Fredrich Yunadi Divonis 7 Tahun Bui
Tuding bersekutu dengan KPK, Fredrich akan laporkan majelis hakim ke KY
JAKARTA, NusaBali
Mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi akhirnya menyusul mantan kliennya, Setya Novanto untuk mendekam di penjara dalam waktu lama, setelah divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider kurungan 5 bulan oleh majelis hakim. Tak terima dengan putusan hakim, Fredrich mengancam akan laporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY).
Majelis hakim menilai Fredrich terbukti merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. "Menyatakan terdakwa Fredrich Yunadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah dengan sengaja melakukan merintangi penyidikan KPK," ujar ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri membacakan amar putusannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).
Hakim menyebutkan Fredrich membuat rencana Setya Novanto dirawat di rumah sakit agar tidak bisa diperiksa dalam kasus proyek e-KTP oleh penyidik KPK. Fredrich pun menghubungi dokter Bimanesh Sutarjo karena kliennya ingin dirawat di RS Medika Permata Hijau.
"Fakta hukum di atas terdakwa sengaja menyuruh Novanto tidak memenuhi panggilan KPK dan harus ada izin presiden. Terdakwa juga meminta surat keterangan medis Novanto kepada dokter Michael namun ditolak karena belum diperiksa, unsur mencegah merintangi penyidikan telah terpenuhi," tutur hakim seperti dilansir detik.
Selain itu, hakim mengatakan Fredrich meminta Bimanesh untuk mengubah diagnosa hipertensi menjadi kecelakaan. Padahal Setnov sebelumnya berada di gedung DPR dan kawasan Bogor.
Novanto mengalami kecelakaan mobil bersama ajudan AKP Reza dan Hilman saat hendak menuju kantor MetroTV di Permata Hijau.
"Terdakwa meminta dokter jaga IGD mengubah diagnosa kecelakaan Novanto namun ditolak dokter jaga IGD karena Novanto belum pernah diperiksa. Perbuatan ini melanggar hukum agar Novanto tidak diperiksa penyidik KPK atas kasus proyek e-KTP, unsur mencegah dan merintangi penyidik terpenuhi," ucap hakim.
Ketua Majelis Hakim Syaifuddin Zuhri membeberkan hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Fredrich. Salah satunya adalah sikap Fredrich selama masa persidangan.
"Keadaan yang memberatkan terdakwa adalah tidak terus terang, tidak menunjukkan kata yang baik dan kurang sopan," kata Syaifuddin saat membacakan vonis seperti dilansir cnnindonesia.
Hakim juga menilai Fredrich kerap mencari-cari kesalahan orang lain selama masa persidangan. Sementara untuk hal yang meringankan Fredrich, Syaifuddin hanya menyebut dua faktor yakni belum pernah menjalani hukuman dan punya tanggungan keluarga.
Fredrich menuding majelis hakim telah bersekutu dengan jaksa KPK. Terkait pertimbangan dalam vonis padanya, menurut Fredrich, hakim hanya menyalin dari tuntutan jaksa. Untuk itulah, dia akan melaporkan majelis hakim yang mengadilinya ke Komisi Yudisial (KY). KPK menilai vonis 7 tahun bui untuk Fredrich masih jauh dari tuntutan jaksa yaitu 12 tahun bui. Namun, jaksa masih belum menentukan sikap untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
"Kalau kita lihat, dibandingkan tuntutan KPK itu, masih kurang dari 2/3," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (28/6).7 Atas kasus ini, Fredrich terbukti melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. *
Mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi akhirnya menyusul mantan kliennya, Setya Novanto untuk mendekam di penjara dalam waktu lama, setelah divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider kurungan 5 bulan oleh majelis hakim. Tak terima dengan putusan hakim, Fredrich mengancam akan laporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY).
Majelis hakim menilai Fredrich terbukti merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. "Menyatakan terdakwa Fredrich Yunadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah dengan sengaja melakukan merintangi penyidikan KPK," ujar ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri membacakan amar putusannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).
Hakim menyebutkan Fredrich membuat rencana Setya Novanto dirawat di rumah sakit agar tidak bisa diperiksa dalam kasus proyek e-KTP oleh penyidik KPK. Fredrich pun menghubungi dokter Bimanesh Sutarjo karena kliennya ingin dirawat di RS Medika Permata Hijau.
"Fakta hukum di atas terdakwa sengaja menyuruh Novanto tidak memenuhi panggilan KPK dan harus ada izin presiden. Terdakwa juga meminta surat keterangan medis Novanto kepada dokter Michael namun ditolak karena belum diperiksa, unsur mencegah merintangi penyidikan telah terpenuhi," tutur hakim seperti dilansir detik.
Selain itu, hakim mengatakan Fredrich meminta Bimanesh untuk mengubah diagnosa hipertensi menjadi kecelakaan. Padahal Setnov sebelumnya berada di gedung DPR dan kawasan Bogor.
Novanto mengalami kecelakaan mobil bersama ajudan AKP Reza dan Hilman saat hendak menuju kantor MetroTV di Permata Hijau.
"Terdakwa meminta dokter jaga IGD mengubah diagnosa kecelakaan Novanto namun ditolak dokter jaga IGD karena Novanto belum pernah diperiksa. Perbuatan ini melanggar hukum agar Novanto tidak diperiksa penyidik KPK atas kasus proyek e-KTP, unsur mencegah dan merintangi penyidik terpenuhi," ucap hakim.
Ketua Majelis Hakim Syaifuddin Zuhri membeberkan hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Fredrich. Salah satunya adalah sikap Fredrich selama masa persidangan.
"Keadaan yang memberatkan terdakwa adalah tidak terus terang, tidak menunjukkan kata yang baik dan kurang sopan," kata Syaifuddin saat membacakan vonis seperti dilansir cnnindonesia.
Hakim juga menilai Fredrich kerap mencari-cari kesalahan orang lain selama masa persidangan. Sementara untuk hal yang meringankan Fredrich, Syaifuddin hanya menyebut dua faktor yakni belum pernah menjalani hukuman dan punya tanggungan keluarga.
Fredrich menuding majelis hakim telah bersekutu dengan jaksa KPK. Terkait pertimbangan dalam vonis padanya, menurut Fredrich, hakim hanya menyalin dari tuntutan jaksa. Untuk itulah, dia akan melaporkan majelis hakim yang mengadilinya ke Komisi Yudisial (KY). KPK menilai vonis 7 tahun bui untuk Fredrich masih jauh dari tuntutan jaksa yaitu 12 tahun bui. Namun, jaksa masih belum menentukan sikap untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
"Kalau kita lihat, dibandingkan tuntutan KPK itu, masih kurang dari 2/3," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (28/6).7 Atas kasus ini, Fredrich terbukti melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. *
Komentar