Hasil Identifikasi Lontar Mulai Didigitalisasi
Penyuluh Bahasa Bali saat ini tengah menggenjot upaya penerjemahan lontar-lontar yang sudah diidentifikasi selama tahun 2018 lalu.
SINGARAJA, NusaBali
Bahkan sejumlah lontar sudah mulai diterjemahkan dan didigitalisasi. Selain itu juga tercatat 33 lontar penting dan langka yang akan diterjemahkan tahun ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Aliansi Penyuluh Bahasa Bali, I Nyoman Suka Ardiyasa. Ia yang dihubungi Minggu (27/5) kemarin mengatakan penerjemahan lontar tahun ini yang ditargetkan sebanyak 33 cakep itu sudah melalui pensortiran dan yang prioritas. Jumlah tersebut pun tersebar di sembilan Kabupaten/Kota se-Bali.
“Sesuai dengan data kami ada 33 lontar di Bali yang kami nilai penting dan langka, sehingga kami prioritaskan itu dulu untuk diterjemahkan. Penerjemahannya pun ada memang dari permintaan kami, ada juga dari permintaan pemilik lontar,” ungkap dia. Dalam proses penerjemahannya Suka mengatakan memerlukan waktu yang cukup lama.
Meski lontar-lontar yang kebanyakan menggunakan aksara Bali dan bahasa Jawa Kuno itu sudah dapat dibaca oleh penyuluh, masih memerlukan waktu untuk didiskusikan arti dan maknanya secara tepat. Sehingga tidak terjadi salah tafsir atau salah penerjemahan yang dapat berakibat pada kefatalan.
Ia pun menjelaskan dari puluhan lontar yang akan diterjemahkan tahun ini disebut tidak semuanya akan mendapatkan akses untuk di-share ke publik. Sebab lontar yang mereka terjemahkan adalah lontar milik pribadi sehingga harus mengantongi izin share terlebih dahulu dari pemiliknya.
Dalam penerjemahan lontar itu pihaknya pun menggunakan separuh sistem digitalisasi, bagi lontar yang tidak diperkenankan untuk dibawa pulang oleh penyuluh. “Saat begini juga ada masyarakat yang percaya ada yang tidak, lontar yang tidak diperkeankan kami terjemahkan di luar rumah pemiliknya kami digitalisasi berbentuk foto,” imbuhnya.
Pihaknya pun mengaku sejauh ini memang berangan untuk mendigitalkan lontar-lontar yang ada di Bali termasuk terjemahannya. Sehingga dapat diakses dengan mudah, sebagai referensi atau penambahan wawasan bagi masyarakat umum. Hanya saja pihaknya saat ini masih mengupayakan untuk lontar-lontar milik pribadi terjemahannya dapat di-share ke publik.
Sementara itu puluhan lontar yang akan diterjemahkan tahun ini di antaranya lontar usada bekung dan usada lelanang yang kini tersimpan di Buleleng. Lontar tenung pawetuan yang tersimpan di Badung. Lontar Tatwa Siwa Buda, Geguritan Dewi Sakti, serta kaprajuritan yang tersimpan di Denpasar. Ada pula lontar ‘usada rare’ yang kini tersimpan di Gianyar.
Selain itu ada lontar Sangkalis Agung di Karangasem. Lontar panglenang miwah pangrapet dan lontar rarajahan klapa nanem ari-ari di Klungkung. Lontar dharma pamaculan, usada edan, dan taru pramana di Jembrana. Lontar kandaning aksara dan atulung rare di Tabanan. Serta lontar penawar merta sanjiwani dan kaputusan sang hyang kober kuning di Bangli. *k23
“Sesuai dengan data kami ada 33 lontar di Bali yang kami nilai penting dan langka, sehingga kami prioritaskan itu dulu untuk diterjemahkan. Penerjemahannya pun ada memang dari permintaan kami, ada juga dari permintaan pemilik lontar,” ungkap dia. Dalam proses penerjemahannya Suka mengatakan memerlukan waktu yang cukup lama.
Meski lontar-lontar yang kebanyakan menggunakan aksara Bali dan bahasa Jawa Kuno itu sudah dapat dibaca oleh penyuluh, masih memerlukan waktu untuk didiskusikan arti dan maknanya secara tepat. Sehingga tidak terjadi salah tafsir atau salah penerjemahan yang dapat berakibat pada kefatalan.
Ia pun menjelaskan dari puluhan lontar yang akan diterjemahkan tahun ini disebut tidak semuanya akan mendapatkan akses untuk di-share ke publik. Sebab lontar yang mereka terjemahkan adalah lontar milik pribadi sehingga harus mengantongi izin share terlebih dahulu dari pemiliknya.
Dalam penerjemahan lontar itu pihaknya pun menggunakan separuh sistem digitalisasi, bagi lontar yang tidak diperkenankan untuk dibawa pulang oleh penyuluh. “Saat begini juga ada masyarakat yang percaya ada yang tidak, lontar yang tidak diperkeankan kami terjemahkan di luar rumah pemiliknya kami digitalisasi berbentuk foto,” imbuhnya.
Pihaknya pun mengaku sejauh ini memang berangan untuk mendigitalkan lontar-lontar yang ada di Bali termasuk terjemahannya. Sehingga dapat diakses dengan mudah, sebagai referensi atau penambahan wawasan bagi masyarakat umum. Hanya saja pihaknya saat ini masih mengupayakan untuk lontar-lontar milik pribadi terjemahannya dapat di-share ke publik.
Sementara itu puluhan lontar yang akan diterjemahkan tahun ini di antaranya lontar usada bekung dan usada lelanang yang kini tersimpan di Buleleng. Lontar tenung pawetuan yang tersimpan di Badung. Lontar Tatwa Siwa Buda, Geguritan Dewi Sakti, serta kaprajuritan yang tersimpan di Denpasar. Ada pula lontar ‘usada rare’ yang kini tersimpan di Gianyar.
Selain itu ada lontar Sangkalis Agung di Karangasem. Lontar panglenang miwah pangrapet dan lontar rarajahan klapa nanem ari-ari di Klungkung. Lontar dharma pamaculan, usada edan, dan taru pramana di Jembrana. Lontar kandaning aksara dan atulung rare di Tabanan. Serta lontar penawar merta sanjiwani dan kaputusan sang hyang kober kuning di Bangli. *k23
1
Komentar