Didakwa Hukuman Mati, Ibu Pembunuh Tiga Anaknya Nangis
Ibu ‘pembunuh’ 3 anak kandungnya, Ni Luh Putu Septyan Parmadani, 32, menjalani sidang perdana di PN Gianyar, Selasa (5/6) siang.
GIANYAR, NusaBali
Didakwa pasal pembunuhan berencana berisi ancaman hukuman mati, terdakwa Putu Septyan Parmadani langsung menangis seusai sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Gianyar tersebut.
Dalam sidang perdana yang berlangsung selama setengah jam mulai pukul 12.37 Wita hingga 13.07 Wita, Selasa kemarin, terdakwa Putu Septyan Parmadai didampingi tim kuasa hukum berjumlah 11 orang. Namun, karena tempat duduk terbatas, hanya 3 kuasa hukum yang mendampinginya langsung di persidangan, yakni Nyoman Yudara, Arif Ramayanti, dan Ni Luh Sukawati.
Sidang perdana kemarin dipimpin majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti, dengan anggota Wawan Edi Prastiyo dan Diah Astuti. Sedangkan JPU Echo Aryanto seorang diri membacakan dakwaannya.
Terdakwa Putu Septyan---yang kesehariannya bekereja sebagai guru pengajar di SDN 4 Sulangai, Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung---diseret ke persidangan atas dugaan dengan sengaja dan terencana membunuh 3 anak kandungnya yang masih kecil: Ni Putu Diana Mas Pradnya Dewi, 6, I Made Mas Laksmana Putra, 4, dan I Nyoman Mas Kresna Dana Putra, 2. Dugaan pembunuhan itu terjadi di rumah bajang terdakwa di Banjar Palak, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar, 21 Februari 2018 lalu.
Dalam surat dakwaannya yang dibacakan di depan majelis hakim pada sidang kemari, JPU Echo Aryanto Pasodung mendakwa terdakwa Putu Septyan dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dan Pasal 80 ayat (3) dan (4) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
JPU Echo Aryanto Pasodung membeberkan kronologis pembunuhan terencana yang terjadi di rumah bajang terdakwa, Rabu, 21 Februari 2018 lalu. Dijabarkan mulai dari pernikahan terdakwa Putu Septyan dengan suaminya, I Putu Moh Diana, 35 (pria yang tinggal di Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung). JPU menyebutkan, dalam pernikahan ini terjadi ketiidakharmonisan dan pertengkaran.
Bahkan, kata JPU, suami terdakwa yakni Putu Moh Diana pernah minta bercerai. Inilah yang menimbulkan kekecewaan dan emosi, hingga terdakwa berniat melampiaskan kemarahannya dengan menghabisi nyawa ketiga anaknya. Termasuk merencanakan membeli racun pembasmi serangga merk Baygon di salah satu minimarket kawasan Desa Sulangai, Kecamatan Petang, yang tak jauh dari rumah terdakwa dan suaminya.
JPU Echo Aryanto Pasodung juga mengungkapkan, terdakwa yang seorang guru SD sempat curhat kepada temannya, Ni Made Kencana Putri, saat mengikuti workshop di Hotel Mahajaya Ubung, Denpasar. Kala itu, terdakwa mengucapkan kalimat ‘Jeg sube sing kuat asane tiyang hidup. Yen tiyang mati, jeg kal ajak tiyang panak tiyange mati’ (Saya sudah tidak kuat hidup. Kalau saya mati, akan saya ajak sekalian anak-anak saya mati, Red).
Dalam sidang kemarin, JPU juga mengungkapkan fakta berbeda terkait cara terdakwa Putu Septyan membunuh ketiga anaknya. Disebutkan, terdakwa membekap mulut ketiga anaknya secara bergilir, dengan kedua tangannya. “Sebelum melakukan pembunuhan, terdakwa Putu Septyan sempat mencari-cari pensil atau pulpen untuk mengganjal pintu kamarnya yang dalam kondisi rusak,” papar JPU.
Aksi pembunuhan pertama dilakukan terhadap anak sulungnya, Ni Putu Diana Mas Pradnya Dewi. Gadis cilik berusia 6 tahun ini dibekap bagian mulut dan hidungnya dengan tangan kanan terdakwa selama 10 menit. Sementara tangan kiri terdakwa berusaha memegang kedua tangan korban yang sempat coba melakukan perlawanan.
Setelah anak sulungnya tidak bergerak, terdakwa Putu Septyan lanjut mengecek denyut nadi di pergelangan tangan korban selama 10 menit. Kemudian, terdakwa memeriksa lubang hidung korban selama 10 menit untuk memastikan benar-benar sudah meninggal.
Aksi serupa juga dilakukan terdakwa Putu Septyan terhadap anak keduanya, I Made Mas Laksmana Putra, dan si bungsu I Nyoman Mas Kresna Dana Putra, yang saat itu sedang tertidur pulas. “Posisi telapak tangan kanan terdakwa yang dalam keadaan terbuka, ditumpuk oleh telapak tangan kiri yang juga dalam keadaan terbuka secara bersama-sama menekan keras ke arah mulut serta hidung korban selama 10 menit,” tandas JPU Echo Aryanto Pasodung.
Sementara, setelah JPU selesai membacakan dakwaannya, anggota majelis hakim Wawan Prastyo langsung bertanya kepada terdakwa Putu Septyani. “Bagaimana, apakah saudari terdakwa menerima dakwaan dari jaksa?” tanya hakim Wawan Prasetyo. Terdakwa Putu Septyani pun langsung manggut-manggut.
Kemudian, majelis hakim menyarankan terdakwa Putu Septyan untuk bertanya kepada penasihat hukumnya. Terdakwa pun beranjak dari kursi pesakitan, lalu menuju tempat duduk penasihat hukumnya dari Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Provinsi Bali. Melalui penasihat hukumnya, Nyoman Yudara, terdakwa Putu Septyan menyatakan mengajukan eksepsi. “Setelah berdiskusi, kami sepakat mengajukan eksepsi,” ujarnya Yudara.
Usai sidang kemarin, terdakwa Putu Septyan langsung menangis. Perempuan berusia 22 tahun ini menangis sambil menyandarkan kepalanya ke bahu salah satu pengacaranya, Ni Luh Sukawati.
Salah satu penasihat hukum terdakwa, Somya Putra, mengakui kondisi Putu Septiyan cukup rapuh. “Dia (Putu Septyan) menangis setelah persidangan, itu menunjukkan jiwanya tergoncang. Dia tak banyak bicara, ekspresinya sedih,” ujar Somya Putra.
Mengenai langkah eksepsi, menurut Somya Putra, dilakukan untuk memberikan fakta yang sesungguhnya mengenai penyebab kejadian. “Kami menilai ada sesuatu yang perlu diluruskan secara formil. Kami sepakat ajukan eskespsi, itu masalah belum masuk pokok perkara. Sebelum persidangan ini agar hakim benar-benar objektif dapat gambaran yang terang. Setelah itu, barulah periksa saksi-saksi,” jelas Somya Putra.
Menurut Somya Putra, melihat Pasal 340 KUHP yang didakwakan JPU, kliennya ini didakwa hukuman mati. "Kalau Pasal 340 KUHP, ncaman hukumannya ya mati, karena dianggap pembunuhan berencana. Tapi, kami menilai ada sesuatu yang perlu diluruskan secara formil. Makanya, kami sepakat ajukan eskespsi," tegas Somya Putra.
Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa Luh Putu Septyan Parmadani akan digelar PN Gianyar, 26 Juni 2018. terdakwa Putu Septyan sendiri kemarin siang langsung dititipkan kembali ke Rutan Gianyar, dengan diiringi oleh pihak keluarga dari rumah bajang. *nvi
Didakwa pasal pembunuhan berencana berisi ancaman hukuman mati, terdakwa Putu Septyan Parmadani langsung menangis seusai sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Gianyar tersebut.
Dalam sidang perdana yang berlangsung selama setengah jam mulai pukul 12.37 Wita hingga 13.07 Wita, Selasa kemarin, terdakwa Putu Septyan Parmadai didampingi tim kuasa hukum berjumlah 11 orang. Namun, karena tempat duduk terbatas, hanya 3 kuasa hukum yang mendampinginya langsung di persidangan, yakni Nyoman Yudara, Arif Ramayanti, dan Ni Luh Sukawati.
Sidang perdana kemarin dipimpin majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti, dengan anggota Wawan Edi Prastiyo dan Diah Astuti. Sedangkan JPU Echo Aryanto seorang diri membacakan dakwaannya.
Terdakwa Putu Septyan---yang kesehariannya bekereja sebagai guru pengajar di SDN 4 Sulangai, Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung---diseret ke persidangan atas dugaan dengan sengaja dan terencana membunuh 3 anak kandungnya yang masih kecil: Ni Putu Diana Mas Pradnya Dewi, 6, I Made Mas Laksmana Putra, 4, dan I Nyoman Mas Kresna Dana Putra, 2. Dugaan pembunuhan itu terjadi di rumah bajang terdakwa di Banjar Palak, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar, 21 Februari 2018 lalu.
Dalam surat dakwaannya yang dibacakan di depan majelis hakim pada sidang kemari, JPU Echo Aryanto Pasodung mendakwa terdakwa Putu Septyan dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dan Pasal 80 ayat (3) dan (4) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
JPU Echo Aryanto Pasodung membeberkan kronologis pembunuhan terencana yang terjadi di rumah bajang terdakwa, Rabu, 21 Februari 2018 lalu. Dijabarkan mulai dari pernikahan terdakwa Putu Septyan dengan suaminya, I Putu Moh Diana, 35 (pria yang tinggal di Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung). JPU menyebutkan, dalam pernikahan ini terjadi ketiidakharmonisan dan pertengkaran.
Bahkan, kata JPU, suami terdakwa yakni Putu Moh Diana pernah minta bercerai. Inilah yang menimbulkan kekecewaan dan emosi, hingga terdakwa berniat melampiaskan kemarahannya dengan menghabisi nyawa ketiga anaknya. Termasuk merencanakan membeli racun pembasmi serangga merk Baygon di salah satu minimarket kawasan Desa Sulangai, Kecamatan Petang, yang tak jauh dari rumah terdakwa dan suaminya.
JPU Echo Aryanto Pasodung juga mengungkapkan, terdakwa yang seorang guru SD sempat curhat kepada temannya, Ni Made Kencana Putri, saat mengikuti workshop di Hotel Mahajaya Ubung, Denpasar. Kala itu, terdakwa mengucapkan kalimat ‘Jeg sube sing kuat asane tiyang hidup. Yen tiyang mati, jeg kal ajak tiyang panak tiyange mati’ (Saya sudah tidak kuat hidup. Kalau saya mati, akan saya ajak sekalian anak-anak saya mati, Red).
Dalam sidang kemarin, JPU juga mengungkapkan fakta berbeda terkait cara terdakwa Putu Septyan membunuh ketiga anaknya. Disebutkan, terdakwa membekap mulut ketiga anaknya secara bergilir, dengan kedua tangannya. “Sebelum melakukan pembunuhan, terdakwa Putu Septyan sempat mencari-cari pensil atau pulpen untuk mengganjal pintu kamarnya yang dalam kondisi rusak,” papar JPU.
Aksi pembunuhan pertama dilakukan terhadap anak sulungnya, Ni Putu Diana Mas Pradnya Dewi. Gadis cilik berusia 6 tahun ini dibekap bagian mulut dan hidungnya dengan tangan kanan terdakwa selama 10 menit. Sementara tangan kiri terdakwa berusaha memegang kedua tangan korban yang sempat coba melakukan perlawanan.
Setelah anak sulungnya tidak bergerak, terdakwa Putu Septyan lanjut mengecek denyut nadi di pergelangan tangan korban selama 10 menit. Kemudian, terdakwa memeriksa lubang hidung korban selama 10 menit untuk memastikan benar-benar sudah meninggal.
Aksi serupa juga dilakukan terdakwa Putu Septyan terhadap anak keduanya, I Made Mas Laksmana Putra, dan si bungsu I Nyoman Mas Kresna Dana Putra, yang saat itu sedang tertidur pulas. “Posisi telapak tangan kanan terdakwa yang dalam keadaan terbuka, ditumpuk oleh telapak tangan kiri yang juga dalam keadaan terbuka secara bersama-sama menekan keras ke arah mulut serta hidung korban selama 10 menit,” tandas JPU Echo Aryanto Pasodung.
Sementara, setelah JPU selesai membacakan dakwaannya, anggota majelis hakim Wawan Prastyo langsung bertanya kepada terdakwa Putu Septyani. “Bagaimana, apakah saudari terdakwa menerima dakwaan dari jaksa?” tanya hakim Wawan Prasetyo. Terdakwa Putu Septyani pun langsung manggut-manggut.
Kemudian, majelis hakim menyarankan terdakwa Putu Septyan untuk bertanya kepada penasihat hukumnya. Terdakwa pun beranjak dari kursi pesakitan, lalu menuju tempat duduk penasihat hukumnya dari Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Provinsi Bali. Melalui penasihat hukumnya, Nyoman Yudara, terdakwa Putu Septyan menyatakan mengajukan eksepsi. “Setelah berdiskusi, kami sepakat mengajukan eksepsi,” ujarnya Yudara.
Usai sidang kemarin, terdakwa Putu Septyan langsung menangis. Perempuan berusia 22 tahun ini menangis sambil menyandarkan kepalanya ke bahu salah satu pengacaranya, Ni Luh Sukawati.
Salah satu penasihat hukum terdakwa, Somya Putra, mengakui kondisi Putu Septiyan cukup rapuh. “Dia (Putu Septyan) menangis setelah persidangan, itu menunjukkan jiwanya tergoncang. Dia tak banyak bicara, ekspresinya sedih,” ujar Somya Putra.
Mengenai langkah eksepsi, menurut Somya Putra, dilakukan untuk memberikan fakta yang sesungguhnya mengenai penyebab kejadian. “Kami menilai ada sesuatu yang perlu diluruskan secara formil. Kami sepakat ajukan eskespsi, itu masalah belum masuk pokok perkara. Sebelum persidangan ini agar hakim benar-benar objektif dapat gambaran yang terang. Setelah itu, barulah periksa saksi-saksi,” jelas Somya Putra.
Menurut Somya Putra, melihat Pasal 340 KUHP yang didakwakan JPU, kliennya ini didakwa hukuman mati. "Kalau Pasal 340 KUHP, ncaman hukumannya ya mati, karena dianggap pembunuhan berencana. Tapi, kami menilai ada sesuatu yang perlu diluruskan secara formil. Makanya, kami sepakat ajukan eskespsi," tegas Somya Putra.
Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa Luh Putu Septyan Parmadani akan digelar PN Gianyar, 26 Juni 2018. terdakwa Putu Septyan sendiri kemarin siang langsung dititipkan kembali ke Rutan Gianyar, dengan diiringi oleh pihak keluarga dari rumah bajang. *nvi
1
Komentar