Murid dan Guru Zaman Now
MURID zaman now amat berbeda tradisi dengan zaman doeloe. Mereka disebut sebagai generasi digital native, zaman yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi. Anak usia dini tidak biasa lagi mendengar dongeng.
Anak SD, SMP, SMA/SMK mengunduh permainan dan informasi kesejagatan secara on-line. Berbagai permainan dan informasi diunduh dan dimainkan dengan antusias. Waktu tersita untuk bermain, tiada waktu untuk belajar dan membelajarkan diri. Mereka amat fasih menggunakan telepon genggam. Mereka jagonya mengunduh buku elektronik dari internet. E-book dimasukkan ke dalam book reader yang dibawa ke mana saja dan amat praktis. Mereka bisa memiliki teman jauh lebih banyak dan bebas. Komunikasi yang dibangun sangat bebas, terbuka tanpa filter.
Perilaku dan mental pembelajaran di kelas dan luar kelas amat berubah. Saking derasnya pergeseran, keluhan dari banyak pihak datang terhadap perilaku anak. Keluhan tidak saja datang dari guru muda tetapi juga dari guru senior. Mereka kewalahan menata-kelola perilaku dan mental anak. Pertanyaannya: Apakah kualitas guru memadai, kualifikasi maupun kompetensinya? Dalam organisasi, manusia merupakan sentral dari keberhasilan, great vision without great people is irrelevant. Analognya, murid yang baik tanpa guru yang lebih baik adalah kemustahilan.
Jim Collins (2001) menyebutkan ada lima jenjang kepiawaian, yaitu highly capable individual, contributing team member, competent manager, effective leader, and executive. Jadi, untuk menangani murid zaman now, seorang guru tidak cukup sebatas kompeten. Dia harus berkompetensi sebagai seorang eksekutif, jenjang tertinggi dari hirarki kepiawaian. Seorang guru yang piawai sebagai eksekutif ketika dia mampu membangun keberhasilan anak. Dia tidak hanya dapat memberi pujian atau ganjaran positif atau hukuman. Dia tidak hanya berstrategi pembelajaran menarik, efektif atau inovatif. Tetapi, dia harus memiliki kiat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sampai anak berhasil mencapai tujuan pembelajaran.
Walau berpusat pada murid, tetapi peran guru masih amat dinamis. Peran guru ekselen tidak bisa disandingkan. Dia tidak bisa berhenti untuk mencoba hal baru, sesuatu yang lebih baik atau produk yang lebih kreatif. Dia tidak puas sebagai orang yang patut digugu dan ditiru saja, karena kemampuan berbagi ilmu. Dia berkelana dan mencoba. Dia keluar dari lingkaran atau kotak kubus yang sempit. Dia berupaya berada di luar tugas dan fungsi rutinnya. Menurut Gabby Bugwadia, guru harus bisa menjadi the sculptors of the human mind yang dihormati dan diakui privasinya yang bekerja dengan jiwa manusia luhur.
Di samping keluhuran budi, guru ekselen memiliki komitmen. Dia memiliki kesadaran jiwa, yaitu dirinya memengaruhi pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak. Komitmennya dirasakan sebagai impressionable having a far-fetching reach that go beyond the realms of simply ‘imparting knowledge’. Komitmennya tidak mengenal lelah dan efek komitmen tersebut pervasif pada anak. Minat untuk menciptakan pembelajaran produktif juga penting. Prosedur dan langkah pembelajaran yang disorongkan amat bermakna, memberi gizi menumbuhkan kreativitas, di samping kenyamanan. Flesibilitas dan keceriaan akan mengurangi kebosanan. Pembelajaran berubah menjadi pengalaman yang mendidik, menyenangkan, efektif, dan kreatif.
Guru yang memiliki dedikasi akan mengikat murid untuk berdedikasi pada kewajiban belajar. Dedikasi akan mendasari guru untuk melakukan fungsinya dengan jiwa. Jiwa luhur, sabar, dan tulus akan menghasilkan sesuatu yang fantastik. Jiwa tersebut merupakan epitome efisiensi dan keseimbangan. Dengan jiwa, guru akan selalu peka terhadap pola dan perkembangan emosional dan psikologis anak. Muaranya, guru ekselen akan memberi peluang kepada anak untuk tumbuh dan berkembang. Dia selalu memberi dorongan, inspirasi, dan tanggung jawab terhadap keberhasilan anak. Simpulannya, guru ekselen tidak berharap pahala. Dia senang ketika anak didiknya berhasil meraih tujuan, berkarakter, berkebangsaan, dan berkesadaran bahwa merekalah masa depan bangsanya. Semoga. *
Prof Dewa Komang Tantra MS PhD
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya
1
Komentar