ORI Minta Pilot Garuda Tak Mogok
Ombudsman khawatirkan arus mudik Lebaran bisa kacau
JAKARTA, NusaBali
Ombudsman RI berharap pilot dan karyawan maskapai Garuda Indonesia mengurungkan rencana mogok kerja pada saat mudik Lebaran nanti. Sebab, hal itu pasti akan berdampak kepada masyarakat. "Tentunya dapat membuat kekacauaan dalam arus mudik karena rencananya saat puncak arus mudik justru akan mogok," ujar Anggota Ombudsman Alvin Lie, Jakarta, Jumat (1/5) seperti dilansir kompas.
Garuda Indonesia adalah maskapai yang memiliki market share besar dengan jumlah armada yang banyak. Jika mogok kerja dilakukan, maka dampaknya akan dirasakan masyarakat luas. Ombudsman mengingatkan, aksi mogok justru membuat publik hilang simpati kepada perjuangan serikat karyawan Garuda dan asosiasi pilot Garuda selama ini.
"Tentunya saya sebagai anggota Ombudsman ingin memastikan agar pelayanan publik tidak terganggu," kata dia. "Saya akan memantau terus perkembangan ini dan saya juga akan berkomunikasi dengan beberapa pihak agar meninjau kembali dan mengurungkan rencana aksi tesebut.
Bermusyawarahlah para pihak, semoga cepat ada solusi," sambung Alvin. Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku prihatin dengan rencana asi mogok oleh para pilot tersebut. Menurut dia, pilot merupakan profesi yang membanggakan.
"Saya prihatin akan sikap pilot Garuda. Pilot adalah suatu kelompok profesi yang sangat membanggakan, saya mengharapkan para pilot tidak melakukan tindakan itu," kata Budi. Budi meminta para pilot Garuda untuk mengambil jalan mediasi ketimbang melakukan aksi mogok. Kekecewaan Pilot dan karyawan Garuda diungkapkan oleh Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia (APG) Captain Bintang Hardiono.
Ia mengatakan, berbagai masalah teknis di Garuda timbul karena banyak Board of Directors atau Dewan Direksi Garuda Indonesia yang latar belakangnya bukan dari dunia penerbangan, melainkan dari perbankan.
Bintang menyebut, salah satu kebijakan yang bertentangan dengan para pilot dan karyawan adalah meniadakan mobil jemputan untuk kru kabin. Dari kebijakan tersebut, disebut mulai bermunculan kasus kecelakaan yang menimpa para kru.
"Pilot, kan, mikirnya safety, karena bisa pulang pukul 02.00 atau 04.00 pagi. Alasan perusahaan, di luar negeri bisa kok naik angkutan umum. Kok disamain sama luar negeri, kan di sana kereta bus tepat waktu, di sini gimana tepat waktu?" tutur Bintang.
Kebijakan lainnya yang ditentang karyawan adalah penggeseran jam kerja saat bulan puasa pada 2017 lalu. Kemudian, pemotongan hak berupa tidak ada lagi kenaikan gaji berkala per tahunnya atas alasan efisiensi, hingga pemangkasan jam terbang pilot yang berdampak pada besaran penghasilan.
Kebijakan yang tak kalah jadi sorotan adalah ketika perusahaan mengganti sistem operasi maskapai menggunakan Sabre. "Seharusnya ada masa transisi tiga bulan, sistem yang lama menempel sama sistem yang baru. Tapi, perusahaan kekeuh minta enam hari saja, dampaknya ya pas erupsi Gunung Agung itu, kacau semua, seakan-akan tidak ada kru dan pesawat. Padahal ada, tapi sistemnya yang enggak beres," ujar Bintang. *
Ombudsman RI berharap pilot dan karyawan maskapai Garuda Indonesia mengurungkan rencana mogok kerja pada saat mudik Lebaran nanti. Sebab, hal itu pasti akan berdampak kepada masyarakat. "Tentunya dapat membuat kekacauaan dalam arus mudik karena rencananya saat puncak arus mudik justru akan mogok," ujar Anggota Ombudsman Alvin Lie, Jakarta, Jumat (1/5) seperti dilansir kompas.
Garuda Indonesia adalah maskapai yang memiliki market share besar dengan jumlah armada yang banyak. Jika mogok kerja dilakukan, maka dampaknya akan dirasakan masyarakat luas. Ombudsman mengingatkan, aksi mogok justru membuat publik hilang simpati kepada perjuangan serikat karyawan Garuda dan asosiasi pilot Garuda selama ini.
"Tentunya saya sebagai anggota Ombudsman ingin memastikan agar pelayanan publik tidak terganggu," kata dia. "Saya akan memantau terus perkembangan ini dan saya juga akan berkomunikasi dengan beberapa pihak agar meninjau kembali dan mengurungkan rencana aksi tesebut.
Bermusyawarahlah para pihak, semoga cepat ada solusi," sambung Alvin. Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku prihatin dengan rencana asi mogok oleh para pilot tersebut. Menurut dia, pilot merupakan profesi yang membanggakan.
"Saya prihatin akan sikap pilot Garuda. Pilot adalah suatu kelompok profesi yang sangat membanggakan, saya mengharapkan para pilot tidak melakukan tindakan itu," kata Budi. Budi meminta para pilot Garuda untuk mengambil jalan mediasi ketimbang melakukan aksi mogok. Kekecewaan Pilot dan karyawan Garuda diungkapkan oleh Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia (APG) Captain Bintang Hardiono.
Ia mengatakan, berbagai masalah teknis di Garuda timbul karena banyak Board of Directors atau Dewan Direksi Garuda Indonesia yang latar belakangnya bukan dari dunia penerbangan, melainkan dari perbankan.
Bintang menyebut, salah satu kebijakan yang bertentangan dengan para pilot dan karyawan adalah meniadakan mobil jemputan untuk kru kabin. Dari kebijakan tersebut, disebut mulai bermunculan kasus kecelakaan yang menimpa para kru.
"Pilot, kan, mikirnya safety, karena bisa pulang pukul 02.00 atau 04.00 pagi. Alasan perusahaan, di luar negeri bisa kok naik angkutan umum. Kok disamain sama luar negeri, kan di sana kereta bus tepat waktu, di sini gimana tepat waktu?" tutur Bintang.
Kebijakan lainnya yang ditentang karyawan adalah penggeseran jam kerja saat bulan puasa pada 2017 lalu. Kemudian, pemotongan hak berupa tidak ada lagi kenaikan gaji berkala per tahunnya atas alasan efisiensi, hingga pemangkasan jam terbang pilot yang berdampak pada besaran penghasilan.
Kebijakan yang tak kalah jadi sorotan adalah ketika perusahaan mengganti sistem operasi maskapai menggunakan Sabre. "Seharusnya ada masa transisi tiga bulan, sistem yang lama menempel sama sistem yang baru. Tapi, perusahaan kekeuh minta enam hari saja, dampaknya ya pas erupsi Gunung Agung itu, kacau semua, seakan-akan tidak ada kru dan pesawat. Padahal ada, tapi sistemnya yang enggak beres," ujar Bintang. *
Komentar