nusabali

Parpol Sulit Rekrut Caleg Perempuan

  • www.nusabali.com-parpol-sulit-rekrut-caleg-perempuan

Penyusunan daftar caleg sementara (DCS) oleh partai politik untuk tarung Pileg 2019, mengalami kendala.

Kaum Srikandi Trauma Menghadapi Incumbent


DENPASAR, NusaBali
Parpol-parpol kesulitan mendapatkan caleg perempuan untuk memenuhi kuota 30 pesren, lantaran minimnya minat kaum Srikandi maju tarung. Maklum, kalum Srikandi trauma pengalaman selama ini soal beratnya me-nghadapi incumbent.

Karena sulitnya mencari petarung Srikandi, parpol-parpol yang ingin memenuhi kuota 30 persen perempuan dalam pencalegan pun terpaksa asal comot. Hal ini diakui Ketua Bappilu DPD Demokrat Bali, Gede Ngurah Wididana alias Pak Oles di Denpasar, Selasa (3/7) siang. Pak Oles menyebutkan, fenomena susah cari caleg perempuan dialami hampir seluruh parpol peserta Pemilu 2019.

Menurut Pak Oles, khusus di internal Demokrat, penyusunan DCS untuk kursi DPR RI Dapil Bali sudah kelar. Namun, DCS untuk kursi DPRD Bali dan DPRD Kabupaten/Kota se-Bali banyak yang masih ngadat, karena terkendala sulitnya rekrut Srikandi. Untuk kursi DPRD Bali, kata Pak Oles, yang belum kelar adalah penyusunan DCS Dapil Jembrana dan Dapil Denpasar.

“Benar lho, susah cari caleg perempuan. Kalaupun kita dapat, ya membujuknya setengah mati. Pusing juga kita ini,” ujar pak Oles yang notabene mantan Ketua DPD Hanura Bali kepada NusBali kemarin.

Pak Oles mengatakan, tokoh perempuan yang ditawari posisi caleg di Demokrat, engan maju tarung Pileg 2019 karena rata-rata berdalih dilarang keluarga. Di samping itu, banyak juga menyatakan trauma karena yang dihadapi di Dapilnya adalah politisi senior berstatus incumbent, yang punya kekuatan signifikan.

“Ada larangan dari keluarga supaya tidak berpolitik. Tapi, kebanyakan perempuan enggan menjadi caleg karena mereka tidak mau berhadapan dengan politisi yang sudah mapan, punya modal politik kuat, plus memiliki nama besar. Karena sudah pasti kalah melawan mereka,” tandas Ketua Tim Pemenangan Cagub-Cawagub IB Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) di Pilgub Bali 2018 ini.

Di sisi lain, kubu PDIP saat ini sedang menyusun DCS untuk semua level, mulai DPR RI Dapil Bali, DPRD Provinsi, hingga DPRD Kabupaten/Kota se-Bali. PDIP baru merampungkan 90 persen penyusunan DCS untuk Pileg 2019. Ketua Bidang Organisasi DPD PDIP Bali, I Wayan Sutena, mengatakan pengisian kuota 30 persen perempuan dalam DCS sedang diusahakan.

“Sebenarnya bukan kurang, kita banyak punya stok kader perempuan. Tapi, memang ada yang tidak bersedia maju tarung ke Pileg 2019. Makanya, di beberapa Dapil ada yanag masih kurang kuota 30 persen perempuan, namun di Dapil lainnya ada pula yang kelebihaan,” Sutena yang kini anggota Komisi IV DPRD Bali.

Menurut Sutena, penyetoran DCS ke KPU akan dilakukan PDIP dalam waktu dekat. PDIP yakni bisa merampungkannya, termasuk dengan pengisian kuota 30 persen caleg perempuan. “Kami pastikan rampung saat penyetoran ke KPU nanti. Hanya menunggu proses saja, karena kita juga ingin pastikan kader perempuan bisa memenuhi kuita 30 persen dalam komposisi caleg untuk semua level dan Dapil,” tandas politisi PDIP asal Desa Tegak, Kecamatan Klungkung yang juga mantan Ketua DPRD Klungkung 1999-2004 ini.

Sementara itu, seorang tokoh perempuan yang kader elite salah satu parpol mengaku malas tarung lagi ke Pileg 2019. Masalahnya, dia merasa susah lolos menjadi anggota Dewan, berdasarkan pengalaman di Pileg 2014. Dia mengaku saat tarung Pileg 2014, dirinya hanya menjadi pendulang suara untuk caleg incumbent. “Karena sudah pasti kalah dalam persaingan di Pileg 2019, ya sekarang saya terpaksa pakai tolak maju tarung karena tidak diizinkan suami,” ujar Srikandi Politik yang enggan namanya dikorankan ini.

Politisi yang punya modal finansial cukup kuat untuk maju tarung ini mengaku, melawan incumbent hanya buang-buang duit saja. “Bagaimana bisa menang, yang kita hadapi incumbent (calg yang masih menjabat sebagai anggota Dewan, Red). Mereka punya bansos dan popularitas yang tinggi, karena bertahun-tahun jadi anggota Dewan. Kita hanya jadi pelengkap saja dan mencari suara untuk meloloskan mereka,” ujar perempuan yang jadi pengurus partai mapan di Bali ini.

Sementara itu, Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Provinsi Bali, Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati, mengatakan agak berat bagi kaumnya maju tarung sebagai caleg. “Mereka mengaku trauma. Padahal, mereka rata-rata adalah kader partai dan mendapatkan pendidikan di KPPI. Untuk Pileg 2019 nanti, rata-rata mereka yang memulai dari nol terjun ke politik, tidak mau jadi caleg. Ini tantangan lagi buat kita,” ujar Sri Wigunawati di Denpasar, Selasa kemarin.

Srikandi Golkar ini menyebutkan, kaum perempuan yang diajukan induk partainya sebagai caleg, sangat berhitung, berhitunya seperti ibu-ibu mau belanja ke pasar. “Pokoknya cermat, habisin duit berapa, dapat kursi apa tidak? Aturan 30 persen itu tidak mempan lagi bagi perempuan, karena mereka harus melawan incumbent. Hanya perempuan yang betul-betul strong yang bisa maju ke Pileg 2019 melawan incumbent,” tegas mantan Sekretaris DPD I Golkar Bali 2010-2012 dan eks Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Bali ini.

Menurut Wigunawati, untuk bisa meloloskan perempuan ke kursi legislatif, satu-satunya solusi adalah harus ada kebijakan partai politik mengubah aturan main. Misalnya, membatasi incumbent dalam level tertentu. Contohnya, incumbent yang sudah dua periode duduk di DPRD Kabupaten/Kota harus maju tarung ke DPRD Provinsi. Begitu pula incumbent yang sudah dua periode duduk di DPRD Provinsi, harus maju ke DPR RI. Aturan seperti ini sudah diberlakukan dalam rekrutmen Komisioner KPU.

“Kalau sekarang, jangankan politisi perempuan, politisi laki-laki yang punya kekuatan finansial amat mantap saja bisa pikir-pikir untuk maju tarung ke Pileg. Karena mereka tidak mau KO sia-sia. Lihat-lihat lawan dulu kalau mau maju,” ujar mantan caleg DPR RI dari Golkar Dapil Bali dalam Pileg 2014 yang kini maju tarung berebut kursi DPD RI Dapil Bali  ke Pileg 2019 ini. *nat

Komentar