Bocah SMP Harus Kehilangan Kedua Tangannya
Korban Gede Dion Adi Putra sempat selama tiga hari dirawat di RS Santi Graha Seririt sejak musibah 7 Juni 2018, sebelum kemudian dirujuk ke RS Sanglah hingga kedua tangannya diamputasi karena uratnya membusuk
Tersengat Listrik Saat Hendak Ambil Bola Bulutangkis di Atap Rumahnya
SINGARAJA, NusaBali
Nasib apes menimpa Gede Dion Adi Putra, 15, bocah SMP asal Banjar Laba Amerta, Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, Buleleng. Gara-gara ingin mengambil bola bulutangkis yang nyangkut di genteng, dia harus kehilangan kedua tangan akibat tersengat sengatan listrik di jaringan yang melintang di atas rumahnya.
Peristiwa naas tersebut terjadi tiga pekan lalu, tepatnya 7 Juni 2018 sore sekitar pukul 17.00 Wita. Saat itu, korban Gede Dion Adi Putra dan temannya hendak main bulutangkis di halaman rumahnya. Nah, sebelum main bulutangkis, anak kedua pasangan Ketut Widika dan Luh Karmini ini lebih dulu mengambil shuttlecock (bola bulutangkis) yang nyangkut di atas genting rumahnya.
Korban Gede Dion putuskan untuk mengambil shuttlecock itu dengan menggunakan pipa besi 0,5 dim sepajang 7 meter. Padahal, sang ayah yakni Ketut Widika sempat melarangnya. Siswa Kelas IX SMPN 2 Seririt ini kemudian naik ke tembok pagar rumah setinggi 1,5 meter dan mengarahkan pipa besi untuk menggapai shuttlecock yang di atas genting.
Naas, pipa besi yang dipegangnya malah menyentuh jaringan listrik yang melintang di atas rumah. Bocah berusia 15 tahun ini pun tersengat listrik, kemudian jatuh ke halaman rumah dalam kondisi terbakar. “Saat jatuh ke halaman rumah, api masih menyala di celananya. Mungkin saat mengarahkan pipa besi itu tidak stabil dan goyang, hingga mengenai jaringan listrik,” ungkap paman korban, Made Karmadi, saat dihubungi NusaBali per telepon di Singaraja, Rabu (27/6).
Begitu terjadi musibah, kedua orangtua korban dan temannya yang akan diajak main bulutangkis jadi panik. Mereka langsung melepas celana korban yang terbakar seraya menyiramnya dengan air. Korban Gedet Dion kemudian dilarikan ke RS Santi Graha Seririt untuk mendapatkan perawatan.
Menurut Made Karmadi, keponakannya ini sempat selama tiga hari dirawat di RS Santi Graha Seririt. Kemudian, korban diputuskan untuk dirujuk ke RS Sanglah, Denpasar karena luka bakar yang dialaminya cukup serius. Korban luka bakar di bagian dada, tangan, hingga paha. Berdasarkan diagnose dokter, yang paling parah, ada urat nadi tangan kanan dan kiri korban sampai putus.
Ketika tiba di RS Sanglah, urat kedua tangan Gede Dion didiagnosa sudah membusuk, sehingga terpaksa haus diamputasi (dipotong). Awalnya, keputusan amputasi hanya dilakukan untuk tangan kanan yang kondisinya lebih parah. Namun, berselang tiga hari kemudian, dokter terpaksa mengamputasi pula tangan kiri Gede Dion, dengan alasan yang sama.
Hingga Rabu kemarin, korban Gede Dion masih menjalani perawatan intensif di Ruang ICU RS Sanglah khusus bagi pasien luka bakar. Beruntung, keluarga Ketut Widika yang selama ini hanya sebagai buruh serabutan, tercover jaminan Kartu Indonesia Sehat (KIS), sehingga biaya pengobatan Gede Dion dapat lebih ringan.
Sementara itu, Manajer Area PLN Bali Utara, I Gusti Made Aditya San Adinata, mengatakan pihaknya sudah sempat melakukan pengecekan ke lokasi kejadian di rumah korban kawasan Banjar Laba Amerta, Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt. Menurut IGM Aditya, di atas rumah korban memang melintang Jaringan Tegangan Menengah (JTM). Meski jaringannya sudah lama, namun kondisinya masih sesuai dengan standar, yakni 2 meter di atas atap rumah.
Sebelumnya, kata IGM Aditya, pihak PLN juga sudah melakukan sosialisasi di SDN 1 Bubunan, Kecamatan Seririt terkait keberadaan jaringan PLN yang ada di sekitarnya. Peserta sosialisasi saat itu menyasar para siswa, dengan harapan mereka berhati-hati dengan jaringan listrik.
“Kita sudah berkoordinasi dengan pengurus desa setempat dan teman-teman sudah ada yang nengokin (korban Gede Dion di rumah sakit, Red). Pihak orangtua juga mengakui anaknya lalai, tapi secara pribadi kita sudah kasii bantuan. Kita juga sedang upayakan bantuan lain melalui yayasan sosial,” jelas IGM Aditya kepada NusaBali secara terpisah, Rabu kemarin.
Disebutkan, jaringan yang ada sudah sesuai dengan patokan standar PLN. Hanya saja, penilaian masyarakat kadang mengatakan kabel PLN memuai hingga molor dan menjuntai mendekati atap rumah. “Soal urusan kabel memuai, melar, dan beban sudah diperhitungan standar dan masih dalam batas tolenransi,” katanya.
Beranjak dari musibah yang menimpa bocah SMP di Desa Pangkung Paruk ini, kata IGM Aditya, pihaknya telah merencanakan untuk membungkus kabel jaringan yang melintang di atas rumah. Rencanan tersebut sedang diajukan ke pusat. Untuk realisasinya masih menunggu kajian dan penanganan prioritas. *k23
Komentar