Tega, Seorang Ibu Jadikan Anaknya PSK
Seorang ibu tega menjadikan anaknya sebagai pekerja seks komersial (PSK).
BLITAR, NusaBali
Alasan ekonomi membuat anak masih di bawah umur ini mematuhi perintah ibunya melayani lelaki hidung belang. "Anak saya kasihan tidak tega melihat saya. Lalu dia bilang mau membantu saya dengan caranya itu," ucap HPL, ibu korban di depan wartawan di Mapolres Blitar, Selasa (5/6).
Informasi yang dihimpun, korban merupakan anak ketiga pasangan HPL dan suaminya. Ayah korban, diketahui sebagai buruh tani serabutan. Kelakuan bejat sang ibu dilaporkan polisi oleh warga sekitar, yang tidak tega mengetahui sang anak diperlakukan seperti itu. Dia ditangkap polisi di depan Pasar Bangle Kecamatan Kanigoro, usai melakukan transaksi dengan pelanggan.
"Kami tangkap HPL (41), ibu kandung yang mengekploitasi anaknya sendiri pada Selasa (29/5) sekitar pukul 10.00 wib," jelas Kapolres Blitar AKBP Anissullah M Ridha kepada wartawan di Mapolres, Selasa (5/6) seperti dilansir detik. Sang anak, diketahui baru berusia 15 tahun. Korban sempat mengenyam pendidikan di bangku SMP. Namun harus berhenti di tengah jalan, karena orang tuanya tidak sanggup membiayai.
"Dalam penangkapan itu, kami amankan juga barang bukti dari pelaku. Berupa uang Rp 300 ribu dan satu unit HP merk VIVO warna cream, yang dipakai komunikasi saat transaksi prostitusi terjadi," ungkap Anissullah.
Dalam pengakuannya ke polisi, HPL memperkerjakan anaknya sebagai PSK selama satu tahun. Setiap usai melayani pelanggan, anaknya mendapat bayaran Rp 100 ribu. "Yang Rp 50 ribu dikasih saya, yang Rp 50 ribu dipegang anak saya," ucapnya.
Bagaimana anak di bawah umur itu bisa mempunyai pemikiran membantu ibunya dengan menjual diri ? "Ibunya itu, kadang juga menawarkam dirinya kalau ada pelanggan yang menginginkan dia," ungkap Kasatreskrim Polres Blitar AKP Rifaldhy.
Rupanya sang anak meniru apa yang dilakukan ibu kandungnya. Ironisnya, kegiatan menjajakan diri itu tidak diketahui kepala keluarga mereka, alias ayah sang anak. "Pengakuan tersangka HPL, suaminya tidak tahu. Asal kebutuhan mereka tercukupi itu beres," pungkasnya.
Kini, HPL menjalani proses hukum. Dia terbukti melakukan tindak pidana mengekploitasi secara ekonomi anak kandungnya. Saat ini polisi hanya menerapkan pasal 88 UU Perlindungan Anak terkait eksploitasi ekonomi. Menurut Pendamping Hukum P2TP2 Pemkab Blitar Yulis Hastuti, pelaku bisa dikenakan pasal 81 dan 76 UU Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal 18 tahun penjara. Karena tindakan pelaku juga termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Tersangka pelaku kan masih ada hubungan keluarga dengan korban. Di kasus ini, saya melihat tidak hanya ekploitasi ekonomi. Tapi juga kekerasan psikis, korban dipaksa melakukan persetubuhan diPebawah umur," kata Yulis di mapolres, Selasa (5/6). Untuk itu, Yulis meminta pihak kepolisian lebih tegas menerapkan UU No 23 tahun 2002 yang diperbaharui menjadi UU No 35 tahub 2014 tentang Perlindungan Anak. *
Alasan ekonomi membuat anak masih di bawah umur ini mematuhi perintah ibunya melayani lelaki hidung belang. "Anak saya kasihan tidak tega melihat saya. Lalu dia bilang mau membantu saya dengan caranya itu," ucap HPL, ibu korban di depan wartawan di Mapolres Blitar, Selasa (5/6).
Informasi yang dihimpun, korban merupakan anak ketiga pasangan HPL dan suaminya. Ayah korban, diketahui sebagai buruh tani serabutan. Kelakuan bejat sang ibu dilaporkan polisi oleh warga sekitar, yang tidak tega mengetahui sang anak diperlakukan seperti itu. Dia ditangkap polisi di depan Pasar Bangle Kecamatan Kanigoro, usai melakukan transaksi dengan pelanggan.
"Kami tangkap HPL (41), ibu kandung yang mengekploitasi anaknya sendiri pada Selasa (29/5) sekitar pukul 10.00 wib," jelas Kapolres Blitar AKBP Anissullah M Ridha kepada wartawan di Mapolres, Selasa (5/6) seperti dilansir detik. Sang anak, diketahui baru berusia 15 tahun. Korban sempat mengenyam pendidikan di bangku SMP. Namun harus berhenti di tengah jalan, karena orang tuanya tidak sanggup membiayai.
"Dalam penangkapan itu, kami amankan juga barang bukti dari pelaku. Berupa uang Rp 300 ribu dan satu unit HP merk VIVO warna cream, yang dipakai komunikasi saat transaksi prostitusi terjadi," ungkap Anissullah.
Dalam pengakuannya ke polisi, HPL memperkerjakan anaknya sebagai PSK selama satu tahun. Setiap usai melayani pelanggan, anaknya mendapat bayaran Rp 100 ribu. "Yang Rp 50 ribu dikasih saya, yang Rp 50 ribu dipegang anak saya," ucapnya.
Bagaimana anak di bawah umur itu bisa mempunyai pemikiran membantu ibunya dengan menjual diri ? "Ibunya itu, kadang juga menawarkam dirinya kalau ada pelanggan yang menginginkan dia," ungkap Kasatreskrim Polres Blitar AKP Rifaldhy.
Rupanya sang anak meniru apa yang dilakukan ibu kandungnya. Ironisnya, kegiatan menjajakan diri itu tidak diketahui kepala keluarga mereka, alias ayah sang anak. "Pengakuan tersangka HPL, suaminya tidak tahu. Asal kebutuhan mereka tercukupi itu beres," pungkasnya.
Kini, HPL menjalani proses hukum. Dia terbukti melakukan tindak pidana mengekploitasi secara ekonomi anak kandungnya. Saat ini polisi hanya menerapkan pasal 88 UU Perlindungan Anak terkait eksploitasi ekonomi. Menurut Pendamping Hukum P2TP2 Pemkab Blitar Yulis Hastuti, pelaku bisa dikenakan pasal 81 dan 76 UU Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal 18 tahun penjara. Karena tindakan pelaku juga termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Tersangka pelaku kan masih ada hubungan keluarga dengan korban. Di kasus ini, saya melihat tidak hanya ekploitasi ekonomi. Tapi juga kekerasan psikis, korban dipaksa melakukan persetubuhan diPebawah umur," kata Yulis di mapolres, Selasa (5/6). Untuk itu, Yulis meminta pihak kepolisian lebih tegas menerapkan UU No 23 tahun 2002 yang diperbaharui menjadi UU No 35 tahub 2014 tentang Perlindungan Anak. *
1
Komentar