Harta Wali Kota Blitar Tambah Rp 5 M
Bupati Tulungagung belum pernah laporkan harta kekayaannya ke KPK
JAKARTA, NusaBali
Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar pertama kali menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selaku kepala daerah pada Maret 2010. Saat itu, total harta kekayaan Samanhudi yang dilaporkan sebesar Rp 3 miliar. Berdasarkan penelusuran di situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), Senin (11/6), Samanhudi terakhir melaporkan harta kekayaan pada Juli 2015. Saat itu, Samanhudi mencalonkan kembali menjadi Wali Kota Blitar periode 2015-2020. Pada Juli 2015, jumlah harta yang dilaporkan sebesar Rp 8,5 miliar.
Dengan kata lain, terjadi pertambahan harta sekitar Rp 5 miliar dalam lima tahun Samanhudi menjabat sebagai Wali Kota.
Pada 2015, Samanhudi melaporkan harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp 4,5 miliar. Kemudian, alat transportasi senilai Rp 15 juta. Selain itu, usaha lain seperti perkebunan dan peternakan senilai Rp 6,5 miliar. Kemudian, giro dan setara kas senilai Rp 244 juta. Selain itu, Samanhudi melaporkan utang senilai Rp 2,7 miliar.
Berbeda dengan Samanhudi, selama menjabat sebagai Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo belum pernah melaporkan harta kekayaan selaku kepala daerah kepada KPK.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, daftar nama yang sudah melaporkan harta kekayaan biasanya akan ditampilkan dalam situs web KPK. Berdasarkan penelusuran di situs KPK dalam Laporan Harta Kekayan Penyelenggara Negara (LHKPN), Senin (11/6/), Syahri Mulyo tercatat pernah dua kali melaporkan harta kekayaan. Namun, keduanya bukan dalam jabatan Syahri selaku Bupati Tulungagung.
Syahri pertama kali menyerahkan LHKPN pada 19 Desember 2003. Saat itu, ia sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur. Saat itu, harta milik Syahri lebih dari Rp 1 miliar. Terakhir, Syahri juga pernah menyerahkan LHKPN selaku calon bupati Tulungagung. Saat itu, dia masih berstatus sebagai anggota DPRD Jatim periode 2009-2014. Saat itu, jumlah harta kekayaan Syahri yang dilaporkan hampir sama dengan yang dilaporkan pertama kali pada 2003.
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai, terjeratnya para kepala daerah menunjukkan adanya masalah dalam rekrutmen di internal parpol. Partai politik diminta introspeksi terkait rentetan penangkapan kepala daerah oleh KPK. Langkah itu lebih baik dilakukan ketimbang menyalahkan KPK.
Sebelumnya, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait sejumlah proyek di dua wilayah tersebut.
Dalam konstruksi perkara, keduanya terlibat dalam perkara yang berbeda dengan satu terduga pemberi hadiah atau janji, yaitu Susilo Prabowo. Susilo merupakan pihak kontraktor yang diduga memberi hadiah atau janji kepada keduanya terkait sejumlah proyek di dua daerah tersebut.
Di Tulungagung, Susilo diduga memberikan hadiah sebesar Rp 1 miliar kepada Syahri melalui pihak swasta Agung Prayitno. Diduga pemberian tersebut terkait fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung.
Sementara itu, di Blitar, KPK menduga Samanhudi juga menerima pemberian dari Susilo melalui pihak swasta bernama Bambang Purnomo sekitar Rp 1,5 miliar terkait ijon proyek-proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar dengan nilai kontrak Rp 23 miliar. *
Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar pertama kali menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selaku kepala daerah pada Maret 2010. Saat itu, total harta kekayaan Samanhudi yang dilaporkan sebesar Rp 3 miliar. Berdasarkan penelusuran di situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), Senin (11/6), Samanhudi terakhir melaporkan harta kekayaan pada Juli 2015. Saat itu, Samanhudi mencalonkan kembali menjadi Wali Kota Blitar periode 2015-2020. Pada Juli 2015, jumlah harta yang dilaporkan sebesar Rp 8,5 miliar.
Dengan kata lain, terjadi pertambahan harta sekitar Rp 5 miliar dalam lima tahun Samanhudi menjabat sebagai Wali Kota.
Pada 2015, Samanhudi melaporkan harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp 4,5 miliar. Kemudian, alat transportasi senilai Rp 15 juta. Selain itu, usaha lain seperti perkebunan dan peternakan senilai Rp 6,5 miliar. Kemudian, giro dan setara kas senilai Rp 244 juta. Selain itu, Samanhudi melaporkan utang senilai Rp 2,7 miliar.
Berbeda dengan Samanhudi, selama menjabat sebagai Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo belum pernah melaporkan harta kekayaan selaku kepala daerah kepada KPK.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, daftar nama yang sudah melaporkan harta kekayaan biasanya akan ditampilkan dalam situs web KPK. Berdasarkan penelusuran di situs KPK dalam Laporan Harta Kekayan Penyelenggara Negara (LHKPN), Senin (11/6/), Syahri Mulyo tercatat pernah dua kali melaporkan harta kekayaan. Namun, keduanya bukan dalam jabatan Syahri selaku Bupati Tulungagung.
Syahri pertama kali menyerahkan LHKPN pada 19 Desember 2003. Saat itu, ia sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur. Saat itu, harta milik Syahri lebih dari Rp 1 miliar. Terakhir, Syahri juga pernah menyerahkan LHKPN selaku calon bupati Tulungagung. Saat itu, dia masih berstatus sebagai anggota DPRD Jatim periode 2009-2014. Saat itu, jumlah harta kekayaan Syahri yang dilaporkan hampir sama dengan yang dilaporkan pertama kali pada 2003.
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai, terjeratnya para kepala daerah menunjukkan adanya masalah dalam rekrutmen di internal parpol. Partai politik diminta introspeksi terkait rentetan penangkapan kepala daerah oleh KPK. Langkah itu lebih baik dilakukan ketimbang menyalahkan KPK.
Sebelumnya, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait sejumlah proyek di dua wilayah tersebut.
Dalam konstruksi perkara, keduanya terlibat dalam perkara yang berbeda dengan satu terduga pemberi hadiah atau janji, yaitu Susilo Prabowo. Susilo merupakan pihak kontraktor yang diduga memberi hadiah atau janji kepada keduanya terkait sejumlah proyek di dua daerah tersebut.
Di Tulungagung, Susilo diduga memberikan hadiah sebesar Rp 1 miliar kepada Syahri melalui pihak swasta Agung Prayitno. Diduga pemberian tersebut terkait fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung.
Sementara itu, di Blitar, KPK menduga Samanhudi juga menerima pemberian dari Susilo melalui pihak swasta bernama Bambang Purnomo sekitar Rp 1,5 miliar terkait ijon proyek-proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar dengan nilai kontrak Rp 23 miliar. *
Komentar