nusabali

Usai Coblosan, Dihibur Joged

  • www.nusabali.com-usai-coblosan-dihibur-joged

Penampilan Sekaa Joged Kanti Budaya Jimbaran, Kuta Selatan, Badung berpartisipasi di PKB untuk mengembalikan kejayaan joged yang santun.

DENPASAR, NusaBali
Masyarakat Pulau Dewata tengah berpesta demokrasi dalam Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Bali, Bupati-Wakil Bupati Gianyar, dan Bupati-Wakil Bupati Klungkung, Rabu (27/6). Setelah sibuk nyoblos, masyarakat Bali yang berkunjung ke Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 dihibur dengan kesenian Joged di Kalangan Madya Mandala, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, pada sore kemarin.

Penampilan Sekaa Joged Kanti Budaya Jimbaran, Kuta Selatan, Badung sebagai pembuka parade joged dalam ajang PKB ke-40 ramai penonton. Maklum saja, dari tahun ke tahun kesenian ini memang tidak pernah sepi penonton. Hal ini juga tidak lepas karena joged merupakan tari pergaulan, yang melibatkan penonton untuk menari bersama.

Namun, wajah joged yang dulu adiluhung kini memang sedang ‘tercoreng’ lantaran ulah orang tak bertanggung jawab. Wajah joged kini dijadikan porno, bahkan disebut joged jaruh. Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan, dan harus dilawan. Salah satunya dengan memperbanyak tayangan maupun pertunjukan yang tetap berpakem.

Menurut Koordinator Sekaa Joged Kanti Budaya, I Wayan Eka Santa Purwita, kesenian yang ditampilkan adalah bagian penggalian dari kesenian joged yang hampir punah. Apalagi image joged yang kian tercoreng. Sekaa Joged Kanti Budaya pun ingin berpartisipasi mengembalikan kejayaan joged yang santun.

“Yang kami tampilkan adalah joged yang ada pakem. Kami pun lebih menonjolkan tradisi daripada menambah gambelan tambahan seperti gamelan kendang-kempul Jaipongan,” ungkapnya di sela pertunjukan.

Menurut Eka Santa, sekaa dan penari joged tidak mungkin bisa disalahkan sepenuhnya. Terkadang, aksi jaruh di panggung adalah permintaan dari pihak penyelenggara acara, bahkan penonton. Sehingga tidak jarang sekaa maupun penari joged akhirnya melakukan hal itu.  Hal yang terpenting bagi Eka Santa, seniman harus berkomitmen dan berani bicara. “Kita tidak mungkin bisa menyalahkan sekaa dan penarinya. Karena kadang kalau kurang isi goyang, itu kadang dianggap tidak menarik. Tapi sebenarnya kalau kita memang komitmen dari diri sendiri, tidak usah meladeni. Kalau panitia yang nyari joged, kalau dia mau yang tari sesuai pakem, silakan jalan. Kalau tidak, tidak usah diladeni. Seniman harus berani,” katanya.

Dalam pementasan joged kemarin, ada empat penari joged yang ditampilkan. Masing-masing penari bisa menari bersama maksimal dengan empat pengibing. Pengibing pun antusias mendaftar. Mereka menari sambil tertawa lepas. Eka Santa mengatakan, saat ini joged harus kembali pada pakemnya. “Tapi tergantung penari jogednya juga. Kadang-kadang orang ngibing sekarang banyak yang tidak ditepis, padahal itu pakemnya. Intinya pentas joged itu untuk menghibur, bukan untuk merangsang,” tegasnya.

Eka Santa berharap, dengan adanya perda tentang joged bisa menekan pertunjukan joged jaruh untuk mengembalikan joged sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. “Sekarang sudah ada perdanya, sudah disosialisasikan. Kalau ada ditekan, akan kena sanksi penjara. Semua akan kena, baik panitia, yang menghubungi, penari dan sekaa tidak dapat izin untuk pentas lagi. Semoga joged kembali pada nilainya, yakni berfungsi sebagai penghibur, tidak untuk merangsang dan menimbulkan pikiran yang negatif,” tandasnya. *ind

Komentar