nusabali

BEM Buka Suara 'Kuliah di Unud Mahal'

  • www.nusabali.com-bem-buka-suara-kuliah-di-unud-mahal

Wakil Rektor Unud, Prof Dr Ir Nyoman Gede Antara MEng mengatakan apa yang dilakukan para mahasiswa bagian dari kepedulian terhadap kampus.

MANGUPURA, NusaBali

Badan Eksekutif Mahasiswa Pemerintahan Mahasiswa (BEM PM) Universitas Udayana mengkritisi sejumlah kebijakan rektorat. Ada empat hal yang dikritisi dan dituntut oleh BEM PM, yakni nominal Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) yang dinilai sangat tinggi, pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) 4 dan 5 terhadap mahasiswa jalur mandiri, transparansi keuangan, dan menuntut buka kembali beasiswa bidikmisi untuk mahasiswa baru jalur mandiri.

Presiden BEM PM Unud, Khosyi Rukito, Sabtu (30/6) mengatakan penolakan pertama adalah masalah SPI yang dinilai terlalu tinggi. SPI yang ditetapkan oleh rektorat berada pada kisaran Rp 1.000.000 hingga Rp150.000.000. “Penerapan SPI itu sudah ada dasar hukumnya, yakni UU 39 tahun 2017. Tetapi angka minimalnya yang kami kritisi. Lalu tranparansi kegunaan keuangan itu tak diketahui untuk apa,” tuturnya.

Kedua tentang UKT 4 dan 5. Program ini sesungguhnya hanya diterapkan untuk jalur mandiri. Penerapan program ini jika disesuaikan dengan perintah UU penerapannya harus sesuai dengan kemampuan ekonomi mahasiswa. Namun di Unud program ini dibatasi di jalur mandirinya.

Ketiga masalah tansparansi yang terus menjadi polemik di Unud. Dana UKT, dana kerjasama, dan dana yang lainnya sejauh ini banyak dijelaskan. Dalam arti selama ini selalu tertutupi. Malah sekarang mengambil SPI menambah transparansinya menghilang.

Keempat, adalah masalah beasiswa bidikmisi untuk jalur mandiri. Program bidikmisi ini sebenarnya untuk mahasiswa yang kurang mampu, tetapi pada mandiri di Unud kini tak diperbolehkan. Menurutnya dalam penerapan bidikmisi ini di Unud terkadang ada yang salah sasaran. Dalam artian ada yang harusnya dapat malah tak dapat dan justru sebaliknya.

Keempat butir tuntutan itu kata dia tidak hanya disampaikan lewat baliho satire y4ang kini ramai diperbincangkan. BEM PM Unud juga menyebarkan petisi online sejak sepekan terakhir. "Kami menggalang dukungan untuk adik-adik yang merasa takut kalau tidak bisa masuk di Unud karena permasalahan UKT dan SPI tersebut," imbuh Khosyi.

Terpisah Wakil Rektor Bidang Akademik Unud, Prof Dr Ir Nyoman Gede Antara MEng mengatakan apa yang dilakukan para mahasiswanya adalah bagian dari kepedulian terhadap kampus. Namun dia mengajak untuk memahami persoalan yang dikritisi secara mendalam. “Terimakasih kepada para mahasiswa yang peduli terhadap kampus. Kami sudah berdiskusi dengan mereka tentang apa substansi masalah sebenarnya. Kami diskusi selama 4,5 jam,” ungkap Prof Antara.

Dari hasil diskusi lanjut Prof Antara intinya mahasiswa ingin transparansi. Dikatakan selama ini ada indikasi permainan oknum yang tak bertanggunjawab. Menurutnya hal itu perlu dipahami karena tak dilakukan oleh institusi. Apa yang dilakukan oleh institusi berdasarkan Permen, kajian akademik, dan dasar hukum lainnya. “Unud memang terlambat menerapkan SPI bila dibandingkan dengan universitas lain yang telah lama menerapkannya,” akunya.

Terkait SPI ini kata dia bukan semua prodi tetapi hanya beberapa prodi saja. “Masalah nominal SPI merupakan keputusan dari para dekan masing-masing fakultas  SPI. Nominalnya bervariasi, tergantung peminat atau persaingan prodi. Pada prinsipnya itu uang masyarakat, keikutsertaan masyarakat untuk pembangunan pendidikan yang sangat dibutuhkan,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) atau uang sumbangan di luar Uang Kuliah Tunggal (UKT) khusus calon mahasiswa jalur mandiri yang bakal diterapkan Universitas Udayana (Unud) untuk pertama kalinya, menuai protes dari kalangan mahasiswa. Bahkan, baliho bertajuk ‘Kuliah di Unud Itu Berat, Mahal!’ tersebar di media sosial.

Diperkirakan, baliho tersebut dipasang di kawasan Rektorat Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Baliho tersebut berlatar belakang biru, berisi tulisan dan sebuah foto pemeran Dilan dan Milea dalam film ‘Dilan 1990’. *p

Komentar