nusabali

Peluang Besar Industri Pengolahan Kopi

  • www.nusabali.com-peluang-besar-industri-pengolahan-kopi

Hampir semua orang menyukai kopi. Kalau toh tak ingin meminumnya, minimal menyukai aromanya. 

Bisnis perkopian pun makin marak. Sasarannya mulai dari kalangan kebanyakan hingga level atas. Hampir di seluruh sudut jalan, maupun kota, gampang dijumpai warung kopi, coffee corner, dan nama keren lainnya. Sejalan dengan pertumbuhan itu, saatnya negeri ini terus menggenjot industri perkopiannya. 

Peluang pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri masih cukup besar karena potensi konsumsi masih besar dan permintaan dunia terus menanjak. Apalagi, Indonesia menjadi negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Vietnam.

Produksi rata-rata kopi Indonesia sebesar 685 ribu ton per tahun atau 8,9 persen dari produksi kopi dunia. Selain itu, pertumbuhan kelas menengah dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia turut mendorong konsumsi produk kopi olahan di dalam negeri meningkat rata-rata lebih dari 7 persen per tahun.

Menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin, guna meningkatkan nilai tambah, maka industri olahan baik besar maupun kecil, menengah, mesti dipacu dan didukung pemerintah serta masyarakat.

"Kita punya 11 kopi khas daerah, lazim disebut indikator geografis seperti kopi Gayo, Sindoro-Sumbing, Toraja. Belum lagi kopi yang diolah langsung rekan-rekan petani dan kelompok tani. Nah salah satu dukungan nyata bisa dilakukan saat kita jalan-jalan, belilah kopi-kopi di daerah yang kita sambangi," ujar Saleh Husin dalam keterangan tertulis, seperti dilansir detik.com, Kamis (10/3/2016).

Saat ini ada 11 kopi Indonesia yang telah mempunyai indikasi geografis yaitu Kopi Arabika Gayo, Kopi Sumatera Arabika Simalungun Utara, Kopi Robusta Lampung, Kopi Arabika Java Preanger, Kopi Java Arabika Sindoro-Sumbing, Kopi Arabika Ijen Raung, Kopi Arabika Kintamani Bali, Kopi Arabika Kalosi Enrekang, Kopi Arabika Toraja, Kopi Arabika Flores Bajawa, dan Kopi Liberika Tungkal Jambi.

Indonesia juga memiliki berbagai jenis kopi specialty yang dikenal di dunia, termasuk Luwak Coffee dengan rasa dan aroma khas sesuai indikasi geografis yang menjadi keunggulan Indonesia.

Selain itu, Saleh juga menyinggung soal antusiasme anak-anak muda melakukan perjalanan ke sudut-sudut Tanah Air. 

"Sekarang makin banyak anak muda yang gemar traveling. Nikmatnya jalan-jalan, salah satunya menyesap kopi setempat. Jangan lupa beli untuk oleh-oleh. Ketika minum juga difoto, selfie dan sebutin nama daerah asal kopinya saat diunggah di media sosial. Promosi sederhana ini efektif turut membantu industri olahan kopi,” katanya.

Dia juga mengajak membawa beberapa bungkus kopi khas Indonesia ke luar negeri sebagai souvenir untuk kolega dan teman di negeri seberang.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, prospek pengembangan industri pengolahan kopi di Indonesia masih cukup baik, mengingat konsumsi kopi masyarakat Indonesia rata-rata baru mencapai 1,2 kg perkapita per tahun atau di bawah negara-negara pengimpor kopi seperti USA 4,3 kg, Jepang 3,4 kg, Austria 7,6 kg,  Belgia 8,0 kg, Norwegia 10,6 kg, dan Finlandia 11,4 kg perkapita per tahun.

Ekspor produk kopi olahan tahun 2015 mencapai 356,79 juta dolar AS atau meningkat sekitar 8 persen dibandingkan tahun 2014. Ekspor produk kopi olahan didominasi produk kopi instan, ekstrak, esens, dan konsentrat kopi yang tersebar ke negara tujuan ekspor seperti Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura, China, dan Uni Emirat Arab.

Sementara itu, nilai impor produk kopi olahan pada tahun 2015 mencapai 106,39 juta dolar. Negara asal impor terbesar adalah Malaysia, Brasil, India, Vietnam, Italia, dan Amerika Serikat. Meski demikian, dengan kondisi impor tersebut, neraca perdagangan internasional produk kopi olahan Indonesia masih mengalami surplus sebesar 250,40 juta dolar.

Kemenperin mendorong pengembangan industri perkopian di dalam negeri dari hulu sampai hilir sehingga meningkatkan nilai tambah dan daya saing kopi Indonesia di pasar internasional. Ini sekaligus untuk mengimbangi arus ekspor biji kopi yang masih dominan dibanding pengolahan di dalam negeri.

“Pengembangan industri kopi nasional masih perlu ditingkatkan karena saat ini baru mampu menyerap sekitar 35 persen produksi kopi dalam negeri dan sisanya sebesar 65 persen masih diekspor dalam bentuk biji,” ungkap Menperin.

“Untuk itu, kami mengharapkan semoga ke depan AEKI dapat lebih berperan bersama pemerintah mengembangkan industri perkopian di Indonesia. Jadi tidak hanya di bidang ekspor kopi saja, tetapi juga mengembangkan di bidang industri pengolahan kopi,” ujarnya.

Turut hadir Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang dan jajaran pengurus AEKI yang dipimpin Ketua Umum AEKI Irfan Anwar.

Menurut Irfan, pemangku kepentingan atau stakeholders industri kopi kita mencapai 2 juta, dari petani, pengolah, pelaku usaha coffee-shop, perusahaan hingga eksportir. AEKI membuka diri untuk semua masukan dan kerja sama mengembangkan kopi untuk memantapkan diri di domestik maupun di pasar global.

Untuk memacu pengembangan industri pengolahan kopi, pemerintah menggelar Rapat Pengembangan Perkopian Nasional di Lampung dan dipimpin langsung oleh Wapres RI Jusuf Kalla, Februari lalu. Dua menteri yaitu Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian hadir pada rapat tersebut, termasuk tiga gubernur dari beberapa provinsi produsen kopi seperti Lampung, Jambi, dan Sumatera Utara.

Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, pihaknya telah memfasilitasi melalui beberapa kebijakan strategis antara lain industri pengolahan kopi masuk dalam industri pangan dan prioritas untuk dikembangkan.

Selain itu pemerintah telah memberikan fasilitas pajak penghasilan, berdasarkan PP No 18 Tahun 2015 untuk investasi baru industri pengolahan kopi (KBLI 10761) di beberapa daerah di luar Jawa.

Pemerintah juga melakukan harmonisasi tarif bea masuk (MFN) produk kopi olahan (kopi sangrai, kopi bubuk, kopi instan, kopi mix) dari 5 persen menjadi 20 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan No.132 Tahun 2015. 

"Harmonisasi tarif ini dimaksudkan untuk memberikan iklim berusaha yang kondusif bagi industri pengolahan kopi di dalam negeri," tegasnya

Selanjutnya, Kemenperin telah memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kopi Instan secara wajib yang mulai berlaku secara efektif pada tanggal 17 Januari 2016 sesuai Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/M-IND/PER/10/2014. 

Ketua Kompartemen Industri dan Kopi Spesial Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Pranoto Soenarto memperkirakan konsumsi kopi di pasar domestik Indonesia akan mencapai 1,6 kg – 1,7 kg per kapita.

Proyeksi tersebut meningkat pesat dibandingkan dengan kondisi pada 10 tahun – 12 tahun lalu yang hanya 0,8 kg per kapita.

Hingga saat ini negara konsumen kopi terbesar di dunia adalah Belanda dan Norwegia yang berkisar 14 kg – 16 kg per kapita.

Pranoto berpendapat peningkatan konsumsi domestik RI akan mendongkrak harga kopi di pasar internasional. Indonesia harus bisa belajar dari Brasil yang 50% kopinya dikonsumsi oleh penduduknya sendiri.

Menurut ia, kopi di dunia shortage dari dulu. Yang minum makin banyak. Kalau diperhatikan, di Indonesia saja semakin banyak coffee shop. Konsumsi kopi Indonesia makin hari makin naik karena di kota-kota besar makin banyak orang yang minum kopi. Kalau bisa mengejar konsumsi domestik, pasti akan boom harga.

Dengan kondisi cuaca yang masih mengkhawatirkan, Pranoto memperkirakan angka pesimis untuk produksi tahun ini berkisar antara 250.000 ton – 300.000 ton. Sementara prediksi optimis berkisar antara 400.000 ton – 500.000 ton.

Sementara itu untuk ekspor, diharapkan tidak ada penurunan ekspor pada tahun ini. Sebagai perbandingan, ekspor kopi pada 2015 diperkirakan masih berkisar antara 450.000 ton – 500.000 ton. Volume tersebut tidak hanya untuk biji kopi saja, tetapi termasuk kopi instan dan roasted product.

Purchasing & Marketing Manager PT Taman Delta Indonesia Moelyono Soesilo mengatakan konsumsi kopi di pasar dalam negeri tumbuh 5 persen – 6 persen per tahun, dengan total konsumsi sekitar 4,5 – 5 juta kantong per tahun.

Jenis kopi yang paling banyak dikonsumsi adalah kopi tubruk dan 3 in 1 (white coffee).
Pertumbuhan konsumsi kopi di dalam negeri saat ini berada di atas pertumbuhan produksi yang hanya berkisar antara 1 persen – 2 persen per tahun. Permintaan kopi untuk kebutuhan pasar hotel dan restoran juga tumbuh sangat pesat. 7 beragam sumber

Komentar