Pengedar Obat Keras Ilegal Dituntut 18 Bulan
Gara-gara menjual obat keras tanpa ijin, dua terdakwa masing-masing Muhamad Aminullah alias Amin, 27, dan David Indrawan alias Andri, 26 dituntut hukuman 18 bulan (1 tahun 6 bulan) oleh majelis hakim PN Denpasar pada, Kamis (5/7).
DENPASAR, NusaBali
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hari Soetopo menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 197 UU RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. "Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini agar menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa Muhamad Aminullah dan David Indrawan masing-masing dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan," tegas Jaksa saat mambacakan amar tuntutannya di hadapan majelis hakim diketuai Ni Made Purnami.
Selain dihukum penjara, Jaksa juga meminta majelis hakim agar membebankan kepada kedua terdakwa dengan pidana denda masing-masing sebesar Rp 75.000.000 subsidair 3 bulan penjara. Dalam tuntutannya, Jaksa juga menimbang beberapa alasan yang meringankan maupun memberatkan hukuman bagi para terdakwa.
"Hal yang memberatkan, para terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas penyalahgunaan obat-obatan. Hal-hal yang meringankan, para terdakwa menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum," ucap Jaksa. Menanggapi tuntutan ini, para terdakwa langsung menyampaikan pledoi secara lisan. Pada intinya, memohon kepada majelis hakim agar meringankan hukuman bagi keduanya.
Sebagaimana disebutkan dalam dakwaan JPU, perkara yang menjerat para terdakwa ini bermula ketika Amin menghubungi seseorang bernama Budi (DPO), kebetulan pada saat itu sedang bersama Andri untuk memesan obat Pil ‘Y’ sebanyak 3 plastik dengan isi total 29 butir. Andri kemudian menghubungi seorang bernama Rustam (DPO) untuk memesan barang pesanan Amin. Lalu, pada hari yang sama 21 Februari 2018, Rustam mendatangi kamar kos milik Andri untuk menyerahkan barang sesuai yang dipesan.
Para terdakwa membeli pil ‘Y’ dari Rustam seharga Rp 90.000 atau Rp 30.000 per plastik. Rencananya, Andri akan menjual obat ilegal itu ke Amin, yang kemudian diedarkan lagi oleh Amin.
Beruntung, perbuatan para terdakwa ini cepat terendus oleh pihak kepolisian. Keduanya langsung diciduk pada 22 Januari 2018 sekitar pukul 12.20 Wita di Pelabuhan Benoa Dermaga Barat depan Kantor BTS dengan barang bukti berupa 3 kantong plastik berisi pil warna putih masing-masing 9 tablet, berisi 10 tablet dan 7 tablet.
"Bahwa pil Y yang dijual untuk diedarkan kepada orang lain tersebut tidak memiliki kemasan resmi/merk resmi, serta tidak mencantumkan dan dilengkapi ijin edar dan para terdakwa tidak memiliki kualifikasi di bidang kesehatan maupun farmasi dan dalam menjual obat tidak memiliki ijin dari pejabat berwenang," kata JPU.
Masih dalam dakwaan JPU, bahwa tablet warna putih berlogo ‘Y’ mengandung Trihexyphenidyl yang kegunaannya untuk mengatasi Parkison atau penyakit degenerasi saraf atau penurunan fungsi syaraf yang bersifat progresif pada umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun. *rez
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hari Soetopo menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 197 UU RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. "Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini agar menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa Muhamad Aminullah dan David Indrawan masing-masing dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan," tegas Jaksa saat mambacakan amar tuntutannya di hadapan majelis hakim diketuai Ni Made Purnami.
Selain dihukum penjara, Jaksa juga meminta majelis hakim agar membebankan kepada kedua terdakwa dengan pidana denda masing-masing sebesar Rp 75.000.000 subsidair 3 bulan penjara. Dalam tuntutannya, Jaksa juga menimbang beberapa alasan yang meringankan maupun memberatkan hukuman bagi para terdakwa.
"Hal yang memberatkan, para terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas penyalahgunaan obat-obatan. Hal-hal yang meringankan, para terdakwa menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum," ucap Jaksa. Menanggapi tuntutan ini, para terdakwa langsung menyampaikan pledoi secara lisan. Pada intinya, memohon kepada majelis hakim agar meringankan hukuman bagi keduanya.
Sebagaimana disebutkan dalam dakwaan JPU, perkara yang menjerat para terdakwa ini bermula ketika Amin menghubungi seseorang bernama Budi (DPO), kebetulan pada saat itu sedang bersama Andri untuk memesan obat Pil ‘Y’ sebanyak 3 plastik dengan isi total 29 butir. Andri kemudian menghubungi seorang bernama Rustam (DPO) untuk memesan barang pesanan Amin. Lalu, pada hari yang sama 21 Februari 2018, Rustam mendatangi kamar kos milik Andri untuk menyerahkan barang sesuai yang dipesan.
Para terdakwa membeli pil ‘Y’ dari Rustam seharga Rp 90.000 atau Rp 30.000 per plastik. Rencananya, Andri akan menjual obat ilegal itu ke Amin, yang kemudian diedarkan lagi oleh Amin.
Beruntung, perbuatan para terdakwa ini cepat terendus oleh pihak kepolisian. Keduanya langsung diciduk pada 22 Januari 2018 sekitar pukul 12.20 Wita di Pelabuhan Benoa Dermaga Barat depan Kantor BTS dengan barang bukti berupa 3 kantong plastik berisi pil warna putih masing-masing 9 tablet, berisi 10 tablet dan 7 tablet.
"Bahwa pil Y yang dijual untuk diedarkan kepada orang lain tersebut tidak memiliki kemasan resmi/merk resmi, serta tidak mencantumkan dan dilengkapi ijin edar dan para terdakwa tidak memiliki kualifikasi di bidang kesehatan maupun farmasi dan dalam menjual obat tidak memiliki ijin dari pejabat berwenang," kata JPU.
Masih dalam dakwaan JPU, bahwa tablet warna putih berlogo ‘Y’ mengandung Trihexyphenidyl yang kegunaannya untuk mengatasi Parkison atau penyakit degenerasi saraf atau penurunan fungsi syaraf yang bersifat progresif pada umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun. *rez
1
Komentar