nusabali

Bocah Pangepik Cengkih Terpaksa Putus Sekolah

  • www.nusabali.com-bocah-pangepik-cengkih-terpaksa-putus-sekolah

Made Hariastini, bocah 15 tahun, terpaksa mengubur cita-citanya melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

SINGARAJA, NusaBali

Bocah  asal Banjar Dinas Punggang, Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar Buleleng yang baru saja lulus SMP, terpaksa harus putus sekolah, karena kondisi ekonomi keluarganya jauh dari kata berkecukupan. Mengisi hari kosongnya, anak bungsu dari dua bersaudara pasangan Nyoman Brata, 64 dengan Nyoman Latri, 60, ini menjadi buruh pangepik (memisahkan bunga dengan batang, red) cengkih, di rumah salah satu warga setempat. Selain terkendala masalah ekonomi, Made juga terkendala akses menuju sekolah yang sangat jauh dan transportasi.

Maklum saja, untuk mencapai pondok yang ditempati oleh keluarga Made, berjarak 4 km dari pusat desa. Kondisi jalan memang sudah dibeton, tapi lebarnya tidak lebih dari satu meter dengan jalur yang sangat ekstrim.

Wilayah perbukitan yang saat ini sedang gersang-gersangnya, cukup menguras tenaga. Apalagi setelah jalan beton berakhir ia harus berjalan kaki melewati perkebuan-perkebunan warga untuk mencapai pondoknya.

Beruntung kini ia diajak tinggal sementara di rumah Ketut Sujana, warga Banjar Dinas Asah, Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar Buleleng, sejak sepuluh hari terakhir.

Selain bertugas menjaga rumah yang kosong, Made juga ngepik buah cengkih pasca panen. “Sebenarnya pengen sekolah lagi, tapi bapak sudah tidak bisa menyekolahkan lagi, karena tidak ada biaya,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca, saat ditemui Kamis (5/7) siang.

Bocah kelahiran 11 April 2003 itu pun mengaku mau bersekolah dimana saja, jika itu memang memungkinkan. Namun harapannya pun mulai kandas, ketika teman akrabnya saat SMP dan tempatnya menumpang saat pergi ke sekolah juga memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah.

Sementara itu ayahnya Nyoman Brata saat ditemui di pondoknya, sudah tidak dapat berbuat apa. Ia yang mantan guru abdi di SMA Ngurah Rai Buleleng hingga tahun 1996 itu mengaku tidak sanggup untuk menanggung biaya pendidikan Made jika bersekolah. Meski selama ini keluarganya merupakan penerima Program Keluarga Harapan (PKH). “Meski dapat batuan juga itu hanya untuk menyambung hidup sebentar, meski sekolah disebut gratis, ujungnya juga perlu biaya. Seperti beli seragam, transportasi,” kata dia.

Ia dan istrinya yang selama ini hanya sebagai penyakap lahan kebun, tidak memiliki penghasilan pasti. Penghasilannya musiman, dari hasil menjual batu jamu mente, buah srikaya dan anak sapi yang baru bernilai setelah setahun pemeliharaan induknya. Dengan kondisi tersebut untuk makan pun keluarga ini masih kekurangan apalagi untuk biaya sekolah anak keduanya. “Sebenarnya saya sangat ingin anak saya sekolah sampai tinggi, tetapi karena kondisi dan situasi begini, saya tidak bisa berbuat apa,” imbuh dia.

Dari perkawinannya, Brata dan Lastri memiliki dua orang anak. Kakak Made, Gede Haristana, 20, kini sedang duduk di bangku kelas XI kejar paket C di PKBM Widya Aksara, Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Buleleng. Hanya saja, karena lokasinya yang sangat jauh dan terkendala akses transportasi Brata pun khawatir jika Made bersekolah satu tempat dengan kakaknya.

Haristana yang ikut sekolah kejar paket juga selama ini juga sambil mencari bekal tambahan. Setiap malam saat air laut surut ia pergi ke laut untuk mencari ikan berbekal jala. Jika hasil tangkapan banyak ikan itu dijual dan dipakai membantu biaya keperluan sehari-hari keluarganya.

Sementara itu, Kepala UPT SMA/SMK Kabupaten Buleleng, Made Suarja mengatakan pihaknya sedang menunggu kebijakan dari Dinas Provinsi Bali terkait penampungan siswa miskin tercecer, seperti Made Haristini. Pihaknya juga menjelaskan sudah mengintruksikan masing-masing kepala sekolah untuk memprioritaskan kasus siswa miskin. “Kalau siswa miskin memang diprioritaskan, di sekolah saya diterima juga nanti akan diusulkan dapat beasiswa. Kalau masalahnya transportasi, kami akan lihat dulu, berapa jauh jarak rumah ke sekolah terdekat, selanjutnya akan kami ajukan persoalan itu ke atasan,” ungkap dia.

Kepala Dinas Sosial Buleleng, dihubungi terpisah mengaku segera akan menjajagi Made. Pihaknya pun menyakinkan akan menangani kasus Made Hastarini yang keluarganya adalah penerima PKH. “Nanti ada dua alternatif, apakah nanti mau di panti asuhan, atau dititipkan di relawan yang dekat dengan sekolah, yang penting anak ini rajin, nanti kami tangani segera,” kata dia.*k23

Komentar