Malam Ini, IHDN Denpasar Akan Persembahkan Kisah Manik Angkeran
Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar bakal menampilkan garapan sendratari kolosal berjudul ‘Bagus Bang Manik Angkeran’ di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Selasa (26/6) malam ini.
DENPASAR, NusaBali
Uniknya, sendratari ini akan diiringi dua karawitan, yakni kolaborasi Gong Gede dan Gong Semarandana yag slaing bersahut-sahutan. Rektor IHDN Denpasar, Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi, menjelaskan, cerita Bagus Bang Manik Angkeran diangkat untuk mengetengahkan kembali nilai-nilai spiritual, etika, sosial, dan pendidikan yang tertuang di dalam sejarah Bang Manik Angkeran.
“Sendratari ini banyak mengandung banyak nilai pendidikan. Jangan tergiur harta sampai mengorbankan jiwa, seperti yang dilakukan Manik Angkeran. Karena dia buta akan harta dunia, akhirnya membahayakan dirinya sendiri. Jangan pula berani dengan orang tua hingga melanggar tata susila,” ungkapnya ditemui di Kampus IHDN Denpasar, Senin (25/6) sore.
Dikaitkan dengan tema Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 yakni ‘Teja Dharmaning Kahuripan, Api Spirit Penciptaan’, menurut Prof Sudiana, api memegang peranan penting dalam kehidupan. Api adalah sinar kehidupan. Api juga merupakan lambang penyucian. Melalui api, akan terjadi perubahan dalam kehidupan. Hendaknya, api bisa digunakan dengan baik.
“Ada 3 jenis api, yakni api untuk pembakaran mayat, api untuk pengantin, dan api untuk kebutuhan hidup, misalnya di dapur. Nah, Bang Manik Angkeran sendiri awalnya terlahir dari api. Jika dikaitkan dengan tema, perubahan hidup Manik Angkeran bisa dijadikan contoh. Api ternyata bisa merubah segalanya. Merubah perilaku, kehidupan, dan yang lain,” jelasnya.
Sendratari kolosal ‘Bagus Bang Manik Angkeran’ setidaknya akan melibatkan total 265 seniman. Ide pementasan ini sudah digarap lebih dari tiga bulan dengan melibatkan mahasiswa, dosen, hingga cukup banyak dari alumni IHDN Denpasar juga mendukung. “Sendratari kolosal ini akan diiringi dengan Gong Gede pada bagian utara dan Gong Semaranda di bagian selatan panggung. Mengolaborasikan dua gong ini cukup sulit. Aransemennya akan bersahut-sahutan, dan akan berkolaborasi membentuk kesatuan yang luar biasa,” tambahnya.
Sendratari kolosal ‘Bagus Bang Manik Angkeran’ mengisahkan Ida Mpu Sidhimantra beserta istrinya melakukan pemujaan kepada Shang Hyang Agni untuk memohon keturunan yang nantinya sebagai penerus keluarga kerajaan. Sang Hyang Agni pun menganugrahkan seorang Putra yang lahir dari api dan diberi nama Bagus Bang Manik Angkeran oleh Mpu Sidhimantra.
Ketika Bagus Bang Manik Angkeran telah tumbuh dewasa, kegiatan yang dilakukan setiap hari adalah berjudi. Namun nasib Manik Angkeran sangat sial. Hampir setiap hari tidak pernah menang. Dia kesal, sampai-sampai merayu ayahnya untuk memberikan harta benda.
Sang ayah yang selalu bisa menuruti keinginannya memberikan harta benda, membuat Manik Angkeran. Darimana harta itu didapatkan ayahnya? Setelah tahu harta itu didapat saat sang ayah memohon kepada sahabatnya, Naga Basukih di Tohlangkir, muncul niat buruk Manik Angkeran bajra milik ayahnya. Konon, bila bajra itu dibunyikan, maka Naga Basukih akan keluar dari Goa Raja.
Singkat cerita, Manik Angkeran menemui Naga Basuki. Manik Angkeran mengaku sebagai putranya Mpu Sidimantra. Mendengar hal itu, Naga Basukih percaya dan mengabulkan permintaan yang diajukan oleh Manik Angkeran berupa harta benda. Seketika itu Naga Basukih menggetarkan tubuhnya dan keluar uang, emas, dan berlian.
Rupanya, Manik Angkeran tidak puas. Saat melihat ekor berisi ketu (perhiasan kepala) yang bersinar, Manik Angkeran tanpa mengindahkan tata susila langsung memotong ekor Naga Basukih. Dia gila harta dan buta hati. Naga Basukih marah dan membakar Manik Angkeran di Cemara Geseng, hingga meninggal.
Di sisi lain, Mpu Sidhimantra sangat sedih mengetahui hal ini. Sidhimantra kemudian datang kepada Naga Basukih dan memohon ampun. Sidhimantra meminta anaknya kembali dihidupkan. Pengampunan Mpu Sidimantra dikabulkan, dengan syarat menyatukan kembali ekor Naga Basukih. Mpu Sidhimantra pun membantu dengan jnananya (pengetahuan suci).
Selain itu, syarat lainnya Manik Angkeran harus tetap di Tohlangkir sebagai abdi (sisya). Sedangkan Mpu Sidhimantara kembali ke tanah Jawa. Di pengujung barat Bali, Mpu Sidhimantra memotong pulau Bali dengan Jawa dengan tongkatnya. Ini dilakukan di daerah Ceking, Gilimanuk. Dalam sejarah, daerah pemisahan Pulau Bali dan Jawa dikenal dengan nama Segara Rupek.
“Ada sabda, jangan sekali-kali menyambung Jawa dan Bali. Biar Jawa sajalah yang urusan kekuasaan, tapi Bali adalah urusan spiritual. Manik Angkeran terus ngayah di Besakih sebagai seorang Brahmana. Bahkan sampai sekarang, keturunan Manik Angkeran menjadi ketua pemangku di Besakih,” tandas Prof Sudiana. *ind
Uniknya, sendratari ini akan diiringi dua karawitan, yakni kolaborasi Gong Gede dan Gong Semarandana yag slaing bersahut-sahutan. Rektor IHDN Denpasar, Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi, menjelaskan, cerita Bagus Bang Manik Angkeran diangkat untuk mengetengahkan kembali nilai-nilai spiritual, etika, sosial, dan pendidikan yang tertuang di dalam sejarah Bang Manik Angkeran.
“Sendratari ini banyak mengandung banyak nilai pendidikan. Jangan tergiur harta sampai mengorbankan jiwa, seperti yang dilakukan Manik Angkeran. Karena dia buta akan harta dunia, akhirnya membahayakan dirinya sendiri. Jangan pula berani dengan orang tua hingga melanggar tata susila,” ungkapnya ditemui di Kampus IHDN Denpasar, Senin (25/6) sore.
Dikaitkan dengan tema Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 yakni ‘Teja Dharmaning Kahuripan, Api Spirit Penciptaan’, menurut Prof Sudiana, api memegang peranan penting dalam kehidupan. Api adalah sinar kehidupan. Api juga merupakan lambang penyucian. Melalui api, akan terjadi perubahan dalam kehidupan. Hendaknya, api bisa digunakan dengan baik.
“Ada 3 jenis api, yakni api untuk pembakaran mayat, api untuk pengantin, dan api untuk kebutuhan hidup, misalnya di dapur. Nah, Bang Manik Angkeran sendiri awalnya terlahir dari api. Jika dikaitkan dengan tema, perubahan hidup Manik Angkeran bisa dijadikan contoh. Api ternyata bisa merubah segalanya. Merubah perilaku, kehidupan, dan yang lain,” jelasnya.
Sendratari kolosal ‘Bagus Bang Manik Angkeran’ setidaknya akan melibatkan total 265 seniman. Ide pementasan ini sudah digarap lebih dari tiga bulan dengan melibatkan mahasiswa, dosen, hingga cukup banyak dari alumni IHDN Denpasar juga mendukung. “Sendratari kolosal ini akan diiringi dengan Gong Gede pada bagian utara dan Gong Semaranda di bagian selatan panggung. Mengolaborasikan dua gong ini cukup sulit. Aransemennya akan bersahut-sahutan, dan akan berkolaborasi membentuk kesatuan yang luar biasa,” tambahnya.
Sendratari kolosal ‘Bagus Bang Manik Angkeran’ mengisahkan Ida Mpu Sidhimantra beserta istrinya melakukan pemujaan kepada Shang Hyang Agni untuk memohon keturunan yang nantinya sebagai penerus keluarga kerajaan. Sang Hyang Agni pun menganugrahkan seorang Putra yang lahir dari api dan diberi nama Bagus Bang Manik Angkeran oleh Mpu Sidhimantra.
Ketika Bagus Bang Manik Angkeran telah tumbuh dewasa, kegiatan yang dilakukan setiap hari adalah berjudi. Namun nasib Manik Angkeran sangat sial. Hampir setiap hari tidak pernah menang. Dia kesal, sampai-sampai merayu ayahnya untuk memberikan harta benda.
Sang ayah yang selalu bisa menuruti keinginannya memberikan harta benda, membuat Manik Angkeran. Darimana harta itu didapatkan ayahnya? Setelah tahu harta itu didapat saat sang ayah memohon kepada sahabatnya, Naga Basukih di Tohlangkir, muncul niat buruk Manik Angkeran bajra milik ayahnya. Konon, bila bajra itu dibunyikan, maka Naga Basukih akan keluar dari Goa Raja.
Singkat cerita, Manik Angkeran menemui Naga Basuki. Manik Angkeran mengaku sebagai putranya Mpu Sidimantra. Mendengar hal itu, Naga Basukih percaya dan mengabulkan permintaan yang diajukan oleh Manik Angkeran berupa harta benda. Seketika itu Naga Basukih menggetarkan tubuhnya dan keluar uang, emas, dan berlian.
Rupanya, Manik Angkeran tidak puas. Saat melihat ekor berisi ketu (perhiasan kepala) yang bersinar, Manik Angkeran tanpa mengindahkan tata susila langsung memotong ekor Naga Basukih. Dia gila harta dan buta hati. Naga Basukih marah dan membakar Manik Angkeran di Cemara Geseng, hingga meninggal.
Di sisi lain, Mpu Sidhimantra sangat sedih mengetahui hal ini. Sidhimantra kemudian datang kepada Naga Basukih dan memohon ampun. Sidhimantra meminta anaknya kembali dihidupkan. Pengampunan Mpu Sidimantra dikabulkan, dengan syarat menyatukan kembali ekor Naga Basukih. Mpu Sidhimantra pun membantu dengan jnananya (pengetahuan suci).
Selain itu, syarat lainnya Manik Angkeran harus tetap di Tohlangkir sebagai abdi (sisya). Sedangkan Mpu Sidhimantara kembali ke tanah Jawa. Di pengujung barat Bali, Mpu Sidhimantra memotong pulau Bali dengan Jawa dengan tongkatnya. Ini dilakukan di daerah Ceking, Gilimanuk. Dalam sejarah, daerah pemisahan Pulau Bali dan Jawa dikenal dengan nama Segara Rupek.
“Ada sabda, jangan sekali-kali menyambung Jawa dan Bali. Biar Jawa sajalah yang urusan kekuasaan, tapi Bali adalah urusan spiritual. Manik Angkeran terus ngayah di Besakih sebagai seorang Brahmana. Bahkan sampai sekarang, keturunan Manik Angkeran menjadi ketua pemangku di Besakih,” tandas Prof Sudiana. *ind
Komentar