nusabali

Revisi Perda PBB Terancam Mental Lagi

  • www.nusabali.com-revisi-perda-pbb-terancam-mental-lagi

‘Kebingungan’ memunculkan penyesuaian NJOP bakal berdampak pada kenaikan PBB.  Sebaliknya muncul juga pendapat penyesuaian tarif NJOP akan memberatkan masyarakat, karena akan menurunkan tarif PBB.

Pansus Gabeng

SINGARAJA,NusaBali
Lembaga DPRD Buleleng kembali melanjutkan pembahasan revisi Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang penyesuaian tarif nilai objek pajak (NJOP) PBB Perdesaan dan Perkotaan, yang sempat tertunda akibat beda persepsi antara Pansus dengan Eksekutif. Namun agenda tersebut kembali teracam gagal, lantaran sikap gabeng anggota Pansus DPRD Buleleng.

Semula Lembaga Dewan mejadwalkan pembahasan revisi Perda NJOP PBB tersebut melalui rapat internal Pansus. Agenda pembahasan tersebut guna memastikan sikap Pansus menerima pembahasan revisi Perda dilanjutkan atau tidak. Namun agenda rapat internal Pansus, pada Senin (2/7)  lalu, justru banyak anggota Pansus mangkir. Akibatnya, Pansus batal mengambil sikap, karena tidak kuorum. “Memang kemarin belum kourum, nanti sudah dijadwalkan ulang. Kamis nanti kami rapat internal,” kata Ketua Pansus NJOP PPBB, Haji Mulyadi Putra yang dikonfirmasi, Minggu (8/7).

Diakui, rapat internal Pansus itu untuk mengambil keputusan, apakah revisi Perda PBB bisa dilanjutkan atau tidak. Karena sebelumnya, penundaan itu akibat masih ada persepsi yang berbeda, dimana Pansus menilai kenaikan penyesuaian NJOP itu akan berdampak pada kenaikan PBB. “Kami harus mengambil keputusan dulu, kalau misalnya disepakati dilanjutkan, tentu pembahasan revisi Perda PBB bisa ditingkatkan dan dilanjutkan dengan eksekutif. Tetapi kalau keputusannya tidak dilanjutkan, tentu nanti kami hanya menyampaikan keputusan tidak dilanjutkan itu dengan eksekutif. Berarti Perda yang lama masih berlaku,” jelas Haji Mulyadi Putra, politisi PPP asal Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak ini.

Sebelumnya, akibat beda pendapat antara Pansus dengan pihak eksekutif, sehingga revisi Perda penyesuaian tarif NJOP PBB, terpaksa ditunda. Kala itu, Pansus menilai penyesuaian tarif NJOP akan memberatkan masyarakat, karena tarif pajak PBB yang dibayarkan ikut naik. Sedangkan eksekutif berpandangan, justru penyesuaian itu akan menurunkan tarif pajak PBB.

Dari hasil hitung-hitungan Pansus, revisi perda itu akan berdampak pada kenaikan tarif PBB di masyarakat. Meski pemerintah mengklaim tak ada peningkatan tarif, dewan justru menyebut ada kenaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan tarif saat ini.

Sementara, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng, Bimantara mengaku tak mempermasalahkan jika dewan memilih menunda revisi perda. Dengan penundaan itu, Bimantara berharap pembahasan bisa lebih komprehensif lagi. Selain itu dewan juga bisa melihat kondisi riil di lapangan.

Menurut Bimantara, dalam revisi perda, pihaknya justru menurunkan persentase. Pajak Bumi dan Bangunan yang tadinya 0,1 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), kini diturunkan. Masing-masing menjadi 0,003 persen untuk tanah dengan NJOP sampai dengan Rp 1 miliar; 0,008 persen untuk tanah dengan NJOP Rp 1-5 miliar; serta 0,15 persen untuk tanah dengan NJOP di atas Rp 5 miliar. “Kami mengajukan revisi perda ini sebenarnya biar NJOP itu sesuai dengan kondisi riil. Di beberapa wilayah itu banyak kami temukan yang tidak riil. Contohnya kami temukan ada tanah yang NJOP-nya Rp 140 per meter persegi. Jaman sekarang nggak ada tanah dengan NJOP segitu. Makanya kami perlu sesuaikan,” kata Bimantara. *k19

Komentar