggaran yang seharusnya sudah dieksekusi tetapi dibiarkan, sehingga tungakan baik dari pokok dan denda pajaknya terus bertambah,” ujarnya. *k19
Jumlah tunggakan pajak yang belum bisa dipungut oleh Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Buleleng, ternyata mencapai Rp 8.060.509.486. Tunggakan lebih dari Rp 8 miliar itu berasal dari sejumlah hotel dan restoran, termasuk perorangan, yang menumpuk sejak tahun 2012. BKD sendiri kesulitan menerapkan sanksi tegas, lantaran tidak punya juru sita. Rata-rata tunggakan pajak itu muncul sejak 5 tahun lalu.
Jumlah wajib pajak yang menunggak pelunasan pajaknya mencapai seratusan wajib pajak. Dari seratusan itu, tercatat ada tiga wajib pajak (WP) dengan tunggakan cukup besar seperti nama Bali Handara Kosaido, Hotel Sunari, Hotel Aditya, dan Hotel Melka Excelcior.
Kepala BKD Buleleng Bimantara yang dikonfirmasi Jumat (25/5) mengatakan, kendala utama dalam proses penagihan agar seluruh tunggakan itu dilunasi karena pihaknya belum memiliki petugas fungsional sebagai juru sita.”Mudah-mudahan nanti kita bisa sekolahkan PNS agar punya kewenangan sebagai juru sita. Kalau ada juru sita, kita bisa menyita aset dari wajib pajak ketika sangsit terakhir diterapkan,” kata Bimantara didampingi Kepala Bidang Pelayanan dan Penagihan BKD, I Gede Sasmita Ariawan.
Dijelaskan, proses penagihan tunggakan pajak yang selama ini door to door, selalu mengacu pada standar operasional prosedur (SOP), yakni melalui penyampaian surat teguran hingga tiga kali. Namun diakui, sejauh ini upaya itu belum membuahkan hasil yang maksimal. Rencananya, untuk surat teguran kedua, pihkanya akan menempel stiker di perusahaan yang menunggak pajak, sebagai tanda jika perusahaan itu memiliki tunggakan pajak, dengan mencantumkan nilai tunggakan pajaknya. Penempelan stiker itu sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 18 Tahun 2018, tentang perubahan atas Perbup Nomor 9 Tahun 2017, tentang tatacara pemungutan pajak hotel, yang telah diundangkan sejak 12 April 2018.
Pada pasal 11 ayat (5) disebutkan bahwa penerbitan surat teguran tahap II, dapat disertai penempelan tulisan teguran pada objek pajak. “Sebagai sanksi sosial sudah diatur dalam Perbup akan ada stiker yang kita tempelkan pada wajib pajak, bahwa yang bersangkutan belum membayar pajak,” terang Bimantara.
Lebih jauh Kabid Pelayanan dan Penagihan, Gede Sasmita menerangkan, sesuai SOP, jika teguran sampai ketiga tidak diindahkan, bisanya dilayangkan surat pembayaran paksa disertai dengan surat sita melalui Juru Sita. Nanti Juru Sita turun didampingi Tim Yustisi dan Petugas dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Hanya saja, BKD Buleleng saat ini tidak memiliki tenaga fungsional Juru Sita. Sehingga tindakan tegas tersebut belum bisa diberlakukan. “Juru sita ini yang tidak ada, sehingga pelanggaran yang seharusnya sudah dieksekusi tetapi dibiarkan, sehingga tungakan baik dari pokok dan denda pajaknya terus bertambah,” ujarnya. *k19
Komentar