Bali Optimalkan Ekonomi Digital
Sistem ekonomi digital sebagai antisipasi perubahan gaya hidup yang mengarah ke digital atau eletronifikasi.
DENPASAR, NusaBali
Ikatan Senior Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (ISHI) Bali mendorong pelaku usaha di daerah setempat mengoptimalkan pemanfaatan sistem ekonomi digital mengantisipasi pola konsumsi masyarakat yang saat ini bergeser. "Perubahan ekonomi begitu cepat maka perlu diantisipasi sehingga ke depan tidak terjajah secara ekonomi," kata Ketua Umum ISHI Bali Gde Sumarjaya Linggih usai membuka diskusi terkait terobosan dalam era leisure economy di Denpasar, Senin (11/6).
Menurut dia, saat ini sistem ekonomi mengalami perubahan hampir di seluruh bisnis dari konvensional menjadi digitalisasi, mengikuti perkembangan tren konsumsi masyarakat yang lebih mencari hiburan dan pengalaman atau leisure economy.
Anggota Komisi VI DPR RI itu juga mendorong pelaku usaha memanfaatkan sharing economy atau sistem ekonomi bagi hasil seperti perusahaan aplikasi yang saat ini banyak bermunculan menggandeng pelaku usaha yang memiliki aset dan produk. "Tidak semua orang menguasai semua hal tetapi mereka bisa berkolaborasi seperti Gojek tidak punya ojek tetapi memanfaatkan aplikasi," ucap politisi yang akrab disapa Demer itu.
Begitu juga dengan industri pariwisata di Bali yakni salah satunya akomodasi penginapan skala kecil dan menengah, kata dia, didorong memanfaatkan aplikasi dalam jaringan seperti di antaranya airy dan airbnb. Selain itu, sistem pembayaran saat ini juga sudah mengarah digital atau elektronifikasi yang tidak lagi mengandalkan dominasi uang tunai juga perlu disikapi pelaku usaha.
Sementara itu pakar pemasaran Yuswohady dalam diskusi tersebut mengatakan bergesernya pola konsumsi dari konvensional ke leisure tersebut menjadi salah satu penyebab menurunnya kinerja pusat perbelanjaan atau mal dan toko modern. Dia menjelaskan pengeluaran masyarakat ekonomi kelas menengah kini lebih banyak untuk hiburan dan leisure atau jalan-jalan dan mencari pengalaman dengan berwisata.
Ia menuturkan penutupan beberapa gerai ritel di Tanah Air bukan sepenuhnya disebabkan karena kehadiran ritel atau toko dalam jaringan. Padahal penjualan dalam jaringan atau e-commerce hanya menyumbang 1,2 persen dari total produk domestik bruto Indonesia dan hanya sekitar 0,8 persen dari total penjualan ritel nasional tahun 2016. Pencapaian yang menurut dia belum mampu memiliki daya untuk membuat gonjang-ganjing industri ritel. "Banyak orang mulai bergeser dari awalnya beli barang sekarang beli pengalaman. Orang nabung bukan beli motor tetapi untuk liburan," ucapnya.
Hal tersebut, imbuh dia, telah mendorong sejumlah pengelola mal yang mulai menerapkan konsep gaya hidup dan kuliner seperti kafe dan resto menyesuaikam dengan pola konsumen saat ini lebih ke arah leisure. Yuswohady menambahkan konsumsi masyarakat yang mengarah ke leisure atau mencari pengalaman itu di antaranya liburan, menginap di hotel, makan dan nongkrong di kafe atau restoran, menonton film atau konser musik, karaoke, pusat kebugaran, spa dan lainnya. *ant
Ikatan Senior Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (ISHI) Bali mendorong pelaku usaha di daerah setempat mengoptimalkan pemanfaatan sistem ekonomi digital mengantisipasi pola konsumsi masyarakat yang saat ini bergeser. "Perubahan ekonomi begitu cepat maka perlu diantisipasi sehingga ke depan tidak terjajah secara ekonomi," kata Ketua Umum ISHI Bali Gde Sumarjaya Linggih usai membuka diskusi terkait terobosan dalam era leisure economy di Denpasar, Senin (11/6).
Menurut dia, saat ini sistem ekonomi mengalami perubahan hampir di seluruh bisnis dari konvensional menjadi digitalisasi, mengikuti perkembangan tren konsumsi masyarakat yang lebih mencari hiburan dan pengalaman atau leisure economy.
Anggota Komisi VI DPR RI itu juga mendorong pelaku usaha memanfaatkan sharing economy atau sistem ekonomi bagi hasil seperti perusahaan aplikasi yang saat ini banyak bermunculan menggandeng pelaku usaha yang memiliki aset dan produk. "Tidak semua orang menguasai semua hal tetapi mereka bisa berkolaborasi seperti Gojek tidak punya ojek tetapi memanfaatkan aplikasi," ucap politisi yang akrab disapa Demer itu.
Begitu juga dengan industri pariwisata di Bali yakni salah satunya akomodasi penginapan skala kecil dan menengah, kata dia, didorong memanfaatkan aplikasi dalam jaringan seperti di antaranya airy dan airbnb. Selain itu, sistem pembayaran saat ini juga sudah mengarah digital atau elektronifikasi yang tidak lagi mengandalkan dominasi uang tunai juga perlu disikapi pelaku usaha.
Sementara itu pakar pemasaran Yuswohady dalam diskusi tersebut mengatakan bergesernya pola konsumsi dari konvensional ke leisure tersebut menjadi salah satu penyebab menurunnya kinerja pusat perbelanjaan atau mal dan toko modern. Dia menjelaskan pengeluaran masyarakat ekonomi kelas menengah kini lebih banyak untuk hiburan dan leisure atau jalan-jalan dan mencari pengalaman dengan berwisata.
Ia menuturkan penutupan beberapa gerai ritel di Tanah Air bukan sepenuhnya disebabkan karena kehadiran ritel atau toko dalam jaringan. Padahal penjualan dalam jaringan atau e-commerce hanya menyumbang 1,2 persen dari total produk domestik bruto Indonesia dan hanya sekitar 0,8 persen dari total penjualan ritel nasional tahun 2016. Pencapaian yang menurut dia belum mampu memiliki daya untuk membuat gonjang-ganjing industri ritel. "Banyak orang mulai bergeser dari awalnya beli barang sekarang beli pengalaman. Orang nabung bukan beli motor tetapi untuk liburan," ucapnya.
Hal tersebut, imbuh dia, telah mendorong sejumlah pengelola mal yang mulai menerapkan konsep gaya hidup dan kuliner seperti kafe dan resto menyesuaikam dengan pola konsumen saat ini lebih ke arah leisure. Yuswohady menambahkan konsumsi masyarakat yang mengarah ke leisure atau mencari pengalaman itu di antaranya liburan, menginap di hotel, makan dan nongkrong di kafe atau restoran, menonton film atau konser musik, karaoke, pusat kebugaran, spa dan lainnya. *ant
Komentar