nusabali

Dari Titah Raja Hingga ke Museum Neka

  • www.nusabali.com-dari-titah-raja-hingga-ke-museum-neka

Menggali sejarah pusaka khususya keris di Bali, bukan pekerjaan gampang.

Menelisik Peradaban Karya Mpu Pande Rudaya


Diskusi diprakarsai pemilik Museum Neka, Pande Wayan Suteja Neka itu serangkaian acara pemuliaan keris Ki Rudaya Sakti dari pemiliknya, Pande Ketut Ruma,73, asal Lingkungan Jasri Klod, Kelurahan Subagan, Karangasem kepada Museum Neka. Keris ini kini melengkapi sekitar 500 keris kuno dan kamardikan (setelah Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945) di museum itu.

Peradaban sarat nilai ‘menempel’ pada keris Ki Rudaya Sakti terungkap benderang dari hasil riset (jelajah) tentang riwayat keris tersebut. Riset ini melibatkan pakar keris yang kurator/dosen pakerisan ISI Surakarta, Basuki Teguh Yuwono. Jelajah ditajamkan lagi oleh tokoh Pande Jasri,  Pande Ketut Loka,68, yang masih keturuan Pande Rudaya di Jasri.

Dalam diskusi itu, Pande Ketut Loka memaparkan berdasarkan penggalian data dari sejarah para tetua, dirinya dan keluarganya kini di Jasri merupakan warih ke-4 dari Pande Rudaya. Pande Rudaya yang kompyangnya itu adalah salah seorang pande dari sejumlah pusaka Kerajaan Karangasem abad 17-19. Ketajaman instink dan kecerdasan dalam menempa bahan-bahan senjata untuk kerajaan, menjadikan Pande Rudaya sebagai salah seorang pembuat senjata yang teruji dan amat diperhitungkan pihak kerajaan Karangasem. Kemahiran menempa keris menjadikan para ahli waris kepandean di Jasri meyakini Pande Rudaya telah menghasilkan banyak keris bermutu. Hingga keris Ki Rudaya Sakti ini merupakan keris ke-5 dari karya Mpu Pande Rudaya, setelah Keris Baru Bengel, Sekar Lateng, Baru Upas, dan Ki Baju Rante, yang lebih dulu dimuliakan atau dilestarikan di Museum Neka.

Prosesi pemuliaan keris Ki Rudaya Sakti dihadiri Pangelingsir Puri Gede Karangasem Anak Agung Bagus Ngurah Agung, Pangelingsir Puri Agung Peliatan Tjokorda Gde Putra Nindia, Pangelingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati, Ketua Maha Semaya Warga Pande Provinsi Bali Kompyang Wisastra Pande, pencinta keris asal Puri Saraswasti Gianyar AA Gde Waisnawa Putra, Ketua Listibya Gianyar/pemilik Museum Arma Ubud AA Rai, tokoh Pande Jasri Pande Ketut Loka, kurator/dosen pakerisan ISI Surakarta, Basuki Teguh Yuwono, dan puluhan undangan.

Panglingsir Puri Gede Karangasem AA Bagus Ngurah Agung mengakui, jejak pusaka keris tersebut sangat erat kaitannya dengan masa lampau di Bali, khususnya Karangasem. Antara lain, pada masa kerajaan dulu ada perangkat untuk kerajaan termasuk kerajaan Karangasem. Kerajaan Karangasem tentu punya pande besi khusus membuat senjata untuk kerajaan. Dan profesi pande pun  pasti ada dalam setiap kerajaan atau puri di Bali. ‘’Warga pande ini punya swadarma. Pande di Karangasem ada di Bandem, dan desa-desa lain termasuk di Jasri, salah satunya kini terungkap dari keturunan Mpu Pande Rudaya. ‘’Saya apresiasi langkah Pak Suteja Neka dan sameton pande di Bali dalam mengungkap jejak kepandean ini,’’ jelasnya.

Ngurah Agung mengakui, menggali sejarah pusaka khususya keris di Bali, bukan pekerjaan gampang. Karena data tentang keris di Bali sangat minim. Sedangkan pihaknya dari Puri Karangasem menggelar pameran keris pertama kali baru tahun 2004. Lanjut meneliti keris yang ada melalui lontar-lontar yang memuat tentang keris. ‘’Karena data yang amat langka, antara lain siapa pembuat keris dan kapan dibuat, sangat sulit kami temukan. Yang ada hanya data-data tentang fungsi keris,’’ jelas Ngurah Agung.  

Dirinya menyiratkan keheranan karena buku penamaan keris malah ada di Belanda. Hal ini karena para orang tua di Bali pada masa lampau sangat sulit atau enggan memberi identifikasi pada keris atau karya-karya lain. ‘’Saya sangat mengapresiasi langkah Museum Neka dalam menyelamatkan keris-keris di Bali. Saya malah tak tahu tentang Pande Rudaya dari Jasri, Karangasem’,, ujarnya

Ngurah Agung sangat berharap temuan berupa keris Ki Rudaya Sakti buah karya Mpu Pande Rudaya menjadi

cemeti untuk menyemangati para keturunan Pande di Bali agar terus berkarya. ‘’Setahu saya, keris Bali itu beda. Meskipun kita (orang Bali) berasal dari Jawa. Maka dari itu, saya meyakini apa yang ada (juga keris) kini, tentu karena kehendak alam (Sang Maha Pencipa),’’ jelasnya.

Peneliti yang dosen pakerisan dari ISI Surakarta, Basuki Teguh Yuwono menemukan, keris Ki Rudaya Sakti merupakan keris koleksi Pande Ketut Ruma, tinggal di Desa Jasri, Kelurahan Subagan, Karangasem. Dia merupakan keturunan Pande dan warih dari Mpu Pande Rudaya, seorang empu tersohor pada era kerajaan Karangasem abad 17 - 19. Karya Mpu Rudaya yang tersohor dan memiliki rekam jejak historis adalah keris Ki Baju Rante yang kini dikoleksi oleh Neka Art Museum. Karya-karya lainnya antara lain Ki Baru Kumandang, Ki Baru Bengel, dan Ki Baru Upas.

Menurut penuturan Pande Ketut Ruma yang juga hadir dalam acara pemuliaan keris tersebut, keris Ki Rudaya Sakti diperolehnya dari seseorang yang datang ke rumahnya sekitar dua tahun lalu. Menurut pembawa keris tersebut, keris itu telah dimaharkan kemana-mana. ‘’Namun karena merasa jodoh dengan saya, dan saya sangat berminat dengan keris ini. Menurut pengamatan saya, keris tua ini sangat mirip dengan keris karya Mpu Rudaya,’’ jelasnya.  

Namun sayang keris itu dalam keadaan tidak utuh lagi, tanpa ganja, tanpa warangka, dan tanpa danganan. Setelah sekitar dua tahun keris ini dikoleksi Pande Ketut Ruma. ‘’Ada penggemar keris yang ingin memahar keris ini dengan nilai yang tinggi. Tapi saya tidak melepasnya karena saya menyukai dan meyakini ini karya leluhur kami,’’ jelasnya.

Pande Ketut Ruma pun sempat menemui Jejeneng Mpu Keris (JMK) Pande Wayan Suteja Neka, untuk melihat karya Mpu Rudaya di Neka Art Museum, Ubud. Setelah melihat keris Ki Baju Rante karya Pande Rudaya di museum itu dan membandingkan dengan keris tua yang dimiliki (keris Ki Rudaya Sakti, Red), ternyata sangat mirip. Sehingga menambah keyakinannya bahwa keris tua itu adalah salah satu karya Mpu Pande Rudaya. ‘’Itulah sebabnya saya berkeinginan sekali menyerahkan keris ini kepada Neka Art Museum untuk memuliakannya sekaligus mengharumkan nama baik leluhur saya,’’ jelas Pande Ketut Ruma. Keris ini kemudian diberi gelar Ki Rudaya Sakti.

Pande Ketut Ruma adalah salah seorang pande besi, penulis lontar, sastra daerah, pengarang geguritan, dan juga mengkoleksi beberapa keris Bali dan keris luar Bali. Kecintaan dan kiprahnya pada dunia sastra sehingga pernah mendapatkan penghargaan Darma Kusuma bidang Seni Sastra dari Pemprov Bali.

JMK Pande Suteja Neka mengakui kegembiraannya karena dapat menyelamatkan dan memuliakan keris Ki Rudaya Sakti. Tak hanya karena sarat makna dan nilai, keris ini dimuliakan setelah melalui jejak peneluuran yang panjang. Menurutnya, dalam kontek kebudayaan nasional, sebuah keris adalah cerminan peradaban pada masanya yang menyiratkan sistim religi masyarakat, sistem pengetahuan, seni, mata pencaharian hingga teknologi. ‘’Pemuliaan ini tak hanya untuk menghormati karya para leluhur pande di Bali. Tak kalah penting yakni melestarikan dan memuliakan warian budaya para leluhur di Bali,’’ jelasnya. *lsa

Komentar