Ikatan Adat dan Agama Bikin Indeks Demokrasi Bali Stabil
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Bali dari tahun ke tahun menunjukkan posisi yang stabil, selalu berada di tengah, bahkan atas.
DENPASAR, NusaBali
Sehingga secara umum menunjukkan perkembangan demokrasi di Bali cukup bagus. Kondisi ini, salah satu penyebabnya adalah tingkat kepatuhan masyarakat Bali yang cukup tinggi sebagai pengaruh adat dan agama yang mengikat warganya.
“Sebagai perbandingan, banyak provinsi lain yang sangat dinamis perubahannya. Ukuran kita tentang demokrasi sangat sensitif. Ada sejumlah kegiatan yang bisa berpengaruh besar terhadap demokrasi. Bali termasuk yang stabil. Saya pikir ini terkait dengan kultur warganya,” ujar Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Maswadi Rauf kepada NusaBali usai Focus Group Discussion Indeks Demokrasi Indonesia (FGD-IDI) Provinsi Bali Tahun 2017 di Prime Plaza Hotel Sanur, Denpasar, Rabu (6/6).
Penyebab lain mengapa IDI Bali stabil, karena di Bali tak terlalu banyak pabrik atau industri. Menurutnya, industri atau pabrik-pabrik biasanya memunculkan banyak serikat pekerja yang intensitas kumpul-kumpul orang menjadi banyak atau kebebasan berserikat menjadi bebas. Di daerah lain juga banyak perkebunan yang sering memunculkan persoalan lahan dan sebagainya.
Tapi yang menarik, kenapa Bali stabil, karena orang Bali termasuk orang yang patuh, tak macam-macam, tak suka berbuat kekerasan dalam kehidupan sosial. “Hukum adat dan agama berperan penting dalam hal ini. Di daerah lain adat dan agama juga ada, tapi di Bali adat dan agama sangat mengikat,” ungkap Tim Ahli IDI Pusat ini.
Ke depan, indeks demokrasi di Bali juga diproyeksikan masih stabil. Syaratnya struktur sosial masyarakat Bali dengan sistem adat dan agamanya tetap dipertahankan. Indikator indeks demokrasi di Bali sedikit masih jeblok pada inisiatif dewan, kaderisasi parpol dan transparansi informasi APBD. Namun hal ini bisa diperbaiki oleh pemerintah daerah, DPRD dan parpol.
“Jika ini diperbaiki, maka indeks demokrasi Bali bisa melesat. Keunggulan IDI ini bisa menunjukkan apa yang harus dilakukan, riil bukan pendapat orang. Pokja IDI Bali harus bisa merumuskan ini, sehingga ke depan IDI Bali akan semakin baik,” pungkas akademisi yang lahir di Teluk Kuantan, Riau pada 15 Februari 1946 ini. Sementara Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali saat menutup FGD IDI Bali, kemarin mengatakan indikator demokrasi yang kuat juga sangat diperlukan dalam pembangunan, tak hanya indikator soal ekonomi saja. “Sekarang indikator-indikator demokrasi ini sedang berproses menuju kemapanan,” katanya.
Seperti diketahui, skor IDI Provinsi Bali yang diukur sejak tahun 2009 lalu posisinya cukup stabil dalam kategori sedang. Pada 2009 tercatat skor IDI Bali 70,35. Kemudian 72,44 (2010), 74,20 (2011), 71,75 (2012), 72,22 (2013), 76,13 (2014), 79,83 (2015) dan 78,95 (2016). Skor ini memposisikan tingkat kualitas indeks demokrasi Bali selalu berada pada 10 besar secara nasional. *sur
Sehingga secara umum menunjukkan perkembangan demokrasi di Bali cukup bagus. Kondisi ini, salah satu penyebabnya adalah tingkat kepatuhan masyarakat Bali yang cukup tinggi sebagai pengaruh adat dan agama yang mengikat warganya.
“Sebagai perbandingan, banyak provinsi lain yang sangat dinamis perubahannya. Ukuran kita tentang demokrasi sangat sensitif. Ada sejumlah kegiatan yang bisa berpengaruh besar terhadap demokrasi. Bali termasuk yang stabil. Saya pikir ini terkait dengan kultur warganya,” ujar Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Maswadi Rauf kepada NusaBali usai Focus Group Discussion Indeks Demokrasi Indonesia (FGD-IDI) Provinsi Bali Tahun 2017 di Prime Plaza Hotel Sanur, Denpasar, Rabu (6/6).
Penyebab lain mengapa IDI Bali stabil, karena di Bali tak terlalu banyak pabrik atau industri. Menurutnya, industri atau pabrik-pabrik biasanya memunculkan banyak serikat pekerja yang intensitas kumpul-kumpul orang menjadi banyak atau kebebasan berserikat menjadi bebas. Di daerah lain juga banyak perkebunan yang sering memunculkan persoalan lahan dan sebagainya.
Tapi yang menarik, kenapa Bali stabil, karena orang Bali termasuk orang yang patuh, tak macam-macam, tak suka berbuat kekerasan dalam kehidupan sosial. “Hukum adat dan agama berperan penting dalam hal ini. Di daerah lain adat dan agama juga ada, tapi di Bali adat dan agama sangat mengikat,” ungkap Tim Ahli IDI Pusat ini.
Ke depan, indeks demokrasi di Bali juga diproyeksikan masih stabil. Syaratnya struktur sosial masyarakat Bali dengan sistem adat dan agamanya tetap dipertahankan. Indikator indeks demokrasi di Bali sedikit masih jeblok pada inisiatif dewan, kaderisasi parpol dan transparansi informasi APBD. Namun hal ini bisa diperbaiki oleh pemerintah daerah, DPRD dan parpol.
“Jika ini diperbaiki, maka indeks demokrasi Bali bisa melesat. Keunggulan IDI ini bisa menunjukkan apa yang harus dilakukan, riil bukan pendapat orang. Pokja IDI Bali harus bisa merumuskan ini, sehingga ke depan IDI Bali akan semakin baik,” pungkas akademisi yang lahir di Teluk Kuantan, Riau pada 15 Februari 1946 ini. Sementara Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali saat menutup FGD IDI Bali, kemarin mengatakan indikator demokrasi yang kuat juga sangat diperlukan dalam pembangunan, tak hanya indikator soal ekonomi saja. “Sekarang indikator-indikator demokrasi ini sedang berproses menuju kemapanan,” katanya.
Seperti diketahui, skor IDI Provinsi Bali yang diukur sejak tahun 2009 lalu posisinya cukup stabil dalam kategori sedang. Pada 2009 tercatat skor IDI Bali 70,35. Kemudian 72,44 (2010), 74,20 (2011), 71,75 (2012), 72,22 (2013), 76,13 (2014), 79,83 (2015) dan 78,95 (2016). Skor ini memposisikan tingkat kualitas indeks demokrasi Bali selalu berada pada 10 besar secara nasional. *sur
1
Komentar