Dewan ‘Pentalkan’ Dua Ranperda Usulan Eksekutif
Rapat Paripurna DPRD Jembrana masa persidangan II tahun sidang 2017/2018, dengan agenda pengambilan keputusan terhadap tiga Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) usulan eksekutif dan satu Ranperda usulan legislatif, digelar di ruang sidang dewan setempat, Kamis (21/6) siang.
NEGARA, NusaBali
Dalam rapat itu, dua dari tiga Ranperda usulan eksekutif, yakni Ranperda tentang perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Retribusi Jasa Umum, dan Ranperda tentang perubahan Perda tentang Retribusi Jasa Usaha, belum disetujui menjadi Perda.
Sesuai laporan Pansus III DPRD Jembrana yang dibacakan Wakil Ketua Pansus III I Ketut Catur, disampaikan dua poin alasan Pansus menunda pengesehan dua ranperda menyangkut retribusi, yang diminta agar disempurnakan pihak eksekutif itu.
Pertama, belum ada kesepakatan dari Pansus terhadap hasil kerja OPD penggagas dalam memformulasikan beberapa subtansi terkait objek retribusi. Di antaranya, belum dilakukan inventarisasi dan identifikasi secara menyeluruh terhadap objek-objek retribusi yang dikelola antara pusat/provinsi, kabupaten dan desa. Belum jelas pengaturan objek retribusi yang bukan milik pemkab. Kemudian belum dicantumkan rincian nama objek retribusi dalam pasal kedua ranperda menyangkut retribusi itu.
Kedua, kata Catur, dua ranperda menyangkut retribusi itu juga belum disertai evaluasi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebelum ditetapkan Bupati. Padahal evaluasi Gubernur itu merupakan keharusan sesuai Pasal 243 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Selain itu, berdasarkan hasil konsultasi ke Biro Hukum Provinsi Bali, disampaikan bahwa evaluasi Gubernur yang menyangkut perubahan terhadap Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, wajib disertai naskah akademik.
“Naskah akademik menjadi sebuah syarat yang harus dipenuhi. Karena harus ada kajian yang jelas terhadap potensi retribusi baru yang dimunculkan, besaran tarif dari retribusi baru tersebut, serta kajian terhadap perubahan besaran tarif dari retribusi yang telah ada. Di samping itu, pada dasarnya pengenaan retribusi merupakan sebuah pembebanan kepada masyarakat, sehingga penentuan besaran tarifnya harus melalui kajian yang matang, tepat, dan akurat,” ujarnya.
Sementara satu ranperda lainnya yang menjadi usulan eksekutif, yakni Ranperda tentang Rancangan Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA) tahun 2018-2023, disetujui menjadi Perda.
Kemudian satu ranperda usulan legislatif, yakni Ranperda tentang Desa Wisata, juga mendapat persetujuan Bupati Jembrana I Putu Artha, untuk ditetapkan menjadi Perda dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Jembrana I Wayan Wardana.
Bupati Artha memberikan apresiasi atas kerja keras DPRD, walaupun dalam suasana libur panjang dalam rangka cuti bersama Hari Raya Idul Fitri, dewan tetap menuntaskan pembahasan tiga ranperda usulan eksekutif tersebut. Terkait dua ranperda usulan eksekutif yang belum disetujui, diharapkan dapat dilanjutkan pembahasannya pada rapat paripurna selanjutnya. Lantaran ranperda mengenai retribusi dinilai sangat dibutuhkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). *ode
Dalam rapat itu, dua dari tiga Ranperda usulan eksekutif, yakni Ranperda tentang perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Retribusi Jasa Umum, dan Ranperda tentang perubahan Perda tentang Retribusi Jasa Usaha, belum disetujui menjadi Perda.
Sesuai laporan Pansus III DPRD Jembrana yang dibacakan Wakil Ketua Pansus III I Ketut Catur, disampaikan dua poin alasan Pansus menunda pengesehan dua ranperda menyangkut retribusi, yang diminta agar disempurnakan pihak eksekutif itu.
Pertama, belum ada kesepakatan dari Pansus terhadap hasil kerja OPD penggagas dalam memformulasikan beberapa subtansi terkait objek retribusi. Di antaranya, belum dilakukan inventarisasi dan identifikasi secara menyeluruh terhadap objek-objek retribusi yang dikelola antara pusat/provinsi, kabupaten dan desa. Belum jelas pengaturan objek retribusi yang bukan milik pemkab. Kemudian belum dicantumkan rincian nama objek retribusi dalam pasal kedua ranperda menyangkut retribusi itu.
Kedua, kata Catur, dua ranperda menyangkut retribusi itu juga belum disertai evaluasi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebelum ditetapkan Bupati. Padahal evaluasi Gubernur itu merupakan keharusan sesuai Pasal 243 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Selain itu, berdasarkan hasil konsultasi ke Biro Hukum Provinsi Bali, disampaikan bahwa evaluasi Gubernur yang menyangkut perubahan terhadap Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, wajib disertai naskah akademik.
“Naskah akademik menjadi sebuah syarat yang harus dipenuhi. Karena harus ada kajian yang jelas terhadap potensi retribusi baru yang dimunculkan, besaran tarif dari retribusi baru tersebut, serta kajian terhadap perubahan besaran tarif dari retribusi yang telah ada. Di samping itu, pada dasarnya pengenaan retribusi merupakan sebuah pembebanan kepada masyarakat, sehingga penentuan besaran tarifnya harus melalui kajian yang matang, tepat, dan akurat,” ujarnya.
Sementara satu ranperda lainnya yang menjadi usulan eksekutif, yakni Ranperda tentang Rancangan Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA) tahun 2018-2023, disetujui menjadi Perda.
Kemudian satu ranperda usulan legislatif, yakni Ranperda tentang Desa Wisata, juga mendapat persetujuan Bupati Jembrana I Putu Artha, untuk ditetapkan menjadi Perda dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Jembrana I Wayan Wardana.
Bupati Artha memberikan apresiasi atas kerja keras DPRD, walaupun dalam suasana libur panjang dalam rangka cuti bersama Hari Raya Idul Fitri, dewan tetap menuntaskan pembahasan tiga ranperda usulan eksekutif tersebut. Terkait dua ranperda usulan eksekutif yang belum disetujui, diharapkan dapat dilanjutkan pembahasannya pada rapat paripurna selanjutnya. Lantaran ranperda mengenai retribusi dinilai sangat dibutuhkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). *ode
Komentar